19. Lucky

23 5 0
                                    

Sekarang gue lagi duduk di bangku taman kampus bareng Lay. Gue bingung harus ngapain? Rasanya aneh banget sekarang, apalagi duduk sebelahan kayak gini.

Kalau diliat dari ekspresinya, Lay pasti marah sama gue. Nggak! Gue harus jelasin yang sebenernya terjadi. Semuanya nggak seperti apa yang dia pikirkan. Tapi gue malah takut duluan dan lidah gue tiba-tiba jadi kaku gini. Gue harus mulai dari mana? Jadi gini rasanya kepergok sama pacar sendiri? Tapi gue nggak selingkuh, ini semua salah paham!

"Sekarang jelasin semuanya ke gue?" suara datar Lay memecah lamunan gue.

Gue sempet loading sebentar. Ini beneran dia yang minta penjelasan? Kan seharusnya gue yang harus jelasain duluan tanpa harus dia yang minta.

Ternyata Lay punya caranya sendiri dalam mengatasi masalah. Dia terlihat berusaha untuk tenang meskipun gue tau seperti apa perasaannya sekarang.

"Maaf! Tapi apa yang lo liat nggak sama dengan apa yang lo pikirin." ucap gue pelan tanpa berani menatap dia.

"Jangan takut! Tinggal jujur aja sama gue. Gue mau masalah ini cepet selesai." Lay mengangkat dagu gue dengan telunjuknya. Gue bisa melihat matanya yang seakan bilang sama gue kalau dia bener-bener butuh penjelasan.

"Gue sama Luhan pernah bertemu sebelum gue kenal dia di SMA. Gue nggak menyadari kalau dia adalah orang yang sama dengan anak laki-laki yang nolongin gue waktu gue kesasar di komplek karena itu udah lama banget. Umur gue dulu sekitar tujuh tahunan. Sampai akhirnya Luhan nunjukin jepit rambut sakura yang pernah gue kasih ke dia."

"Ya gue seneng dong akhirnya gue bisa ketemu sama dia lagi setelah sekian lama nggak ketemu. Gue reflek meluk dia karena gue beneran seneng. Tapi kalau itu buat lo cemburu, gue minta maaf!"

Gue berusaha membela diri sebab gue melakukan itu karena spontan. Tapi pada akhirnya gue juga minta maaf sih karena gue bisa ngerasain kalau berada di posisi Lay.

"Gue percaya sama lo. Masalah ini kita anggap selesai." kata Lay dengan entengnya.

Udah, kayak gitu doang? Dia nggak marah atau ngambek gitu?

"Lo beneran udah anggap masalah ini selesai? Nggak marah lagi sama gue?" tanya gue yang nggak yakin sama reaksi dia.

"Gue percaya sama lo."

Satu kalimat yang keluar dari mulut Lay membuat gue merasa beruntung untuk kesekian kalinya. Gue pikir gue adalah orang yang beruntung karena bisa dicintai sama Lay. Dia bener-bener menghargai sebuah kepercayaan dalam sebuah hubungan. Gue nggak akan menyia-nyiakan kepercayaan yang udah dia kasih ke gue. Sekali lagi gue merasa beruntung karena Tuhan mempertemukan gue dengannya.

CUP!

Gue mencium sekilas bibirnya. Gue bisa liat ekspresinya Lay yang kaget terus berubah jadi senyuman.

"Makasih, udah mau percaya sama gue."

Dan ketika gue ditanya apa arti keberuntungngan buat gue?

Gue akan menjawab, Lay. Karena dia adalah keberuntungan gue.

"Eh, gimana kalau kita jalan-jalan ke mall?" tawar Lay tiba-tiba.

"Dadakan banget. Mau ngapain emang?"

"Yaa..main kek, makan kek, tersarah lo. Oh ya, sekalian beli baju untuk acara pernikahannya Kris sama Jessica."

Gue auto mikir baju apa yang harus gue pakai nanti? Di acara pernikahan? Berarti gue harus pakai gaun dan heels dong?

"Atau lo udah nyiapin gaunnya?" sambung Lay.

"Belum kok. Gaun yang gue punya cuma satu. Itupun udah gue pakai di acara perpisahan kemarin."

Jujur sih, emang gue nggak punya koleksi gaun dan heels. Dari kecil gue udah terbiasa dengan jeasn dan sneakers.

"Lo jadi cewek nggak ada feminimnya sama sekali, ya? Ya udah, kita cari gaun buat lo. Jangan sampai lo dateng ke acara pernikahan pakai kaos sama jaens doang."

Haaaaahh!! Kenapa mulutnya itu tajem banget?! Jadi pengen marah gue, tapi yang dibilang Lay itu bener.

Sesampainya di mall, Lay langsung ngajak gue ke butik. Entah dia udah sering ke sini atau gimana, Lay terlihat akrab sama pegawainya. Dia kayak minta rekomendasi sama pegawainya soal gaun yang cocok sama gue.

"Ini gaunnya, kak. Kalau untuk acara pernikahan gaun ini cocok soalnya warna gaunnya kalem, nggak terlalu mencolok, dan lebih terlihat anggun. Apalagi untuk acara formal, tinggal tambah high heels aja udah cantik kok." jelas salah satu pegawainya.

"Gimana, suka?" tanya Lay yang ingin tau pendapat gue.

Gue pun mengangguk sebagai jawaban.

"Ya udah, cobain dulu sana."

Gue berjalan ke arah salah satu kamar pas untuk mencoba gaun ini. Ternyata pas sama gue. Akhirnya gue memutuskan untuk membeli gaun ini. Setelah keluar dari butik, Lay ngajak gue ke salah satu resto makanan seafood. Katanya dia udah laper banget karena nggak sempet makan tadi siang.

"Kok lama banget, ya?" keluh Lay yang kayaknya udah nggak sabar.

"Sabar dong, bentar lagi juga dateng." bujuk gue. Lay pun meletakkan kepalanya bersandar di atas meja. Gue yang melihat itupun jadi gemes karena ekspresi yang dia tunjukin karena nahan laper.

"Pesanannya sud...."

PRANG!!!

Tiba-tiba makanan yang gue sama Lay pesen terjatuh dan berserakan di lantai. Seketika Lay pun menegakkan tubuhnya karena terkejut.

"A...ayah?" ujar Lay ketika melihat wajah si pelayan itu.

Siapa laki-laki ini sampai Lay memanggilnya dengan sebutan ayah?


To be continue....

Let Me Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang