28. Unfathomable

17 1 0
                                    

Setelah selesai ngampus, Lay langsung ngajak gue pulang. Katanya papa udah ada di rumah. Sekitar jam 10 pagi papa check out dari rumah sakit.

"Saya tidak mau tahu! Pokoknya berkas itu harus kembali!"

"Atau kalian berdua ingin menipu saya?!"

Gue sama Lay berada kira-kira di radius 7 meter dari depan pintu masuk utama. Tapi udah kedengeran suara dari dalam rumah. Suara bentakan cewek pula! Apa yang terjadi di dalam sana sampai harus teriak kayak gitu?

Kita berdua saling lihat. Sama-sama bertanya lewat tatapan.

Gue dan Lay pun mempercepat langkah supaya cepat mendapat jawaban.

Di sana ada dua orang wanita yang sedang duduk berhadapan dengan papa dan mama. Salah satu dari mereka, gue mengenalinya. Dan kehadirannya membuat gue semakin bertanya apa yang sebenarnya terjadi sekarang?

Hani.

Cewek itu menatap gue dengan tatapan terkejut sama halnya dengan gue.

Masa bodo sama si Hani! Masalahnya sekarang kenapa wanita disebelahnya ini teriak nggak jelas. Gue yakin suara itu berasal dari dia. Siapa lagi coba? Gue hapal suara Hani apalagi nyokap gue sendiri.

"Ada apa, ya? Kok pake teriak-teriak?"
Gue membuka suara.

"Kamu siapa?! Nggak usah ikutan urusan orang tua!" jawab wanita itu dengan kasar.

Ngegas nih tante-tante!

"Santai dong!" gue menghela nafas.

"Erika....." suara berat papa mencoba menghentikan gue.

Gue nggak menghiraukan papa.
Karena yang ngegas duluan itu dia, bukan gue.

"Bukan masalah ikut campur urusan kalian! Tapi ini rumah orang tua saya. Anda teriak-teriak kedengeran sampai keluar, apa itu sopan?" gue tau dia lebih tua dari gue. Tapi sikapnya sama sekali nggak bisa dijadikan panutan!

Gue nggak masalah mau dia teriak sekuat apapun. Tapi masalahnya yang menjadi objek teriakan dia itu orang tua gue! Dan gue nggak bisa terima!

"Kamu nggak tahu apa-apa! Lagian ini semua karena mereka berdua yang udah menghilangkan surat-surat perusahaan dan berkas penting milik saya!" jawab wanita itu masih dengan nada tingginya.

Gue terdiam.

Surat dan berkas penting? Jadi itu milik tante ini?

"Makanya kalau nggak tahu urusan, jangan ikut-ikut! Masih anak kecil juga!"

Ucapan wanita itu membuat darah gue mendidih! Dia bilang gue anak kecil?!

Heol!

Mata lo minus berapa huh?! Mana gue denger Hani yang ketawa pelan saat orang ini ngatain gue anak kecil! Ishhh...geram bange gue!

"Apa, anak kecil? Heh—    "

Zhang Yixing sialan!

Baru aja gue mau perang mulut sama si tante-tante ini, eh dia malah nutup mulut gue pake tangannya dia.

"Udah, lo masuk kamar aja sana! Biar gue yang ngurus." ujar Lay pelan di telinga gue.

Gue menatap dia dengan tatapan kesal. Lay menggerakkan kepalanya mengarah ke kamar gue yang ada di lantai dua. Memberi isyarat supaya gue segara masuk ke dalam kamar.

Ok, gue masih bisa kontrol emosi. Gue pun menuruti perintah Lay untuk masuk ke dalan kamar.

Gue sengaja memperlambat langkah menaiki anak tangga karena masih kepo sama apa yang akan mereka bicarakan. Ada hubungan apa sama si Hani? Atau jangan-jangan tante itu adalah nyokapnya? Kalau dilihat-lihat sih emang mirip. Tapi.... Entahlah?

"Maaf, tante. Papa udah ceroboh ngebuat berkas penting tante Yuri hilang. Lay harap ada jalan keluar dari masalah ini. Lay tahu kok, tante Yuri itu orang yang bijak dan baik."

Gue mendengar Lay yang mulai mengkodusifkan keadaan. Dari cara Lay bicara, gue udah menemukan jawaban bahwa tante yang namanya Yuri itu pasti nyokapnya Hani.

"Cuma ada satu jalan keluar agar saya bisa mempercayai kalian lagi."

"Apa itu tante?"

Gue yang udah di ujung anak tangga tiba-tiba menghentikan langkah. Ingin mendengar lebih jauh lagi pembicaraan mereka.

"Menikah dengan putri saya. Dengan begitu saya bisa mempercayai jika kalian tidak akan membalik nama perusahaan saya menjadi milik kalian."

What the f—!

"APA-APAAN! ENAK AJA MAIN NIKAHIN ANAK ORANG! LO KIRA SEMUDAH ITU!" Teriak gue.

Emosi gue udah nggak bisa ditahan lagi. Enak aja main nikahin anak orang! Dia pikir Lay cinta sama anaknya, huh?!

Semua orang menatap gue yang masih berdiri di anak tangga. Termasuk Hani dan juga nyokapnya yang menatap gue tidak senang.

"Erika, masuk ke kamar kamu sekarang!" perintah papa dengan ekspresi datarnya.

Shit!

Mereka nggak tau kalau yang mau dinikahin itu cowok gue! Yang mereka tau cuma Lay yang berstatus kakak tiri gue. Wajar kalau mereka terkejut melihat gue yang spontan berteriak.

Ok. Tanpa disuruh juga gue bakal masuk kemar sekarang! Gue nyesel maksaain diri untuk mendengar percakapan mereka. Gue akan nunggu keputusan Lay yang akan nerima atau nolak paksaan nyokapnya Hani yang katanya solusi untuk jalan keluar!

Tapi, jujur.

Gue takut kalau Lay beneran setuju dinikahin sama Hani.

Gimana kalau cuma ini jalan satu-satunya? Dan Lay lebih milih menyelamatkan nama baik papa.... Argghh!

Jelas dia lebih milih papanya dibanding gue dan menikah sama Hani. Cinta pertamanya dia.


To be continue.....

Let Me Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang