24. Who is Zio?

21 5 0
                                    

"Lo siap kan kalau Zio manggil lo dengan sebutan mama?"

Perasaan gue nggak karuan. Gue kecewa ketika tahu kalau Zio adalah anaknya Lay dan gue juga pengen nangis, gue nggak bisa menyalahkan siapa-siapa di sini, terutama Zio. Dia nggak tahu apa-apa soal ini.

Gue memilih untuk berbalik dan masuk tanpa meninggalkan sepatah kata pun sebelum air mata gue tumpah lebih banyak lagi di depan mereka. Bukannya gue belum siap dan nggak mau menerima kehadiran Zio di antara gue dan Lay. Gue pasti akan menyayangi Zio seiring berjalannya waktu. Gue cuma sedikit kecewa dan gue butuh waktu untuk berdamai dengan kenyataan.

"Cuma sampai nanti malam doang, kok." sambung Lay.

Langkah gue terhenti, otak gue mencoba mencerna kalimat yang dia ucapkan barusan.

Terdengar langkah kaki Lay yang mulai mendekat.

"Mamanya nitipin Zio ke gue karena ada urusan mendadak di kantornya. Mungkin pulang malam?" ujar Lay santai dan diakhiri dengan cengiran tanpa dosa.

Jadi gue dikerjain?

Tos!

Lay dan Zio high five penuh dengan kegembiraan karena berhasil buat gue nangis. Demi apapun! Gue tertipu sama acting bocah?

Tangisan gue semakin menjadi melihat mereka yang tertawa karena berhasil ngerjaain gue.

"Udah dong nangisnya. Kan pranknya udah selesai." bujuk Lay dengan sebuah cengiran di wajahnya.

Dia tersenyum sampai dimple-nya terlihat dengan jelas. Baru kali ini gue nggak ngerasa melting sama sekali, yang ada gue malah mau ngegaplak kepalanya.

Lay menutup kedua mata Zio dengan tangannya lalu...



CUP



Dia mencium bibir gue sekilas.

Benaran gesrek nih orang! Lupa waktu sama tempat. Ini bukan waktunya bercanda! Main nyosor aja! Di depan anak kecil lagi. Gue kesel beneran ini, tuan zhang!! Lo malah bercanda.

"Aishh...! Hiks...." gue memukul dada bidang Lay sambil lanjut nangis.

"Kak Lay, kenapa mata Jio ditutup?" tanya Zio karena bingung matanya yang tiba-tiba ditutup dama Lay.

Lay menurunkan Zio dari gendongannya lalu sedikit membungkuk untuk mengimbangi posisinya dengan Zio.
"Zio kan anak pinter, berarti bisa dong hitung angka satu sampai sepuluh?"

"Bisa dong, kak. Jio kan pintel." ujar Zio dengan percaya diri.

"Bagus! Kalau gitu Zio hitung satu sampai sepuluh, ok?"

Zio mengangguk.

"Tapi sambil tutup mata, ya?"

Gue masih nggak ngerti kenapa Lay nyuruh Zio berhitung sambil tutup mata lagi? Jangan-jangan masih ada yang mau dia lakuin?

"Hitung mulai!"


CUP



"Satu..."

Lay mencium gue tepat saat Zio menyebutkan angka satu. Yang ini agak berbeda, nggak secepat ciuman yang tadi. Dia melingkarkan tangannya di pinggang gue dan tangan satunya berada di antara telinga dan rahang gue. Gue kewalahan karena permainannya yang melumat abis bibir gue.

Lay lagi mode nafsu atau gimana sih? Masa nggak kenal tempat sama situasi?! Gen mesum siapa yang nurun ke dia?

"Sembilan...." Lay menyudahi kegiatannya. "Sepuluh... Selesai!"

Huh...huh...! Gue masih nggak percaya sama apa yang dilakukan Lay. Dia kembali tersenyum melihat gue.

"Maafin aku, ya sayang! Jangan marah lagi, ya, ya, ya?" ujar Lay yang berlagak sok manis.

Sumpah, gue pengen ketawa. Tapi gue harus tahan, harus gengsi sedikit. Masa mudah banget untuk luluh sama aegyeonya dia!

"Siapa yang nyuruh Zio manggil papa? Zio diajarin bohong ya sama kak Lay?" tanya gue lembut pada zio.

Zio mengangguk. "Soalnya tadi kak Lay ngasih coklat ke Jio."

Cltak!!

Gue menyentil kening Lay.

"Arrghhh!!" ringis Lay sambil ngelus keningnya yang berubah jadi merah muda.

"Kok lo ngajarin anak kecil bohong?! Kalau dia keterusan bohong, gimana?" omel gue ke Lay.

"Zio jangan mau lagi ya disuruh bohong sama kak Lay!"

"Tapi kalau kak Lay kasih Jio coklat lagi, gimana?"

"Nggak boleh. Pokoknya Zio nggak boleh jadi anak pembohong. Nanti Zio nggak punya temen loh. Emangnya Zio mau nggak ada yang mau temenan sama Zio?" gue mengelus pucuk kepala Zio.

Zio pun menggeleng dengan cepat. "Nggak! Jio janji nggak akan bohong lagi."

Gue mengacungkan jempol ke Zio karena mau nurut sama ucapan gue. Baru pertama kali ketemu, tapi gue bisa lihat kalau Zio adalah anak yang pintar.

"Kak Lay jangan suruh Jio bohong lagi! Juga jangan kasih coklat lagi. Nanti kalau Jio nggak ada temen, gimana?" oceh Zio sambil menunjuk Lay.

Gue tertawa karena lihat tingkah polosnya Zio. Itu membuatnya semakin gemesin!

"Iya, iya. Kak Lay minta maaf!" Lay kembali menggendong Zio lalu memeluk gue.

Gue menjauhkan tubuh Lay dengan mendorong keningnya menggunakan telapak tangan. "Zio udah makan belum?"

"Udah kok. Tapi mama bawain Jio bekal untuk makan malam. Ini, ada di dalam tas." jawab Zio sambil memutarkan sedikit badannya agar tas berbentuk karakter tayo itu terlihat.

"Oh, ya? Kalau gitu biar kakak simpen bekalnya, ya?"

"Ok!"




To be continue...

Let Me Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang