21. My Turn to Cry

25 4 0
                                    


Gue terbangun kala sinar matahari menembus jendela kamar gue. Di sebelah kanan gue ada Lay yang masih tidur. Gue melihat ada kerutan di keningnya. Meskipun dia lagi tidur, gue yakin pasti ada sesuatu yang membuatnya gelisah.

Apa ini ada hubungannya dengan ayahnya? Kalau iya, pasti masalahnya rumit banget sampai membuatnya nangis dan kebawa dalam mimpi.

Gimana caranya gue bantu dia untuk nyelesain masalahnya dengan ayahnya?

Gue melirik ke meja rias gue yang di atasnya ada sepasang sepatu heels masih lengkap dengan kotaknya. Ya ampun! Gue lupa kalau hari ini adalah hari pernikahannya Kris dan Jessica. Gue pun melihat jam di dinding yang masih menunjukkan pukul tujuh. Syukurlah! Masih ada waktu untuk gue siap-siap.

"Lay? Bangun....udah pagi." gue membangunkan Lay dengan perlahan.

"Lay? Bangung dong." karena nggak dapet respon, gue mencoba menggoyangkan tubuhnya.

"Morning!" sapa gue saat Lay membuka matanya.

"Morning too!" balas dia dengan suara khas orang yang baru bangun tidur.

"Kamu nggak lupa kan kalau hari ini hari pernikahannya Kris sama Jessica?" tanya gue. Padahal gue juga lupa.

"Emang sekarang tanggal berapa?" tanya Lay panik.

"Tanggal tiga. Udah sana siap-siap dulu, masih ada waktu kok."

Lay menarik nafasnya lega. Ia pun mengusek rambutnya sambil menguap lalu beranjak turun dari kasur.

"Lay, keluarnya hati-hati, ya? Bahaya kalau sampai diliat mama atau papa. Pokoknya jangan sampai ketahuan kalau lo tidur di sini!" gue memberi peringatan supaya nggak ada yang tau kalau Lay tidur di kamar gue semalam.

Lay cuma mengangguk sebagai jawaban lalu pergi.

=======

"Woy! Lama banget sih, pingsan lo ya?" gue bisa mendengar teriakan Lay yang udah nggak sabar. Padahal dia ada di lantai bawah sedangkan kamar di atas. Kalau gini caranya telinga gue bisa beneran rusak!

Dia nggak tau apa kalau gue susahnya setengah mati pake gaun ini. Belum lagi gue harus dandan. Meskipun gue cewek tapi gue jarang banget pake make up. Palingan kalau mau pergi cuma pake bedak sama lipstick doang. Itupun warnanya soft banget.

BRAK!

Gue menaruh mascara gue dengan kasar karena kesel. Udah berapa kali gue gagal dan sekeliling mata gue menghitam kena tinta mascara.

Gue menggeram rendah. Make up-nya hancur dan wajah gue berantakan. Seharusnya gue pergi ke salon biar nggak repot kayak gini.

"Kamu ngapain, sih? Lay udah nunggu kamu loh di bawah." mama tiba-tiba dateng.

"Kayaknya aku nggak jadi pergi deh? Liat tuh muka aku udah hancur! Mana rambut belum diapa-apain lagi!" kata gue pasrah dengan keadaan.

"Kenapa nggak bilang sama mama? Udah tau nggak pernah make up-an, ngesok mau dandan sendiri." ujar mama ketus.

Mama pun mengambil alih semuanya. Dia membersihkan wajah gue lalu mulai mendandani gue dari awal. Dengan lihai nyokap gue menyanggul rambut gue sehingga gue terlihat lebih anggun.

Gue pun tersenyum melihat diri gue dipantulan kaca. Hari ini terselamatkan karena mama.

"Cepet turun! Lay udah nunggu dari tadi."

Setelah memakai sepatu yang gue beli kemarin, gue pun turun dan disusul sama nyokap di belakang.

Saat gue sampai di bawah gue melihat Lay yang memakai setelan kemeja putih dan jam hitam sedang bersandar tepat di anak tangga pertama. Demi apapun gue terpesona sama penampilannya.

Let Me Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang