20. Baby Don't Cry

15 4 0
                                    

Lay's pov

"A....ayah?" gue bener-bener terkejut dengan apa yang gue liat sekarang.

Dengan cepat gue menarik tangan Erika untuk keluar dari resto ini. Gue melupakan rencana untuk makan karena nafsu gue hilang seketika.

Beberapa kali Erika menanyakan hal yang sama ke gue. Tapi gue belum bisa menjawab itu sekarang. Gue terus menarik lengannya ke sembarang arah mengikuti langkah gue. Gue tau, mungkin kakinya udah pegel karena paksaan gue yang terus narik tangannya. Sorry, tapi yang terpenting sekarang adalah menjauh dari 'ayah'.

"Sekarang lo hutang penjelasan sama gue!" ujar Erika saat kami sudah berada di dalam mobil.

"Mungkin udah saatnya lo tau soal kehidupan gue di masa lalu."
Erika menatap lekat mata gue pertanda kalau dia bener-bener butuh penjelasan.

"Pelayan yang kita temui tadi itu adalah orang tua kandung gue, dan gue hanya anak angkatnya papa." Erika membungkam mulutnya dengan telapak tangan saat mendengar pernyataan dari gue.

"Terus kenapa lo ngehindar? Apa ada sesuatu yang terjadi antara kalian berdua?"

Gue menarik nafas. "Sejak kecil gue hanya tinggal bersama ayah. Awalnya kehidupan kita baik-baik aja tanpa adanya seorang ibu. Tapi lama-kelamaan sikap ayah berubah. Dia selalu pergi pagi dan pulang malam dalam keadaan mabuk. Dia menelantarkan dan mengabaikan gue. Walaupun gitu, gue tetap sayang sama dia."

"Sampai suatu hari, sahabat ayah yang nggak lain adalah papa Zhang dateng untuk mengangkat gue sebagai anaknya. Dengan alasan klasik, dia nggak tega melihat gue yang nggak keurus karena kondisi ayah yang sedang kacau waktu itu."

"Gue menolak ajakan papa karena gue nggak mau pisah dari ayah. Gue hanya bisa nangis, berharap jika ayah mempertahankan gue. Tapi apa? Tanpa basa basi ayah malah membiarkan gue dibawa ke China bersama papa. Mulai saat itu gue sangat membencinya!"

Ya, gue pindah ke China setelah papa mengangkat gue sebagai anaknya. Itu adalah salah satu alasan kenapa gue sempat menolak untuk diadopsi. Hari demi hari gue semakin mengerti keadaan. Ayah tidak menginginkan aku lagi. Itulah anggapan gue terhadap ayah.

Erika's pov

Gue melihat bola mata Lay yang berkaca-berkaca. Gue tau ini sangat berat untuknya. Masa lalu yang selama ini udah dia kubur dalam-dalam, hari ini muncul lagi ke permukaan. Gue yakin dia menghindar bukan karena membeci ayahnya, tapi karena ia sangat menyayanginya. Ia hanya belum siap.

Gue memeluk tubuh Lay, membiarkan kepalanya bersandar di bahu gue.

"Jangan ditahan, lo bisa nangis sepuasnya. Lo hanya belum siap untuk ketemu sama dia. Gue yakin, waktu itu dia bener-bener nggak berniat untuk membiarkan lo pergi. Dia hanya sedang kalut saat itu." ujar gue sambir mengelus punggungnya.

Gue bisa mendengar isakan Lay. Selama gue kenal dia, gue belum pernah ngeliat dia nangis sampe segininya. Ternyata apa yang gue liat dari Lay nggak sebahagia masa lalunya.

=======

Sekarang gue lagi duduk berdua sama nyokap di ruang tengah sambil nonton TV. Gue menceritakan apa yang gue ketahui tentang Lay hari ini. Dan ternyata yokap gue udah tahu tentang Lay yang sebenernya bukan anak kandung papa. Tapi kalau soal asal-usul orang tuanya, nyokap gue bener-bener nggak tau akan hal itu.

Bukannya dia nggak peduli, nyokap gue cuma takut kalau Lay akan sedih atau tersinggung jika dia menanyakan soal itu.

Gue masih penasaran sama apa yang terjadi antara Lay dan ayahnya sampai dia nggak mau ketemu dengan ayah kandungnya sendiri?

Sedangkan gue?

Gue sangat merindukan sosok ayah. Dari kecil gue cuma kenal dengan sosok mama sebagai orang tua gue. Kata orang, anak perempuan itu sangat dekat dengan ayahnya. Gue pengen kalimat itu menjadi kenyataan untuk gue meskipun hanya sekali. Jangankan mengenang masa-masa Indah bersama ayah, wajahnya aja gue nggak tau.

Dulu, gue sering menanyakan keberadaan ayah? Tapi mama selalu marah dan bilang kalau gue harus berhenti mempertanyakan soal itu. Sampai sekarang gue nggak pernah lagi bertanya tentang ayah ke nyokap gue.

Mungkin rasa rindu gue ke ayah akan selamanya terpendam.

Gue beranjak masuk ke kamar karena jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Setelah gue selesai membersihkan tubuh, gue langsung tarik selimut dan tidur.

CKLEKKK!!!

Shit!

Baru sebentar gue pejemin mata, pintu kamar gue tiba-tiba kebuka dengan kasar. Gue mengumpat dalam hati. Siapa yang udah buka pintu kamar gue malem-malem kayak gini tanpa ngetok dulu?!

Gue mengubah posisi menjadi duduk lalu meliat Lay yang udah berdiri di samping ranjang gue sambil menangis. Gue yang tadinya mau marah seketika mengurungkan niat itu.

"Lo kenapa?" tanya gue panik. Gimana nggak? Lay nangis tersedu sampe wajahnya sembab gitu.

GREPP!

Dia meluk gue erat tanpa menjawab pertanyaan gue. Gue mengelus punggungnya untuk menenangkan.

"Udah jangan nangis, tenang ya? Cerita sama gue, ada apa hm?"

"Biarin gue di sini malem ini."








To be continue....

Let Me Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang