Toxic Positivity

435 40 15
                                    

Mungkin sebagian orang sudah tidak asing dengan toxic positivity. Terutama gue yang semalaman berpikir mengenai definisi kalimat ini. Untuk yang belum mengenal, gue saranin untuk searching ke website yang akurat dimana mereka dapat menjelaskan tentang toxic positivity. Baru kalian bisa kembali kesini.

Maaf karena gue tidak menjelaskan secara singkat, karena definisinya emang sulit untuk dijabarkan. Takutnya kalau gue bikin definisi sendiri, malah jadi salah tangkap. Cari informasi sendiri, oke? Kembali kemari setelah selesai merangkum arti-arti kalimat tersebut.

Apa sih masalah hidup kalian?

Masa depan?

Gelar?

Sarjana?

Skripsi?

Lulus?

Percintaan?

Finansial?

Ujian?

Atau tentang hidup yang lebih general?

Okay, take a breath.

Satu yang harus kalian ingat, semua orang punya masalah. Mau hidupnya sekaya apapun, semulus apapun, mereka pasti punya masalah. Termasuk gue. Kadang kalau lo diselimuti masalah, lo merasa masalah terlalu banyak di hidup lo, lo merasa lo yang paling terpuruk, pasti lo akan cerita keorang yang lo percaya. Cerita keorang yang sudah pasti akan memberikan tanggapan positif.

Kebanyakan orang yang dicurhati, akan menanggapi dengan kalimat simpel yang diikuti dengan saran-saran ringan.

Lo sabar aja ya, nanti juga bla bla bla.

Lo harus kuat, siapa tau nanti bla bla bla.

Udahlah biar Tuhan yang balas, lo tinggal bla bla bla selesai deh.

Jangan menyerah, besok juga bakal bla bla bla.

Banyak kok yang masih susah dari pada lo, udahlah mending lo bla bla bla.

Dan kata-kata motivasi singkat lainnya.

Honestly gue sebagai orang yang jarang cerita keorang lain mengenai masalah yang gue punya, pernah sesekali cerita keteman gue. Curhat-curhat biasa, cuma semakin lama cerita teman gue justru lebih memilih untuk memberikan motivasi palsu seperti itu. Hey dude, gue lagi gak butuh lho motivasi, gue cuma pengen masalah gue itu didengerin. Udah itu aja.

Kalian pasti merasakan kalau sedang memiliki masalah, otomatis emosi kalian akan naik. Sama seperti gue. Gue itu cuma pingin orang lain dengar masalah yang lagi gue alami, gue cuma pingin berbagi supaya gue gak terpuruk lagi, tapi kalau langsung disuguhi dengan kata-kata yang katanya menenangkan itu, justru gue menganggap orang ini gak bisa dengerin cerita gue. Gak bisa memosisikan dirinya sebagai gue.

Apa cuma gue doang yang kayak gini? Kalau iya, sedih banget huhu gak ada temannya. Bercanda, hahaha.

Sebagai remaja gue hanya bisa bilang, do whatever you want. Asalkan tidak merugikan diri lo sendiri, hiduplah dengan tenang.

Kalau ada yang cerita sama lo, coba deh posisikan diri lo sebagai dia. Cari titik dimana lo bisa mengerti dia. Karena yang jelas, setiap orang kalau cerita tentang masalahnya pasti itu bukan masalah yang sepele. Mereka cuma pingin didengarkan.

Sebenarnya secara keseluruhan gue tidak menganggap toxic positivity ini sepenuhnya benar. Kenapa? Karena setiap orang yang mendengarkan cerita dari orang lain, akan kebingungan. Trust me. Tidak semudah itu memosisikan diri kita sebagai seseorang. Tidak semudah itu memberikan saran berdasarkan masalah seseorang.

Jadi intinya, ini bukan salah siapa-siapa. Tergantung situasi kondisi saja. Ada masa dimana orang bermasalah itu cerita dengan maksud mendapatkan saran, ada juga yang cuma kepingin cerita supaya dia merasa sedikit lega. Kalau bisa sih sebagai pendengar, ada baiknya tanya dulu. Dia pingin dikasih saran atau cuma didengerin, hahaha><. So awkward.

Thank u udah baca semuanyaaa.
Ini bagian tidak terjelas sebenarnya. Ya kalau aku salah maafin yaa๑>ᴗ< ๑.

Segmen RemajaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang