Beauty Standard

257 42 12
                                    

Standar kecantikan, kayaknya sudah tidak asing lagi didengar. Terutama bagi remaja. Cushion, liptint, pelembab anu, pelembab ini, itu udah jadi kebutuhan pokok yang wajib dibawa. Meski sekolah sudah memperingatkan berkali-kali sampai di takuti dengan punishment yang macam-macam, remaja sekarang tidak akan peduli.

Mindset mereka sudah dipenuhi oleh beragam cara untuk menjadi sempurna. Definisi sempurna bagi mereka ya memenuhi beauty standard. Kalau menurut gue nih sebagai remaja, beauty standard remaja Indonesia itu tingginya luar biasa. Orang harus punya kulit putih, tubuh kurus, kaki jenjang, jari lentik, bulu mata panjang, alis lebat, atau bibir yang merah natural.

Dari situlah marketing-marketing Indonesia bermain. Obat pelangsing sekali minum, suplement pemutih dalam seminggu, body cream sashetan yang 'katanya' bikin putih dalam sehari, perapih gigi, penumbuh alis, tips n trick supaya bulu mata kelihatan tebal, ya macam-macam lah.

Kadang gue suka bingung juga sih nanggepinnya. Kalau menurut gue bukan salah marketingnya juga. Toh, remaja Indonesia gampang percaya dan mau aja dibodohi sehingga menjadi salah satu keuntungan mereka, sasaran empuk mereka. Iya kalau ingredients di dalam produknya itu bener-bener aman dan pure dari alam. Sekarang banyak oknum-oknum nakal yang pingin produknya laris tanpa mengindahkan efect-efect dari pemakaiannya.

Yang penting produk gue laris.

Di sini kita sebagai konsumen harusnya cermat dan selektif. Apalagi untuk tubuh kita sendiri. Banyak kulit yang justru iritasi sejak pamakaian ini dan itu. Entah karena tidak cocok, atau sebenarnya produk tersebut hasil 'campuran' beberapa produk lainnya.

Gue sih hanya mau menyarankan. Sebaiknya untuk kulit, kita harus benar-benar pintar memilih. Apalagi yang berhubungan dengan diri kalian sendiri. Pilih skincare atau makeup yang pasti. Jangan yang mengembel-embelkan ini dan itu. Putih dalam semalam lah, inilah, itulah. Kalau dipikir secara logika aja udah salah besar.

Jujur sebenarnya gue senang banget lihat remaja sekarang banyak yang care sama tubuhnya sendiri. Banyak yang ngejaga dan ngerawat tubuhnya sendiri. Banyak yang belajar untuk mengetahui masalah-masalah pada kulitnya sendiri. Itu bentuk rasa syukur terhadap Tuhan atas apa yang kita miliki. Tapi beda lagi kalau menjaga dan merawatnya disertai ringikan, disertai kegiatan membanding-bandingkan dirinya dengan orang lain, jatuhnya sudah tidak tahu diri.

Ya... meskipun gue juga pernah kayak gitu.

Kalau ditanya standar kecantikan itu siapa yang buat? Biasanya diri lo sendiri, atau asumsi orang lain terhadap lo. Sekali aja lo dibilang gemukan, lo pasti akan mikir, "Iya ya, kayaknya gue harus kurusin badan deh biar gak gemuk lagi." Di sinilah gue heran. Sebenarnya Anda hidup untuk siapa.

Gue pernah dapet pertanyaan semacam itu. Gue hidup untuk siapa. Ya diri gue sendiri. Dan sebisa mungkin bantu orang lain biar manfaat. Terus gue harus nurutin kata orang itu buat apa? Siapa yang akan diuntungkan kalau gue kurus nantinya? Gue sendiri? Enggak! Gak ngaruh. Yang ada gue mati-matian nahan lapar dan olahraga selama tiga jam perharinya. Kalau buat orang lain? Siapa yang akan peduli kalau lo kurus atau lo gemuk? Gak ada, mereka cuma bikin asumsi atas keadaan lo. Mau kedepannya lo tetap gemuk atau kurus, ya mereka gak akan peduli. Mereka kan cuma bisa komentar, tapi beda halnya kalau sudah masuk ke tahap obesitas. Ini sih harus diingatkan.

Sekiranya kalimat itulah yang ada dibenak gue saat itu. Gue bicara ke diri gue sendiri. Gue bikin kontravensi sama diri gue sendiri. Buat siapa? Ya buat diri gue sendiri.

Jadi kalau menurut gue. Sewajarnya saja kalau hidup. Bagus kalau kita care sama diri kita sendiri. Itu hal yang menurut gue harus diperhatikan juga. Tapi kalau berlebih-lebihan dan pingin mengubah penampilan demi orang lain, kayaknya kalian harus banyak-banyak dengar detak jantung kalian sendiri.

Karena cara gue untuk mencitai diri sendiri adalah, ambil stetoskop, dengar detak jantung diri lo sendiri selama mungkin. Bersyukur atas detak jantung itu? Oh iya harus. Tanpa kehendak Tuhan yang masih mengizinkan jantung gue untuk berdetak, gue bukan apa-apa dan bukan siapa-siapa.

doc.agt19.//howtobeyourself//
maaaaaaffff kalau bagian ini terlalu menyinggung, thank u udah baca sampai akhir. wuff you♥, Bita.

Segmen RemajaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang