Repub tanpa edit 16/7/20
11/3/20
2/1/21Wanita itu duduk di kedai kopi, tepatnya di samping jendela sehingga dia bisa melihat orang-orang yang berlalu lalang melewati jalanan depannya. Tempat itu berada di salah satu mall yang cukup besar di kawasan Jakarta, ibu kota yang terkenal sibuk dengan begitu banyak gedung pencakar langit. Mahika sangat suka berada di sana sejak dulu, menikmati coklat dingin alih-alih kopi karena lambungnya tidak dapat menerima kopi. Mahika memandang sekeliling dari tempatnya duduk, tempat itu selalu ramai. Penuh dengan orang-orang yang sedang berbicara seperti selalu saja ada bahan pembicaraan yang dapat mereka lakukan. Suara bising selalu terdengar mengalahkan musik jazz yang dialunkan tetapi hal itu tidak dapat membuat rasa sepi yang menggerogotinya menghilang. Perasaan hampa itu masih terasa meski sudah lewat beberapa bulan.
Ingatannya kembali melayamg pada malam itu. Malam di saat Garin memutuskan bubungan mereka. Saat itu adalah makan malam untuk anniversary mereka yang ke delapan tahun. Mereka berpacaran semenjak Mahika lulus kuliah karena saat itu Mahika terlalu fokus dengan pelajarannya sehingga Garin, yang saat itu adalah sahabatnya semenjak masuk kuliah, mengurungkan niat untuk menyatakan perasaannya pada gadis itu. Ketika Mahika selesai sidang dan dinyatakan lulus dia mendatangi Mahika dengan sebuket bunga favorit wanita itu, bunga lili, lalu menyatakan perasaannya. Mahika yang memang memiliki perasaan pada Garin sejak lama pun akhirnya menerima pria itu untuk menjadi pacar pertamanya.
Hubungan mereka berjalan dengan baik, tentu saja ada pertengkaran kecil dan juga besar selama mereka berpacaran tetapi mereka selalu mengusahakan yang terbaik sehingga tidak terasa delapan tahun sudah terlewati dan Mahika merasa their relationship going stronger than ever.
Sebagai seorang wanita yang sudah berpacaran menyaingi cicilan mobil, tentu saja Mahika mengharapkan hubungan ini menjadi yang pertama dan terakhir. Secuek apapun Mahika kelihatannya, dia hanyalah perempuan dengan pengalaman cinta yang amat sangat minim dan mengharapkan pacar pertamanya kelak akan menjadi yang terakhir. Menjadi pendamping hidupnya, tempat di mana mereka akan bersandar jika merasakan lelah mendera, tempat berkeluh kesah, wajah pertama yang akan dia lihat ketika dia membuka mata dan wajah terakhir yang akan dia lihat sebelum dia terlelap.
Jadi ketika malam itu selepas dinner Garin mengatakan ingin menyampaikan sesuatu tentu saja Mahika berharap sesuatu itu adalah lamaran. Bahkan dengan konyolnya semenjak makan malam terhidang di meja makan, Mahika sudah mencari cincin itu di antara makanan dan juga dessert yang akan dia santap tetapi hasilnya nihil.
Mungkin dia akan memberikannya secara langsung dengan berlutut di satu kakinya.
Pikirnya polos saat itu.
"Mahika.." ucap Garin pelan, Mahika mengerutkan keningnya karena biasanya lelaki itu akan memanggilnya sayang. Ketika pria itu memanggil namanya pasti ada sesuatu yang tidak beres. Mahika mulai meremas sebelah tangannya ketika merasakan ada yang tidak beres dari raut wajah Garin yang terlihat gugup dan juga cemas. Bukan gugup dan cemas ketika hendak melakukan sesuatu, tetapi gugup dan cemas ketika sudah melakukan suatu kesalahan, kalian pasti tahu kan bedanya?
Pria itu kemudian menunjukkan tanda-tanda kegelisahan yang Mahika sudah hapal betul di luar kepalanya. Pria itu akan menggerak-gerakkan jarinya agar dapat menghentakkan jemarinya ke suatu permukaan, dalam hal ini meja, hingga menghasilkan suatu bunyi tanda dia sedang berpikir keras mengenai apapun yang ada di kepalanya dan bagaimana menyampaikannya kepada Mahika. Mahika menatap ke jemari itu yang masih juga beradu dengan meja sehingga menghasilkan bunyi yang konstan selama beberapa saat sebelum Garin menghentikannya karena menyadari arah tatapan Mahika.
"Aku...tidak tahu bagaimana mengatakan hal ini."
Tidak usah dikatakan kalau begitu.
"Aku mencintaimu."
Tapi?
"Tapi aku tidak bisa merasakan sparks itu lagi. Hubungan kita terasa hambar da-"
"Aku tidak tahu kamu penganut paham Marie Kondo sekarang ini. Atau aku memang melewatkannya sehingga aku baru tahu?" potong Mahika dengan ketenangan yang dia tidak pernah tahu dia miliki selama ini. Pria itu tergagap karena ucapannya terpotong padahal dia sudah setengah mati merangkainya semenjak dia mengajak wanita itu untuk makan malam di salah satu restaurant dengan konsep fine dinning beberapa hari lalu.
Pria itu hanya bisa tersenyum masam tanpa bisa menjawab pertanyaan Mahika barusan, "Aku mungkin akan terdengar seperti bajingan, tetapi aku benar-benar tidak bisa melanjutkan hubungan ini lagi."
"Mungkin katamu?" Mahika terkekeh, "Kamu benar-benar terdengar seperti bajingan tahu." Wanita itu kemudian melipat tangannya di dada. "Maafkan aku." Lanjut pria itu.
"I wish maaf mu bisa mengembalikan delapan tahunku yang terbuang karena berhubungan denganmu. Delapan tahun, Garin! Delapan tahun! Dan kamu mengatakan sudah tidak ada sparks kemudian mencampakkan aku seperti ini?!" wanita itu terlihat menahan amarahnya yang sudah berada di ubun-ubun, dadanya bergerak naik turun pertanda amarahnya masih menggunung dan siap untuk meledak. "Kamu pikir selama delapan tahun ini aku tidak pernah merasa bosan padamu, hah?! Ada masanya rasa bosan itu datang tapi aku selalu mengingat delapan tahun itu sangat lama dan kita sudah sampai di tahap ini dengan susah payah. Aku mencoba mencari sparks yang hilang itu dan tetap bertahan denganmu!" suara Mahika meninggi sehingga menarik perhatian orang-orang di sekeliling mereka yang tengah menikmati makan malamnya.
Garin menatap sekelilingnya kemudian menganggukkan kepala sebagai bentu permintaan maaf karena sudah mengganggu. "Mahika, tolong pelankan suaramu." Ujar pria itu pelan. "Malu, Garin? Kamu sebaiknya malu atas apa yang kamu lakukan sekarang alih-alih malu terhadap yang aku lakukan!" Suara Mahika naik satu oktaf kembali.
"Permisi, apakah ada yang tidak beres dengan makanannya?" tanya sebuah suara yang tiba-tiba berasal dari balik pundak Mahika yang tengah berdiri sesudah menamatkan kalimatnya. Dia melirik sekilas untuk melihat siapa orang itu, dia melihat seragam chef, double breasted jacket.
"Tidak ada, Chef. Semuanya sempurna, terima kasih untuk hidangannya. Saya permisi dulu."
Wanita itu kemudian berjalan keluar tanpa melihat ke arah chef yang memandangnya dan juga tatapan banyak orang di restauran itu.
1/8/19
13/9/19
KAMU SEDANG MEMBACA
Home Away From Home [FIN]
RomanceSudah cetak selfpub ISBN 978-602-489-768-0 Mahika mengalami patah hati pertama setelah ditinggalkan oleh cinta pertamanya setahun lalu. Masa pacarannya menyaingi cicilan mobil, bahkan jika dia mencicil mobil dia rasa itu lebih berfaedah dibanding be...