Author Note:
Repub 9/7/20 tanpa edit, tidak sampai tamat, typo bertebaran.
16/9/20
16/11/20
22/6/21"Apa kabar, Hika?"
Mahika menenggak minumannya sebelum menatap mata itu, mereka sekarang berada di restoran untuk makan malam. Tentu saja restoran ini rekomendasi Sagara dan ternyata rasanya benar-benar enak! Mahika melarikan pandangannyabsesaat untuk menenangkan debarannya, restoran itu ramai karena sekarang jam makan malam, banyak pasangan terlihat di setiap meja kayu berbentuk kotak yang berada di sisi jendela dengan pemandangan kota Jakarta saat malam hari. Lilin yang berada di atas meja serta satu bunga mawar yang berada di vas kaca membuat kesan romantis. Piano dan nyanyian seorang wanita mengiringi makan malam itu dan Mahika bisa mendengar lagu Honne yang berjudul Location Unknown. Lagu yang menjadi kesukaannya selama satu bulan ini.
"Baik, kamu? Pekerjaan bisa ditinggal?"
"Baik juga dan ya, pekerjaan bisa ditinggal. Bagaimana denganmu? Kamu cuti lama juga kan?" Ok, ini dia berbohong karena Narendra sudah mengamuk melalui pesan singkat karena tidak menemukannya menjelang waktu sibuk mereka, tapi siapa peduli, sekarang dia sedang bersama wanita yang menghantui pikirannya dan dia sudah cukup pusing bekerja selama sebulan penuh.
"Pekerjaan saya seperti tidak ada habisnya."
Pria itu terkekeh, "tapi kamu terlihat menikmatinya."
"Ya, lingkungannya menyenangkan."Mahika tersenyum, dia suka lingkungan kantornya, selain orang-orang yang hobi menggosip, dia tidak memiliki masalah atau pun tidak menyukai kantornya.
"Apa besok kamu libur?"
"Sabtu? Ya, libur. Ada apa?" Debaran itu merajai dadanya lagi dan dia kini mengantisipasi pertanyaan yang akan dilontarkan oleh Sagara.
"Keponakan saya berulang tahun, kamu mau datang menemani saya?"
"Kamu mengajak saya bertemu dengan keluargamu? Di makan malam pertama?"
"We go way past that, Hika. Kita sudah sering makan malam, sarapan dan makan siang. Kita bahkan berlibur bersama."
Wajah Mahika berubah menjadi merah dan itu membuat Sagara terkekeh, Mahika dengan perasaannya yang mudah terbaca terasa menyenangkan. Dia terlalu sering bertemu dengan wanita-wanita yang menggoda dan terlihat seksi, wanita di depannya bahkan tidak perduli jika dia terlihat di depannya ketika baru bangun tidur.
"Dan ya, saya megajak kamu bertemu dengan keluarga saya. Lagi pula seingat saya, saya sudah mengatakan kamu tidak bisa lari dari saya, bukan?" Pria itu tersenyum, dia membicarakannya tidak dengan arogan tetapi dia membicarakannya seolah untuk memenuhi janji. Janji yang dia tahu pasti akan dia tepati. Mahika bisa melihat keyakinan di mata itu, tidak ada keraguan sedikitpun.
"Apa tidak terlalu cepat? Bukannya laki-laki perlu waktu untuk sampai ke tahap itu?"
"Tidak juga, sebulan tidak bertemu membuat saya semakin yakin kemana ini akan bermuara. Sama seperti kamu, saya juga mencoba memproses semua ini dalam waktu satu bulan kebelakang. Yang saya dapatkan, satu bulan tidak mendengar suaramu dan melihatmu membuat saya merasa ada yang kurang."
"Bukan karena umurmu tahun depan kepala empat?"
"Hika, umur tidak akan mempengaruhi pria. Kami bahkan tetap bisa membuat anak di umur tujuh puluh tahun. Mungkin ibuku akan semakin gencar mengenalkan banyak wanita tetapi itu tidak akan mempengaruhiku. Dan ya, laki-laki perlu waktu untuk sampai ke tahap memperkenalkan wanita ke keluarganya dan bagi saya dua bulan cukup ketika saya merasa yakin."
"Saya--"
"Apa yang kamu ragukan? Kamu pasti merindukan saya hingga mencari tahu mengenai saya kan?" Potong Sagara membuat Mahika merona kembali dan pria itu terkekeh.
"Saya--"
"Bisa katakan apa yang membuat kamu ragu?"
"Gimana saya mau bicara kalau kamu potong terus!" Gerutu Mahika membuat pria itu tertawa terbahak-bahak.
"Ya, benar. Maafkan saya, lanjutkan." Pria itu berhenti terkekeh kemudian memajukan tubuhnya.
"Saya harus membawa kado apa? Berapa umur keponakanmu? Laki-laki atau perempuan?"
Senyum pria itu semakin lebar, "acara ulang tahunnya sore, kita bisa pergi bersama untuk mencari kado di siang hari sebelum datang. Umurnya tujuh belas tahun dan dia perempuan." Kalimat terakhir membuat mata Mahika melotot.
"Kamu mempunya keponakan berumur tujuh belas tahun?"
"Ya, sepupuku menikah muda."
"Atau kamu yang sudah terlalu tua." Mahika tertawa, tawanya menular hingga Sagara juga melakukannya.
###
Sagara mengantarkannya hingga ke deoan pagar, Mahika tidak mau mengenalkannya kepada orang tuanya terlebih dahulu karena itu terlalu riskan. Ibunya akan mulai memikiekan mengenai pernikahan padahal dia sendiri belum yakin dengan hal ini. Hal ini pun tidak memiliki nama karena mereka setuju untuk menjalaninya dulu.
"Saya jemput besok pukul sepuluh? Sebelas?"
"Sebelas saja dan tidak perlu jemput, kita ketemuan saja di mall terdekat, bagaimana?"
"Tidak, saya jemput. Saya mau izin sekalian ke orang tuamu karena membawa putrinya pulang malam."
"Ayolah, Gara, saya bukan anak kecil lagi. Saya bahkan akan berkepala tiga akhir tahun ini."
"Itu bukan masalah umur, Mahika. Kamu berkepala empat pun saya akan melakukan hal yang sama jika kamu masih tinggal dengan orang tuamu. Itu manner dan cara saya menghormati kamu dan orang tuamu. And i wouldn't have it any other way." Sagara terlihat yakin dengan ucapannya dan itu sekali lagi membuat Mahika berdebar-debar karena merasa dihargai dan dihormati.
"Okay, pukul sebelas."
"Baik, masuk ke dalam saya akan tunggu sampai pintu tertutup."
Ketika Mahika sudah membuka pintu pria itu menghentikannya, "Hika, kamu tidak lupa kan kalau kamu berhutang kecupan di pipi kanan saya?"
BWAAANGG BIBIR JUGA AKU RELAAA, IKHLAS!!!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Home Away From Home [FIN]
RomanceSudah cetak selfpub ISBN 978-602-489-768-0 Mahika mengalami patah hati pertama setelah ditinggalkan oleh cinta pertamanya setahun lalu. Masa pacarannya menyaingi cicilan mobil, bahkan jika dia mencicil mobil dia rasa itu lebih berfaedah dibanding be...