Repub tanpa edit 2/8/20
11/11/20
22/6/21Ha?
Mahika terdiam sesaat sebelum menggelengkan kepalanya, "Tidak. Hanya saja kamu pasti memiliki latar belakang sehingga menyukai makanan." dia menjawab dengan terburu-buru membuat Sagara terkekeh.
"Padahal kalau kamu penasaran dan mau bertukar informasi pribadi saya akan memberitahukanmu, kalau tidak kita bisa skip pertanyaan pribadi seperti yang kamu ajukan kemarin sebagai syarat." Sagara tersenyum di akhir kalimatnya sambil menatap mata Mahika.
Mahika kemarin memang mengajukan syarat, salah satunya adalah dilarang menanyakan hal pribadi, apapun yang menyangkut pribadi. Itu demi menjaga kewarasannya karena demi apapun yang dia hampir lakukan semalam adalah meng-googling nama Sagara Akandra. Tapi berhubung dia terlalu takut untuk mengeluarkan skill mencari tahu bak FBI miliknya akhirnya dia harus berpuas diri dengan mencari tahu arti nama dari pria itu. Laut yang tenang, arti nama Sagara Akandra adalah laut yang tenang. Pretty much menggambarkan dia yang selalu tenang tetapi tiba-tiba bisa menenggelamkanmu di dasar lautan.
Pria itu menyesap minuman yang tadi dipesannya. Americano, minuman itu yang selalu dia minum ketika ke kedai kopi. Lihatlah! Bahkan Mahika seperti sudah tahu kebiasaan pria itu ketika ke kedai kopi! Mahika memalingkan pandangannya ke jendela lagi, ke manapun asal bukan Sagara. Sore ini masih terang, matahari masih bersinar dengan teriknya tetapi para bule ini tampak tenang saja meminum kopinya di tengah terik matahari yang menyengat ini. Panasnya terik matahari sedikit terselamatkan dengan angin yang berembus. Bunga-bunga yang bermekaran di pot-pot yang di letakkan di pinggir jalan menambah kesan indah dari bangunan tua di Praha yang berwarna coklat, putih atau krem. Rasanya setiap sudut kota ini instagramable meskipun ramai dengan wisatawan yang mengunjunginya. Taksi-taksi yang berwarna kuning terang membuat warna di kota itu.
Indah.
Hanya itu yang bisa Mahika pikirkan. Jangan salah mengira, dia mecintai Indonesia. Tetapi keindahan setiap negara berbeda dna kali ini dia ingin mengangumi keindahan negara yang dia kunjungi.
Dia beruntung memilih kedai kopi itu, karena kedai kopi itu berada tepat di pusat keramaian sehingga dia bisa melihat banyak orang berlalu lalang melewati sisi jendela tempat dia duduk. Semua orang terlihat begitu.....tenang terlepas dari begitu banyak suara yang terdengar. Tentu saja, cuaca cerah dan tempat yang indah.
"Saya mau memberitahu apa bidang pekerjaan saya jika kamu mau memberitahu apa yang kamu pikirkan sekarang." Ucapan Sagara menarik perhatiannya hingga dia tersenyum. "Tidak ada, hanya cuaca cerah dan banyak orang lewat dengan beragam ekspresi untuk di perhatikan."
Sagara mengikuti pandangan Mahika lalu mereka kembali diam.
Sagara biasanya selalu dihadapkan dengan para wanita yang sibuk mencari perhatiannya dengan membicarakan banyak hal termasuk kelebihan mereka dan apa saja yang mereka sukai. Sagara sebagai gentleman tentu saja bertugas mendengarkan sambil memberi respon di setiap ucapan yang di lontarkan oleh teman wanitanya. Itu biasanya hanya butuh beberapa kali pertemuan sampai Sagara memutuskan wanita itu apakah akan bermasalah jika diajak tidur atau tidak. Dia hanya mau menghabiskan malam dengan orang yang sama-sama senang melakukannya tanpa ada drama di akhir. Ayolah, Sagara sudah berumur dan kebutuhan biologis bukan sesuatu yang bisa dia abaikan, dia bukannya berniat hidup selibat juga. Toh selama ini teman tidurnya bisa dihitung dengan satu tangan.
"Saya bekerja di dunia kuliner." Sagara menjawab pertanyaan Mahika tadi.
"Kamu chef?"
"Itu pertanyaan kedua, Mahika, kamu harus membiarkan saya menanyakan hal pribadi jika ingin saya menjawab itu juga."
Mahika menggerutu dan Sagara tertawa.
"Kamu mau ke mana setelah ini?" tanya Mahika sambil mengaduk minuman di gelasnya dengan sedotan untuk mengalihkan rasa gugupnya.
Gugup, Mahika? Tanyanya pada diri sendiri.
"Makan malam?"
"Saya sudah memakan ini." Mahika melirik mangkok yang tadinya berisi gelato empat scoop.
"Gelato tidak bisa di sebut makan malam, Mahika."
"Tapi perut saya penuh."
"Kita bisa menunggu beberapa saat atau berjalan-jalan dulu sambil menunggu kamu lapar."
"Tapi saya tidak mau makanan barat."
"Kamu sedang mau apa?"
"Makanan rumahan." cicit wanita itu
"Homesick di hari ke lima, Mahika?" tanya Sagara dengan kilatan jenaka di matanya.
"Ini pertama kalinya saya pergi jauh untuk waktu lama, tahu."
"Mau saya masakkan sesuatu?"
"Kamu bisa masak?"
"Sedikit, lagi pula saya bekerja di bidang kuliner, ingat?"
"Apa....apa kamu bisa membuat nasi goreng kampung? Jangan tertawa, tapi saya benar-benar buta soal dapur."
"Tidak masalah, saya sangat mengerti masalah dapur. Kita bisa belanja sebentar lalu saya masakkan untuk kamu." Pria itu tidak tertawa, dia tersenyum pada hal yang Mahika tidak bisa padahal standar wanita bagi kebanyakan orang adalah harus bisa memasak. "Saya antarkan kamu dulu pulang, lalu saya akan berbelanja dan memasak di penginapan saya dan mengantarkannya ke kamu begitu selesai." ucap Sagara begitu melihat kekhawatiran di muka Mahika sesaat setelah dia meminta nasi goreng kampung tadi.
"Apa tidak merepotkan?"
"Tentu saja tidak, nasi goreng itu easy peasy, Mahika."
"Bukan,maksud saya bolak balik mengantar. Saya bisa pulang sendiri atau makan di tempatmu?" ucap Mahika ragu di akhir kalimat.
"Tidak repot sama sekali. Lebih aman jika saya mengantarmu pulang dan mengantarkan makanannya nanti. Kamu terlihat tidak nyaman di ruangan tertutup berdua dengan saya yang masih berpotensi menjual organ dalammu atau menjadikanmu korban human trafficking 'kan?"
Hayooo follow IG @akudadodado hihi
Tebak terooos kerjaan babang Sagara apa wkwkwkwOiya aku ga menolak taburan vomment lho untuk effort update tiap hari ini 🤭
12/8/19
12.06Repub 13/9/19
KAMU SEDANG MEMBACA
Home Away From Home [FIN]
RomanceSudah cetak selfpub ISBN 978-602-489-768-0 Mahika mengalami patah hati pertama setelah ditinggalkan oleh cinta pertamanya setahun lalu. Masa pacarannya menyaingi cicilan mobil, bahkan jika dia mencicil mobil dia rasa itu lebih berfaedah dibanding be...