Repub tanpa edit 20/7/20
6/11/20
22/6/21
Menara Eiffel.Tujuan pertamanya di Paris adalah bangunan yang tinggi menjulang di hadapannya sekarang ini. Mahika turun dari kereta di Trocadéro Garden, berjalan menyusuri anak tangga sedikit lalu dia melihat Menara Eiffel di sana. Beruntung dia sempat membaca beberapa blog mengenai lokasi mana saja yang harus dia kunjungi dan tempatnya berdiri saat ini adalah salah satu lokasi terbaik untuk melihat Menara Eiffle.
Dia datang ke sini setelah meletakkan barang bawaannya lalu mandi sejenak untuk mengusir perasaan lelah. Untung saja dia sampai di sana siang hari sehingga dia masih dapat melihat air mancur yang menjadi magnet tersendiri bagi orang-orang yang tengah berjemur, menikmati panas matahari di kulitnya. Mahika yang memakai midi sleeveless dress berwarna putih itu pun menikmatinya. Dia duduk di rerumputan, menghidu aromanya yang menenangkan. Berdiam diri di sana sambil memadang si menara yang sering menjadi latar bagi orang-orang yang melakukan pre-wedding. Saat ini pun Mahika dapat melihat beberapa pasang yang melakukan hal itu di area tangga Trocadéro tadi. Spot yang bagus untuk mengambil foto memang. Tadi Mahika sempat mengeluarkan kameranya dan mengambil foto menara itu lengkap dengan air mancur di taman ini.
Suara orang berbincang-bincang terdengar jelas dari tempatnya duduk, bahkan ada pasangan yang sedang berciuman dengan latar belakang Eiffle. Mahika tersenyum melihat hal itu lalu mengingatkan dirinya bahwa ini Paris, kota yang selalu menjadi tempat romantis bagi pasangan yang tengah dimabuk cinta dan terlihat bahagia.
Ngomong-ngomong soal bahagia, kapan terakhir kali dia merasakan bahagia? Dia sadar selama ini dia salah dalam menilai kebahagiaannya, menganggap sosok pria itu yang membawa kebahagiaannya padahal seharusnya bahagia itu dia yang ciptakan sendiri dengan Garin sebagai penambah rasa bahagianya.
Mahika sibuk dengan pikirannya yang seperti benang kusut hingga tidak menyadari seseorang ikut duduk dengannya diatas rerumputan itu. Orang itu sepertinya juga enggan untuk meyapa Mahika yang tampak menikmati kesendiriannya. Dari ekor matanya dia dapat melihat wanita itu tampak lebih segar, mungkin dia sudah mandi tadi karena aroma buah-buahan tercium dari wanita itu ketika angin berembus. Dia tampak duduk bersila di atas rumput dengan tangan terjalin di atas pahanya. Rambut sebahunya kini sudah tergerai, dia dapat melihat gelombang di bagian bawah rambut wanita itu sekarang. Cantik.
Seakan tersadar bahwa ada yang memerhatikannya, Mahika menoleh ke sisi sebelah kiri secara otomatis. Matanya bertemu dengan mata pria itu yang menatapnya dengan tersenyum.
"Halo, Dora the explorer." Sapa pria itu membuat Mahika mengerutkan alisnya kemudian tersadar panggilan itu ditujukan padanya, "Atau aku harus memanggilmu Mahika the explorer?" lanjutnya jenaka.
"Apa yang kamu lakukan di sini?" Mahika memilih mengabaikan pertanyaan Gara itu.
"Apa yang turis lakukan di sini? Melihat menara yang tinggi menjulang itu sambil menghabiskan waktu dengan melamun?"
"Kamu baru saja menggambarkan saya?" Mahika menyipitkan matanya, membuat mata yang sudah sipit itu semakin sipit. Gara melihat hal itu tampak lucu lalu terkekeh. "Semua orang yang datang ke sini seorang diri melakukan itu, Mahika. Jika mereka datang berdua dengan pasangannya maka mereka akan melakukan itu." pria itu menunjuk dengan dagunya ke sebelah kanan Mahika, tampak sepasang muda-mudi yang larut dalam dunianya sendiri dengan bersilat lidah. Literally, bersilat lidah. Mahika berjengit melihat itu lalu mengalihkan perhatiannya kembali pada Gara yang terlihat berbeda. Dia mengenakan kaos berwarna biru dongker dengan celana pendek berwarna hitam dan loafers yang berwarna hitam juga. Kacamata hitamnya yang di gunakan untuk menghalau sinar matahari yang sedang lucu-lucunya sekarang ini tersampir di kerah kaosnya. Mahika dapat melihat sesuatu menyembul dari balik kerah itu. Tato?
"Saya pikir untuk ukuran orang yang memiliki kampung di Eropa kamu tidak tertarik lagi untuk melihat menara ini." ucpa Mahika untuk menarik perhatiannya ke hal lain selain memikirkan apa yang menyembul itu.
"Cuaca hari ini sangat cerah, sayang untuk di lewatkan dan tempat yang terpikirkan olehku hanya ini. Tidak terpikirkan oleh saya bahwa akan melihatmu untuk yang ketiga kalinya di sini." Gara meletakkan tangannya ke belakang untuk menopamg tubuhnya sementara dia meluruskan kakinya yang jenjang itu.
Tunggu, ketiga kali? Seingat gue baru ketemu dua kali dengan ini. Tapi Mahika enggan menanyakan hal itu dan tampaknya Sagara juga tidak berniat menjelaskan karena pria itu kini tampak sedang menikmati sinar matahari dengan menengadahkan kepalanya ke arah langit.
"Kamu mau ke mana setelah ini?" tanya pria itu memecah keheningan yang terasa nyaman bagi Mahika. Sejujurnya dia belum tahu akan ke mana setelah ini, karena tujuan utamanya ketika menjejakkan kaki di kota Paris adalah tempat ini.
"Tidak mau naik ke atas?" lanjut pria itu sambil menatap Mahika yang menggeleng.
"Tidak tertarik, lebih menyenangkan di bawah sini." Bohong, Mahika takut dengan ketinggian sehingga dia tidak akan pernah mau naik ke atas menara itu. Berada di ketinggian membuat kakinya gemetar. "Saya mungkin akan ke Louvre setelah ini. Kamu?"
"Louvre juga sepertinya."
"Kamu mengikuti saya?"
"Ayolah, kita sebagai sesama solo traveler yang berasa dari negara yang sama. Lebih baik berdua di banding sendiri di negara orang lain 'kan?"
"Mister, kampungmu bahkan di Italia dan ini bukan pertama kalinya kamu ke sini."
"Yeah dan aku sebagai tuan rumah yang baik berniat menjadi pemandumu selama di sini."
Mau lihat foto yang diambil Mahika? Coba cek ig @akudadodado hihi
KAMU SEDANG MEMBACA
Home Away From Home [FIN]
RomanceSudah cetak selfpub ISBN 978-602-489-768-0 Mahika mengalami patah hati pertama setelah ditinggalkan oleh cinta pertamanya setahun lalu. Masa pacarannya menyaingi cicilan mobil, bahkan jika dia mencicil mobil dia rasa itu lebih berfaedah dibanding be...