3

2.1K 122 5
                                    

Semua mata penghuni kelas tertuju pada keempat makhluk yang membuat semuanya hening. Bahkan, teriakan Bu Ningsih pun takkan mampu membuat mereka terdiam hanya dengan satu teriakan. Teriakan keempat -ralat ketiga makhluk tersebut benar-benar membuat telinga sakit.

"Hey, ada apa?" Rayhan -sang ketua kelas bangkit dari kursinya sambil melepas earphone yang menggantung di telinganya. Ia menatap Intan, Jea, Nasha, dan Fiza secarca bergantian.

Yang membuat keheningan justru terdiam. Mereka bingung, apa perlu mereka jujur kalau penyebab teriakan mereka itu karena Rayhan?

"Kenapa diem aja? Gue tanya, ada apa?" Sekali lagi Rayhan bertanya.

"Eng.. ini.." Fiza akhirnya membuka suara, mewakili ketiga temannya. "Tadi... gue curang! Iya, curang, makanya diteriakin," kata Fiza kikuk dengan cengiran lebar yang dipaksakan.

"Curang? Main apa?" selidik Rayhan.

"Main..." Fiza kebingungan. Berkali-kali ia melirikan matanya meminta pertolongan kepada ketiga temannya. Tapi yang dilirik justru nggak peka.

Rayhan mendecakan lidah, dia tau kalau Fiza sedang berbohong, "Daripada main yang nggak jelas, mending kalian belajar atau ngerjain hal yang lebih berguna gitu. Kalau teriak-teriak gitu, ganggu tau nggak," ucap Rayhan tegas namun terdengar dingin.

Fiza menganga. Tubuhnya sekarang memang berada di kelas, namun fikirannya justru melayang ke hari kemarin ketika dia dan Rayhan di perpustakaan. Rayhan yang sedang menatapnya, berbeda dengan Rayhan yang kemarin.

"Oh ya, nilai ulangan Matematika lo di bawah KKM lagi kan ya? Mending kerjain tugas remednya, supaya lo bisa naik kelas," ucap Rayhan sambil menunjuk Fiza.

Jleb.

Sebego itukah gue? Miriss banget dengernyaa. Kesannya gue nggak ada harapan buat naik kelas, ringis Fiza dalam hati. Kalau Rayhan bukan ketua kelas, rasanya Fiza ingin menimpuknya dengan sepatu karena berani merendahkannya seperti itu.

Fiza memiringkan kepalanya, tatapannya berubah menjadi sinis, "Terimakasih atas nasihatnya. Dan maaf karena gue dan ketiga teman gue menganggu kedamaian lo.." Fiza memberi jeda, "Tuan Rayhan Mahesa." lanjutnya dingin sekaligus sinis.

**

Fiza's POV

Untung gue masih punya rasa kasihan dan nggak tegaan, coba kalau nggak, gue rasa tadi Rayhan udah ada di UKS karena mimisan akibat gue timpuk pake sepatu. Mulut dia ternyata tajam banget, padahal selama ini dia pendiam. Tunggu, pendiam? Berarti Rayhan yang kepedean dan ceria yang kemarin nemenin gue di perpus beda dong? Apa dia punya kepribadian ganda?

Drrt.. Drrt..

Dering ponsel berhasil membuyarkan lamunan gue tentang kejadian tadi siang di sekolah. Gue mengambil ponsel yang tergeletak sembarangan di kasur dan membuka satu BBM baru.

Fiza?

Gue langsung merubah posisi menjadi tengkurap karena terkejut dengan nama pengirim pesan. Rayhan?

Apa?

Gue membalas secepat dan sesingkat mungkin, Tanpa basa-basi.

Beberapa detik setelah terkirim, Rayhan langsung me-read pesan gue tersebut. Namun setelah lima menit lamanya, sama sekali belum ada balasan dari Rayhan. Padahal tulisan 'Rayhan is typing..' sama sekali belum hilang. Apa dia bingung merangkai kata-kata? Oh.. kata-kata permintaan maaf mungkin. Bisa jadi.

Gue memutar bola mata malas. Sepuluh menit lewat dan belum ada balasan dari Rayhan. Helloo, Rayhan bales BBM apa bikin cerpen? Lama bangett. Akhirnya gue melempar ponsel ke sembarang tempat -semoga mendarat di kasur juga- karena tangan gue kesemutan pegangin ponsel teruss.

Math is My LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang