20//Fakta

1.2K 111 16
                                    


“Tapi, Kak aku nggak tau harus ngapain kalo ditinggalin sendiri gin-“

Bruk!

Fiza mundur beberapa langkah dari pintu di depannya ini yang sudah tertutup rapat dengan perasaan kaget. Ia melongo, berusaha mencerna perkataan empat cowok di balik pintu di depannya ini.

“Kalo nggak ada kerjaan Fiza bisa bantu Nenek di dapur!” Itu suara si tuan rumah, Oriza.

“Kak Oriza punya banyak cemilan tuh di kulkas. Abisin aja, Fiz. Ikhlas kok Kak Orizanya,” pekik Mikel, setelahnya terdengar Oriza yang mendumal.

“Bentar lagi Sora adeknya kak Oriza bakal pulang kok. Nanti Fiza main sama dia aja.” Kali ini suara Rama. Cowok hitam manis yang baru saja Fiza ketahui namanya.

“Fiz, Fizaa? Kalo kamu nggak sanggup di sana, pulang aja ya. Nanti Kakak nyusul,” dan yang terakhir suara kakaknya sendiri, Fayhar.

Fiza menghembuskan nafasnya. Cewek itu nggak mengerti apa maksud perbuatan Kakaknya, Fayhar bersama ketiga temannya. Bukannya tadi mereka yang mengajak dirinya ke sini? Lalu kenapa sekarang dia ditelantarkan begitu saja?

Sampai menit ke lima, Fiza masih terdiam memandangi pintu kamar Oriza. Ia mengetuk-ngetukan jari kakinya ke lantai. apa perlu dia menuruti perkataan Oriza tadi? Tapi saat menginjakkan kaki di rumah ini, ia sama sekali nggak melihat ada penghuni lain, selain Oriza tentunya. Dan yang pasti, Fiza nggak tahu di mana letak dapur.

Cewek itu menggeram frustasi.

Sementara itu di dalam kamar, Fayhar yang berkali-kali mendesak Oriza untuk membukakan pintu untuk adeknya itu, sama sekali nggak ditanggapi oleh si pemilik rumah. Oriza sudah mempunyai rencana sesuatu.

Oriza : Kaindraa! Cepet lo ke kamar gue bawain makanan, sekarang! Gue lg sama temen-temen nih.

Kaindra Arthanabil: lo udh di rumah? Gila, masuk gak bilang-bilang. Ucap salam kek lo, kaya maling aja.

Kaindra Arthanabil : ambil sendiri noh. Ogah gue anter-anter, mang gue babu lo. Lagian gue lg bantu nenek masak. Jan manja.

Oriza: Ish Kai Oppa, jebaalll, aku mohon *emotmelas*

Kaindra Arthanabil: In Indonesia, please.

Oriza: Ish Bang-Kai, toloong, aku mohon *emotmelas*

Kaindra Arthanabil : *emotpup*

Kaindra Arthanabil : Berisik lo, iya iya gue kesana. Apa sih yg gak buat Bang-Or :*

Oriza : wakakaka. Itu baru adeq ku :*

Sementara Oriza cekikikan di dalam kamarnya, Kaindra yang sedang memasak –lebih tepatnya membantu nenek masak hanya mendumal kesal. Ia mematikan ponselnya, lalu kembali meletakkan di kantong celemek yang ia pakai. Cowok itu kembali melanjutkan kegiatannya menumis kacang panjang.

“Nek, masa Bang Or udah sampe rumah gak ngucapin salam.” Kaindra mulai mengadu kepada neneknya yang tengah menggoreng ikan di sampingnya.

Wanita paruh baya yang umurnya sudah lebih dari setengah abad itu menggelengkan kepalanya. “Oriza udah sampai rumah? Di mana dia?”

“Di kamar, sama temen-temennya. Udah gitu masa dia minta Kaindra bawain makanan. Emang Kaindra babu apa,” Kaindra sedang merajuk, pemirsa.

Nenek tertawa sekilas, lalu menepuk bahu Kaindra. “Di kulkas kayaknya masih ada kentang, kamu goreng gih, nanti bawain sana ke kamar abangmu. Nanti kalo makan siang udah siap, suruh mereka ke meja makan.” 

Math is My LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang