6//Menghitung Jam

1.7K 102 5
                                    

Apa yang dilakukan Rayhan di rumah Intan? Apa mereka tetanggaan? Tapi.. nggak ah. Seumur-umur gue main ke rumah Intan, nggak pernah tuh liat Rayhan berkeliling kompleks atau mungkin berkunjung ke rumah Intan. Ada sesuatu yang gue nggak ketahui sekarang.

"Berdiri aja Fiz, nggak pegel?" tiba-tiba suara Intan terdengar, membuat gue berbalik dengan mendadak masih dengan tangan menggenggam buku tulis Rayhan.

"I-iya, gue mau duduk," jawab gue seketika gugup lalu duduk di bangku taman dengan meja yang berserekan buku-buku tadi.

"Megangin apa tuh?" Intan mencondongkan tubuhnya mendekat ke gue, penasaran.

"A-ah?" gue tampak kayak orang linglung sekarang. "I-ini, gue megangin buku tulisnya Rayhan," jawab gue jujur dengan cengiran lebar sambil memamerkan buku tulis Rayhan di genggaman gue.

Intan hanya ber-'oh' ria tanpa suara sambil mangut-mangut, lalu ikut menghempaskan tubuhnya di depan gue.

"Lo tau? Rayhan baru aja pindah kemaren pagi loh, mendadak banget." Intan memberi informasi tanpa gue tanya.

Gue menoleh cepat menghadap Intan, tertarik dengan perkataannya barusan. "Pindah? Kemana? Kok bisa? Kenapa mendadak?" tanya gue beruntun.

Intan mengedikan bahunya, "Gue juga nggak tau kenapa, tapi yang pasti dia pindah ke rumah tepat di seberang rumah gue. Yang udah kosong dua bulan itu loh Fiz," katanya sambil membereskan buku-buku yang berserakan.

"Ohh, yang rumah tingkat di depan itu? Yang cat biru?"

Intan lagi-lagi mengangguk, "Iya, yang kalo diitung cuma lima langkah dari halaman depan rumah gue," Intan terkikik geli sendiri.

Gue hanya mendecih pelan, "Kayak lagu dangdut aja," gumam gue pelan.

Setelah itu ada jeda beberapa saat, semuanya mendadak hening. Mungkin gue cocok dicap sebagai tamu yang nggak tau diri sekarang, karena bukannya membantu Intan yang lagi membereskan buku-bukunya, malah sibuk sendiri memperhatikan halaman belakang milik si tuan rumah.

"Mau belajar dimana nih? Kamar gue apa disini aja?"

"Disini aja." Jawab gue singkat.

"Oke,"

Intan menarik salah satu buku di antara tumpukan buku-buku lainnya yang tadi dia rapikan. Dan gue, hanya sebagai penonton.

"Trus gue ngapain?"

Intan memandangi gue, "Terserah lo." Katanya sambil tersenyum lebar.

Dan gue hanya memutar bola mata malas. Gak guna banget dong gue disini. Intan bener-bener ngeselin.

-

-

-

30 menit kemudian..

Sedari tadi, jari-jari di tangan gue masih asik mengetuk-ngetuk meja kayu di depannnya. Ntah kali ini irama lagu apa yang sedang dimainkan jari gue, tapi yang pasti -selama 30 menit penuh- hanya mengetuk-ngetuk mejalah pekerjaan gue. Plus, beberapa kali diselingi dengan meneguk es jeruk buatan mamanya Intan yang sekarang tinggal setengah.

"Ntan, lo mau bayar gue perjam berapa nih? Gue berasa kayak penonton bayaran tau daritadi," kata gue kesal.

Intan mengangkat kepalanya dan menatap gue santai, "Lo maunya berapa? Tenang, nanti pasti gue bayar,"

Gue mendecakan lidah sambil mengacak-acak rambut sendiri, "Gue mau balik,"

"Nggak boleh!"

"Gue mau pulang,"

Math is My LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang