"Kenapa lo senyum-senyum gitu?" tanya gue penuh selidik.
"Ah.." Rayhan terlihat gelagapan. "Nggak apa-apa," dia tersenyum.
Gue mengangkat alis sebelah, "Oh?"
Rayhan hanya mengangguk-angguk lalu kembali menunduk, mengerjakan latihannya kembali.
Gue mengangkat bahu nggak peduli.
Obrolan tentang Intan berakhir begitu saja.
**
Untuk pertama kalinya, gue datang ke sekolah bersama Kak Fayhar -tentunya diantar ayah. Sekolah masih sepi, kecuali lingkungan kelas sembilan tentunya. Jam masih menujukan pukul 05.50, yang artinya baru sepuluh menit lagi kelas tambahan Kak Fayhar dimulai.
Untuk pertama kalinya juga dalam sejarah kelas 8B, gue -Hafiza datang sebagai pembuka pintu kelas pertama, Wow! Rekor yang luar biasa. Gue wajib mengumumkannya di depan kelas nanti, karena akhirnya ada yang berhasil menggeser posisi tetap Zalfa sebagai pembuka pintu pertama kelas 8B. Hah, oke abaikan.
Kelas masih gelap. Seluruh bangku masih berada di atas meja -kerjaan gue kemarin nih, jendela masih tertutup rapat, begitu juga tirai yang menutupinya. Gue jadi takut masa. Haah, kelamaan berteman sama Jea jadi ketularan penakut kan. Oke, lebih baik gue nyalain lampu, buka tirai, taruh tas di tempat duduk gue, daan ke kantin!
Kantin pun masih sepi krik-krik-krik. Kelas sembilan sudah memulai kelas tambahannya dari lima menit yang lalu. Kalau gini ceritanya, lebih baik besok gue datang normal kayak biasa aja deh. Daripada ngejones sendirian~ huhuhu.
"Bu, saya udah boleh pesen?" tanya gue ke ibu-ibu kantin yang masih sibuk beres-beres.
Ibu-ibu kantin itu menatap gue, "Boleh aja. Mau pesen apa?"
Gue menghela nafas lega, "Jus alpukat satu," kata gue semanis mungkin (-_-)
Ibu-ibu kantin malah mengerutkan keningnya bingung. Apa ada yang salah? "Gak takut mules Neng?"
Aihh, gue tersenyum kikuk. Iya juga sih ya, daripada nanti mules mengganggu segalanya, ribet kan. Oke gue ganti pesanan. "Iya juga ya bu. Yaudah deh, teh manis panas aja satu,"
"Oke, ditunggu ya Neng,"
Gue mengangguk sambil tersenyum. Lalu berjalan menuju bangku kantin yang menghadap ke lapangan.
Nggak berapa lama kemudian, ibu-ibu kantin tadi datang membawa segelas teh manis panas. Gue tersenyum sambil mengucapkan terima kasih.
Gue mengambil ponsel dari saku baju dan membukanya. Ada satu pesan dari Jea?
Fiz, seriusan lo udah dateng? Rajin ngeeet. Tapi lo dimana? Gue sendirian kek apaan tai di kelas,gak ada tujuan mau kenamaa. Ttakuttt guaa :|
Gue memutar bola mata malas membacanya. Tuhkan, Jea pasti lagi merinding-merinding gaje, ngetik aja sampe typo gitu.
Gue di kantin.. eh hati-hati loh Je, di belakang lo~
Gue terkikik geli membaca pesan balasan untuk Jea sebelum dikirim. Gue menyeruput teh manis panas yang sekarang sudah menghangat.
Bruk!
Gue mengerjap-ngerjap mata memandang sekitar. Apa yang terjadi? Suara apa tadi?
"Fiza!" Jea dengan ngos-ngosannya duduk di depan gue. Keringat membanjiri wajahnya. Gue menatapnya cengo.
"Kenapa lo? Abis dikejar siapa? Atau apa?" tanya gue beruntun masih dengan muka cengo.
Bukannya menjawab, Jea malah bangkit dari posisinya dan berjalan menuju tong sampah yang udah tergeletak di lantai. Jadi tadi Jea nabrak tong sampah? Astagaa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Math is My Life
Fiksi RemajaSemua bermula dari kebodohan gue di pelajaran Matematika. Dia datang, membawa harapan 'lo pasti bisa keluar dari kebodohan di pelajaran yang membutuhkan banyak rumus itu'. Dan semua berakhir saat gue bisa keluar dari kebodohan itu, tapi terjebak dal...