"Ehh ayo dong cepetaan, keburu bu Ningsih masuk!" untuk kesekian kalinya Fiza berseru panik. Intan yang duduk di depannya semakin mempercepat gerakan tangan dan kerja otaknya untuk mengerjakan tugas remedial Fiza dengan terburu-buru.
Intan memang teman yang setia kawan dan rela berkorban. Dan Fiza semakin menyayanginya melebihi Jea dan Nasha.
"Woy!!" terdengar suara teriakan heboh serta langkah kaki orang lari di luar kelas sana.
Bruk!
Pintu kelas terbuka dengan kencang. Semua penghuni kelas yang sedang menikmati jamkos -kecuali Fiza dan Intan yang sedang terburu-buru, langsung tertuju pada si pembuka pintu kelas -yang membuat keributan.
"Ada apa?" Rayhan -si ketua kelas, bertanya lebih dulu.
Si pembuat keributan, yang ternyata salah satu siswa cowok kelas sebelah masih sibuk mengatur nafasnya yang ngos-ngosan, sebelum akhirnya berkata, "Gue mau ngabarin kalo bu Ningsih kecelakaan!"
Seketika kelas hening mendadak. Tapi sedetik kemudian..
"HOREEE, YESS! Gue nggak jadi dimarahin!"
Di pojok kelas, Fiza yang semula sedang berseru panik agar Intan cepat-cepat mengerjakan tugas remedial matematiknya, langsung jingkrak-jingkrak bahagia ketika mendengar kabar buruk tersebut. Dia memang murid durhaka.
Semua mata langsung tertuju pada Fiza yang dengan cueknya joget-joget bahagia di pojok kelas sana. Sekarang mereka malah berfikir, kalau Fiza memliki gangguan dimana ia merasa bahagia diatas penderitaan orang lain.
"Fiza! Lo gila apa? Bu Ningsih kecelakaan, kenapa lo malah jingkrak-jingkrak gitu?!" Jea berseru bingung dari kursinya.
"Bodo amat, gue nggak peduli. Yang penting gue nggak dimarahin!" balas Fiza cuek.
Semua langsung menggeleng dengan serempak. Jea yang mendadak geram melihat kelakuan sahabatnya ini, langsung bangkit dari posisi duduknya dan menghampiri Fiza dengan wajah kesal.
"Fiza, sadar nggak sih sama apa yang lo bilang tadi?!" bentak Jea tepat di depan wajah Fiza.
Fiza langsung berhenti joget-joget heboh lalu menaikan sebelah alisnya, "Kok jadi lo yang sewot sih?!" bentaknya nggak kalah kasar.
"Iyalah gue sewot, lo abisnya aneh sih! Kayak bukan Fiza yang biasanya," ucap Jea melembut.
"Emang Fiza yang biasanya gimana?" tanya Fiza dengan dagu yang sedikit terangkat. Kesongongan Intan sekarang sedang merasuki tubuhnya.
Jea terdiam sejenak. Namun setelah itu, sebuah seringai kecil muncul di bibirnya, "Fiza yang biasanya itu..." ia menggantungkan ucapannya. "Nggak bakal marah kalo gue pukulin!"
Plak!
Satu tamparan mendarat dengan mulus di pipi kanan Fiza.
"Lo apaan sih?!" Fiza berseru kaget sambil mengelus pipinya yang memerah.
Plak! Plak!
Dua tamparan sekaligus mendarat di kedua pipi Fiza.
Belum sempat Fiza berseru, satu tamparan kembali mendarat di kedua pipinya.
"JEA GUE KESAKITAN TAU GAK?!"
**
Fiza's POV
"JEA GUE KESAKITAN TAU GAK?!" ntah untuk keberapa kalinya gue berseru kesakitan. Tapi sebuah tangan yang gue yakini tangannya Jea, sama sekali nggak mau berhenti menampar kedua pipi gue ini.
"Bangun makanyaaaa! Udah siang! Hari ini hari Senin, Fizaaaaa!"
Loh?
Gue mengerjap-ngerjap mata perlahan. Bayangan seseorang yang membelakangi cahaya matahari masuk ke penglihatan gue untuk pertama kalinya. Dan gue kembali mengerjap-ngerap mata untuk memperjelas penglihatan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Math is My Life
Teen FictionSemua bermula dari kebodohan gue di pelajaran Matematika. Dia datang, membawa harapan 'lo pasti bisa keluar dari kebodohan di pelajaran yang membutuhkan banyak rumus itu'. Dan semua berakhir saat gue bisa keluar dari kebodohan itu, tapi terjebak dal...