34. Uncomfortable

65 9 2
                                    

"Apa begini cara memakainya? Maaf, aku tidak terbiasa dengan gaun." Ujarku lalu terkekeh dengan canggung. Wanita itu mengangguk padaku sambil tersenyum. Wanita itu menghampiriku untuk memasang perhiasan seperti anting dan kalung dengan bunga mawar berwarna senada. Sentuhan terakhir yaitu sepatu. Semuanya memberikan senyuman puas ke arahku. Mereka terlihat bangga dengan hasil kerja mereka. Bahkan Minjoo terlihat kagum tapi ia berusaha untuk tidak menunjukkanya.

"Ah, gawat sudah hampir pukul 6. Aku harus segera berangkat." Ujarku setelah menatap jam dinding yang berada di ruang tengah. Aku berlari ke kamarku, mengisi tas yang seperti dompet yang diberi Jangmi dan membawa undangan yang sama sekali belum terbuka itu. Yah, aku belum sempat membukanya sama sekali karena aku tidak mengeluarkannya dari tas kerjaku, takut benda itu akan hilang.

"Ah benar, Terima kasih atas kerja keras dan bantuan kalian karena sudah membantuku. Aku minta maaf tidak bisa mengantarkan kalian keluar karena aku sudah hampir terlambat, err.. Minjoo akan menggantikanku." Ujarku dengan canggung.

"Tidak apa-apa, nona. Kami senang bisa membantu. Tolong berhati-hati di jalan." Ujarnya. Aku mengangguk lalu menunduk pada mereka dan berusaha melangkah dengan cepat menggunakan sepatu berhak tinggi ini. Aku juga berusaha untuk tidak melukai diriku selama itu. Sampai di depan gedung apartemenku, aku melambaikan tangan ke jalan dan tak lama kemudian taxi datang mendekat. Aku segera masuk lalu memberikan undangan pada supir itu sambil meraih ponselku yang berada di dalam tas. Supir taxi itu menatap bingung ke arahku.

"Nona.. ini..?" Tanya supir taxi itu.

"Ah benar, tolong ke alamat yang ada di undangan itu paman." Supir taxi itu membuka undangan yang kuserahkan padanya lalu memberinya pada kembali setelah memasukan alamat yang tertera ke GPS. Aku menatap layar ponselku. Kupikir, Silla akan menghubungiku kembali tapi tidak ada pemberitahuan apapun dari ponselku. Gadis itu.. apa ia sesibuk itu hingga tidak bisa menyentuh ponselnya?

"Nona kita sudah sampai. Apa kau ingin aku antarkan sampai ke dalam?" Tanya supir taxi itu setelah membawaku ke depan gerbang sebuah rumah yang terlihat seperti istana dengan penjaga yang sedang melihat undangan yang dibawa para undangan sebelum masuk. Aku menelan salivaku dengan berat.

"Paman, apa benar disini tujuan dari alamat itu? Apa kau tidak salah memasukan alamat?" Tanyaku pada supir taxi itu tidak terlihat yakin dengan semua pemandangan mewah di hadapanku.

"Saya yakin ini memang alamat yang ingin anda tuju nona." Jawab supir taxi itu yakin setelah kembali memeriksa alamat itu kembali pada GPS.

"Baiklah, tolong antarkan aku ke dalam paman." Ujarku lemah. Supir taxi itu membawaku masuk ke dalam setelah aku menunjukkan undangan yang kubawa. Semakin dekat dengan istana itu semakin membuatku merasa gugup. Aku masih belum yakin tempat ini adalah tujuanku. Belum lagi aku merasa terintimidasi dengan tatapan beberapa undangan lain yang menatapku dengan tatapan mengejek setelah melihatku turun dari taxi. Ugh, lebih baik aku berjalan kaki saja dari gerbang.

Aku melangkahkan kakiku dengan canggung saat masuk. Hal pertama yang kupikir saat masuk ialah apa saat ini aku menjadi Alice yang masuk ke Wonderland? Pemandangan mewah dengan orang-orang yang mengenakan benda mewah sangat terasa asing padaku. Aku pernah pergi ke beberapa pesta sebelumnya tapi tidak dengan pesta yang semewah ini. Kurasa aku benar-benar berada di pesta yang salah. Supir taxi itu pasti membawaku ke alamat yang salah. Aku harus keluar dari sini sebelum di usir.

"Kyuhee?" Aku mendengar seseorang memanggil namaku, aku melihat ke sekitar dan tidak melihat orang yang terlihat memanggilku. Kurasa aku terlalu tertekan berada di sini hingga berhalusinasi mendengar seseorang yang memanggilku. Aku benar-benar harus segera keluar dari sini.

"Kyuhee.. Hey, Choi Kyuhee!" Tubuhku berhenti melangkah saat seseorang menyentuh bahuku dari belakang. Saat aku berbalik, aku membulatkan kedua mataku tidak percaya. Silla dan Suho sudah berada di belakangku.

"Silla? Bagaimana kau bisa datang kemari? Oh tidak, ini pasti halusinasi." Tanyaku dengan terkejut lalu mencubit pipiku sendiri. Silla menghela nafas panjang setelah melihat sikapku. Ia menyentuh kedua bahuku lalu melihat kesekitarnya seperti takut seseorang akan bertemu denganku.

"Seharusnya itu pertanyaanku, kenapa kau bisa kemari? Bukankah kau benci keramaian? Kau seharusnya tidak disini." Celoteh Silla melihatku dengan khawatir. Kurasa, Silla bukan halusinasi. Ia benar-benar datang kemari.

"Silla, kau seharusnya tidak berkata seperti itu padanya." Ujar Suho terlihat menyadari kekhawatiran Silla. Ia menyentuh bahu gadisnya agar tenang. Aku tidak tau apa yang Silla pikirkan tapi ia terlihat takut aku melihat sesuatu yang seharusnya tidak kulihat.

"Uh..  sepertinya kau benar. Aku di undang ke acara pesta pertunangan rekan kerjaku tapi sepertinya aku berada di pesta yang salah. Aku harus pergi.." Ujarku dengan tidak nyaman melihat kesekitar. Sebuah pesta memang menyesakkan bagiku tapi berada disini lebih menyesakkan, melihat orang-orang yang saling memamerkan kekayaan mereka dan berbicara mengenai bisnis.

"Kau tidak mungkin bisa masuk ke mari jika kau membawa undangan yang salah. Kyuhee, Kau berteman dengan Joo Jangmi?" Tanya Silla terlihat mendesakku. Hal itu membuatku semakin tidak nyaman.

"Silla, tenangkan dirimu. Jangan mendesaknya. Ia terlihat sudah sangat tertekan hanya karena berada disini." Ujar Suho lagi. Silla menatap ke arah Suho lalu menarik dan melepas nafasnya berusaha untuk tenang. Aku menatap Silla dan Suho, mereka terlihat mengetahui sesuatu yang tidak aku ketahui. Apa itu? kenapa mereka menyembunyikannya padaku?

"B-bagaimana kau tau? Dia rekan kerja terdekat yang selalu kuceritakan pada kalian. Apa disini benar-benar acara miliknya? Dia.." Tanyaku masih belum mengerti dengan situasi yang kuhadapi saat ini. Silla terlihat sangat terkejut dengan perkataanku. Ini benar-benar pesta milik Jangmi dengan kemewahan yang tidak pernah kumengerti. Pantas saja ia mampu membelikanku gaun dan mengirim penata rias ke rumahku. Astaga, kenapa tidak terpikir olehku sebelumnya?

"Kyuhee apa kau tidak tau temanmu itu adalah putri dari pemilik perusahaan dimana kau bekerja sekarang?" Ujar Silla dengan lemah. Aku menggelengkan kepalaku dengan lemah. Jangmi yang kutau bukanlah orang yang berasal dari kalangan elit seperti ini. Ia adalah gadis ramah yang terlihat sederhana dan mau berteman denganku.

"Ya tuhan, kenapa hal seperti ini bisa terjadi.." Gumam Silla terlihat frustasi dan sedih. Apa maksud dari perkataanya? Astaga, aku juga ikut merasa frustasi dengan Silla yang bersikap aneh.

"Silla, apa maksud dari perkataanmu? Kenapa kau mulai bersikap aneh semenjak di restoran saat itu?" Tanyaku tidak dapat menahan rasa penasaranku lebih lama lagi yang membuat Silla membeku sesaat. Aku menatap Suho, berharap pria itu mau menjelaskannya menggantikan Silla untukku. Tapi pria itu tetap diam seperti Silla memintanya untuk itu.

"Aku akan katakan nanti tapi kau sebaiknya pulang, kau benci keramaian bukan? Lebih baik kau pulang dan istirahat." Ujar Silla mendorongku secara sepihak. Aku menahan tubuhku. Aku tidak bisa pergi begitu saja. Yah, katakanlah aku labil. Aku merubah keputusanku karena sekarang aku tau pesta ini milik Jangmi dan aku sudah mengatakan pada Jangmi untuk datang dan ia bahkan memberikan semua ini padaku agar aku benar-benar datang. Aku tidak bisa mengecewakannya.

"Silla, aku tidak—"

"Kyuhee?!"


***


To be continued...

CONNECTED [Kang Daniel]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang