49. Determined

17 2 0
                                    

Selama perjalanan keluar, aku dan Daniel tidak mengatakan apapun. Langkah demi langkah diiringi oleh kesunyian gedung yang sudah kosong dan gelap. Ugh, aku tidak tau bagaimana caranya aku melangkah keluar seorang diri di gedung gelap dan sunyi ini sendiri dengan tenang. Bersyukur, Daniel belum pulang setidaknya ada orang yang menemaniku hingga di luar gedung. Walaupun ia bersikap menyebalkan.

"Jika kau takut, seharusnya kau tidak perlu berpura-pura merasa berani." Ujar Daniel di tengah perjalanan sambil menahan tawa. Aku menoleh sejenak ke arahnya lalu kembali menatap kedepan.

"A-aku tidak takut.. hanya merasa tidak tenang bila di kegelapan seperti ini." Elakku berusaha bersikap tenang walaupun aku yakin ia pasti sudah tau saat ini aku merasa takut. Namun, aku merasa enggan menunjukkannya. Aku menghentikan langkahku saat aku menyadari langkah Daniel sudah tidak terdengar lagi.

"Sunbae?" Ujarku setelah lalu membalikkan tubuhku kebelakang. Kulihat Daniel hanya berdiri sambil menatap ke belakangku, seakan ada sesuatu yang ia lihat. Aku menghela nafas panjang dengan lelah.

"Haha, lucu sekali sunbae. Kau membuatku takut." Ejekku berpura-pura termakan lelucon Daniel. Yang benar saja, apa ia pikir aku bodoh untuk percaya dengan leluconnya? Sayang sekali tidak. Aku kembali melanjutkan langkahku tanpa memperdulikan Daniel lagi. Tepat pada saat itu, tak jauh dariku muncul sesosok bayangan mendekat. Aku sontak menahan nafas lalu melangkah kebelakang menuju Daniel dan bersembunyi di belakangnya sambil menggenggam erat mantel yang ia pakai. Ya, tuhan! Kang Daniel tidak bohong! Hantu.. hantu itu muncul!

"Oh, Direktur Kang? Anda masih belum pulang?"

"Ya, begitulah."

Mataku yang semula terpejam, terbuka. Huh? Apa hantu terdengar seramah ini? Kenapa ia berbicara formal pada Daniel? Lalu kenapa Daniel saling berbincang dengan hantu? Dengan perlahan, aku mengintip dari belakang Daniel. Aku kembali menggeggam erat mantel milik Daniel dengan kesal saat tau hantu itu adalah Pak Han, Penjaga gedung yang sedang berpatroli. Betapa bodohnya aku!

"Saya sempat berpikir melihat sesuatu yang gaib saat baterai lampu senter saya mati, ternyata memang ada seorang gadis. Apa anda juga kerja lembur, Nona Choi?" Ujar Pak Han sambil tertawa melihatku dengan canggung muncul dihadapannya. Begitu juga dengan Daniel yang sedari tadi berusaha menahan tawa. Yah, tertawalah sepuasmu.

"Benar, pak. " Jawabku sambil tersenyum kaku.

"Kalau begitu, saya ingin pamit untuk kembali mengisi baterai lampu senter saya. Hati-hatilah di perjalanan pulang, pak. Nona" Ujar Pak Han.

"Baiklah, kerja yang bagus Pak Han." Jawab Daniel sambil sedikit membungkuk begitu juga denganku lalu Pak Han meninggalkan aku dan Daniel.

"Apa itu yang dinamakan tidak takut?" Tanya Daniel kembali menggodaku. Aku hanya bisa mendengus menahan malu. Aku tidak bisa pergi meninggalkannya begitu saja, karena aku masih takut. Tidak ada pilihan lain selain menerima ejekkanya padaku. Benar-benar, sialan!

"Bagaimana kau pulang?" Tanya Daniel menahanku setelah kami berdua sampai di pintu gerbang.

"Taxi?" Jawabku santai. Kali ini giliran Daniel menghela nafas panjang. Aku mengerutkan kening, kenapa ia seperti itu?

"Kau pulang denganku." Ujar Daniel. Memberikan keputusan secara sepihak yang membuatku terkejut.

"Sunbae, kau tidak serius." Ujarku lagi.

"Aku serius."

"Tidak, aku tidak apa-apa. Aku bisa menjaga diriku sendiri." Tolakku dengan sangat yakin.

"Uh-huh.." Daniel mengangguk-anggukan kepalanya sambil tersenyum mengejek yang demi tuhan terlihat sangat menyebalkan. Aku menghela nafas panjang lalu meninggalkan Daniel begitu saja tanpa aba-aba. Namun, langkahku menjadi berubah arah saat Daniel menarik tanganku ke arah yang berlawanan, sesuka hatinya. Urgh, jika sudah begini aku tidak ada pilihan lain selain menuruti si 'Tuan Muda' ini. Jika tidak, aku tidak yakin hal ekstrem apa yang akan ia lakukan. Seperti waktu itu.

"Kau masih tinggal di tempat yang sama, 'kan?" Tanya Daniel saat mulai menjalankan mobilnya.

"Huh? Ya, masih sama seperti dulu." Jawabku seadanya lalu bersandar di tempat duduk.

Hening.

Daniel tidak ada mengatakan apapun lagi setelah itu dan memilih untuk fokus menyetir. Aku pun juga memilih untuk diam. Aku tidak tau harus membicarakan apa dengannya setelah tidak lama berjumpa dan situasi canggung yang kami hadapi.

"Um.. apa kau tidak pergi menemui Jangmi hari ini?" Tanyaku pada akhirnya menghentikan suasana hening yang canggung. Aku tidak tau ingin membahas apalagi padanya selain Jangmi, mengingat ia juga temanku.

"Tidak, kau tau aku bahkan tidak ada waktu untuk keluar dari ruanganku sendiri." Jawab Daniel acuh. Aku menatap kearah Daniel sekilas. Pria itu tidak terlihat sedang dalam keadaan suasana hati yang buruk tapi kenapa nadanya terdengar dingin? atau aku salah dengar?

"Yah.. maksudku, biasanya kau meluangkan waktu untuk pergi bertemu dengannya. Kau tau Jangmi, selalu ingin bertemu denganmu." Jelasku dengan santai setelah itu menyesali perbuatanku yang terlihat seperti menggurui 'bos'-ku. Masa bodoh dengan formalitas lagipula aku sudah gagal untuk bersikap formal padanya.

"Kenapa aku harus?"

"Bukankah dia tunanganmu?" Ujarku yang balik membalasnya dengan pertanyaan. Kenapa Daniel bersikap seperti ini pada Jangmi? Apa mereka sedang bertengkar?

"Kyuhee, kau tidak berpikir pertunanganku dengan Jangmi terjadi  atas dasar cinta, bukan?" Pemikiranku terhenti begitu saja. Apa yang baru saja pria ini katakan?

Daniel menoleh ke arahku yang masih terpaku dengan perkataannya. Seperti sudah menduga reaksi dariku, ia kembali menatap ke jalan lalu tertawa.

"Apa yang lucu?" Tanyaku dengan jengkel.

"Sekarang aku tau alasan kenapa kau masih ditindas hingga sekarang."

"Apa kita sedang membahas itu sekarang?" Ujarku lagi semakin jengkel dengan maksud perkataan Daniel.

"Kyuhee, aku tidak mengerti dengan cara berpikirmu tapi sudah kukatakan sebelumnya, pertunangan itu bukan hubungan yang mutual melainkan sebuah bisnis. Bukankah hal seperti ini sering terjadi di novel atau tontonan oleh para wanita?" Jelas Daniel membuatku terbungkam. Bukan hubungan yang mutual.. jadi selama ini Daniel hanya berpura-pura. Lalu bagaimana dengan Jangmi?

"Kurasa kau berbakat untuk menjadi actor, sunbae." Hanya itulah hal yang bisa kukatakan pada Daniel setelah itu aku memilih untuk diam. Setelah itu keheningan kembali terjadi hingga pada akhirnya kami sampai di depan gedung apartemenku.

"Terima kasih sudah mengantarkanku, sunbae." Ujarku lalu turun dari mobilnya. Tak lama setelah aku turun, aku mendengar pintu mobil yang terbuka lalu tertutup. Aku menoleh kebelakang dan melihat Daniel sedang menyusul.

"Kenapa kau juga ikut turun?" Tanyaku sambil mengerutkan keningku tidak mengerti dengan maksud pria ini.

"Aku harus memastikan kau benar-benar sampai ke rumah jika tidak ingin dihubungi secara mendadak di tengah malam." Jawab Daniel lalu tersenyum mengejek padaku. Aku sangat tau maksud pria menyebalkan ini. Aku akan menyebabkan masalah jika tidak benar-benar diawasi itulah maksud perkataannya. Menyebalkan.

Aku hanya mendengus lalu mengambil langkah lebar meninggalkan Daniel dibelakang yang aku yakin saat ini sedang menertawakanku. Tak butuh lama, akhirnya aku sampai di depan pintu apartemenku. Saat tanganku ingin meraih tombol password, tiba-tiba pintu apartemenku terbuka begitu saja.

"Guanlin?"

***

To be continued...

CONNECTED [Kang Daniel]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang