42. Childhood Friend

53 9 0
                                    

Aku berjalan dengan salah satu tangan menenteng bungkusan belanjaan dan satunya lagi memegang ganggang permen yang ada di mulutku. Hampir seluruh isi lemari pendinginku habis termasuk cemilanku dan kurasa berjalan pada malam hari seperti ini tidak buruk juga. Entah bagaimana, hembusan angin malam seperti membawa pergi rasa penatku untuk hari ini. Yah, walaupun hari ini aku belum menjalani pekerjaan yang sebenarnya selain perkenalan terhadap gedung kantor dan tugas layaknya karyawan baru. Kurasa, rasa penat yang kurasakan ini sebagian besar bukan karena pekerjaan melainkan karena orang-orang yang kutemui hari ini.

Aku menolehkan kepalaku sesekali. Entah kenapa aku merasa orang yang berada di belakangku sedang mengikutiku. Penguntit? Oh benar, tadi pagi aku tidak sengaja mendengar para ibu-ibu yang selalu berkumpul untuk menggosip di lobi. Mereka sedang membicarakan seorang penguntit yang belakangan ini selalu mengikuti seorang gadis. Apa orang yang sekarang berada di belakangku itu dia?!

Aku secara spontan melangkahkan kakiku lebih cepat dan berusaha untuk terlihat tenang. Ugh.. kenapa disaat seperti ini tidak ada satupun orang yang lewat?! Kumohon, satu orang saja sudah cukup! Aku tidak ingin terlibat masalah lagi!

"...Hee.." Orang aneh itu secara tiba-tiba menyentuh bahuku. Hal itu membuatku sangat terkejut hingga membuatku reflek menarik tangan orang itu lalu membanting tubuhnya. Orang aneh itu secara sukses terkapar di hadapanku.

"Hahaaaa... rasakan itu penguntit!" Ujarku dengan tertawa bangga setelah membuat orang itu terkapar. Tapi tawa itu tak berlangsung lama saat aku menyadari wajah penguntit yang terlihat tidak asing. Ia terlihat seperti.. teman masa kecilku dulu. Apa dia... tidak, anak itu sudah pindah sejak enam tahun yang lalu!

"....Urgh.. apa-apaan itu tadi, Kyuhee.." Ujar orang itu berusaha untuk duduk lalu meraih topi hitamnya yang terlempar. Aku berjongkok menyetarakan tubuhku dengannya sambil mencoba menatap wajahnya dengan benar. Aku menutup mulutku dengan salah satu tanganku. Ternyata dugaanku benar! Dia Lai Guanlin, teman masa kecilku!

"G-Guanlin?!?" Ujarku tanpa sadar berteriak. Tanpa mengatakan apapun Guanlin bangkit sambil menepuk-nepuk pakaiannya yang berdebu. Aku pun ikut berdiri dan mataku tak lepas menatap Guanlin. Aku masih berusaha untuk mencerna situasi ini. Kenapa Guanlin tiba-tiba berada di Seoul? Kenapa ia bertingkah seperti seorang penguntit? Apa penguntit yang menjadi bahan gossip itu adalah Guanlin?!

"Hey, berhenti berpikiran aneh. Orang aneh itu bukan aku." Ujar Guanlin seperti menjawab beberapa pertanyaan yang ada di otakku.

"Guanlin, Kau benar-benar Lai Guanlin?! Lai Guanlin si anak ayam yang selalu mengikutiku kemana aku pergi?!" Ujarku lagi memastikan bahwa aku tidak salah orang. Guanlin menghela nafas panjang.

"Lalu siapa lagi? Menurutmu ada Lai Guanlin lain yang sama tampannya denganku?" Ujar Guanlin dengan kepercayaan diri yang berlebihan, yah begitulah aku melihatnya. Tanpa aba-aba Guanlin merebut kantong belanjaanku sambil membongkar isinya. Ugh, tidak perlu di ragukan lagi dia memang si anak ayam itu.

"Urgh.. kau benar-benar membuat seluruh tubuhku remuk. Sejak kapan kau bisa bela diri seperti itu?" Gerutu Guanlin sambil mengusap punggungnya yang terasa sakit. Melihatnya seperti itu membuatku merasa sangat bersalah.

"Maaf, aku tidak sengaja. Kupikir kau penguntit yang sedang berkeliaran di sekitar sini. Lagipula, apa kau tidak bisa menghampiriku dengan cara yang normal? Tingkahmu sudah pasti akan membuat orang mengira kau adalah seorang penguntit!" Celotehku pada Guanlin yang masih kesakitan sambil membantunya mengusap punggungnya, berharap dapat mengurangi rasa sakitnya.

"Kau memang sedang diikuti oleh penguntit. Aku segera menghampirimu dan membuatnya pergi tapi kau malah meraih tanganku dan membantingku tanpa perasaan." Jelas Guanlin membuatku mulai mengerti apa yang sebenarnya terjadi. Aku menjadi sangat merasa bersalah.

"Ayo, kerumahku." Ujarku singkat. Guanlin terlihat terkejut dengan undanganku padanya. Aku tidak bisa membiarkannya pulang begitu saja. Aku akan di bakar hidup-hidup bila orang tua Guanlin tau aku sudah membanting tubuh anak mereka yang berharga. Setidaknya ia akan terlihat lebih baik bila aku mengobati lukanya.

"Kyuhee, aku tau kita sudah lama tidak bertemu tapi hubungan kau dan aku tidak seperti itu." Ujar Guanlin terlihat serius padaku. Aku mengerutkan keningku. Apa maksud perkataan anak ini? Butuh beberapa menit, akhirnya aku mengerti maksud perkataanya. Anak ini....!

"Hey, Lai Guanlin! Sejak kapan kau berani berpikiran seperti itu?! Siapa yang mengajarkanmu, huh?!" Aku tanpa sadar melayangkan pukulan padanya. Guanlin mengerang kesakitan karena pukulanku belum lagi karena kejadian tadi.

"Apa kau berniat membunuhku?!" Protesnya.

"Kau yang memintanya. Aku tidak pernah tau Guanlin, anak ayamku yang polos sudah hilang." Omelku. Aku tidak percaya Guanlin yang begitu polos dan selalu mengikuti kemanapun aku pergi sudah berani pemikiran nakal seperti itu. Siapa yang berani menodai anak ayamku?!

"Hey, aku hanya bercanda. Lagipula aku bukan anak kecil, aku sudah dewasa. Umurku sudah legal untuk minum alkohol, kau tau." Protesnya. Aku mendecih kesal. Perkataan Guanlin memang benar. Si anak ayam itu sudah berubah menjadi pria yang tampan, belum lagi dengan tingginya yang terlihat seperti akan mengalahkan tiang listrik.

"Ouch, Kyuhee apa kau tidak bisa lebih pelan?!" Protes Guanlin, saat aku mengoleskan salap pada luka gores yang muncul begitu saja. Kurasa, aku membanting Guanlin terlalu berlebihan. Ya Tuhan, semoga ibunya tidak menyadarinya.

"Tolong.. jangan sampai ibumu tau." Pesanku membuat Guanlin justru terkekeh. Yah, mudah saja baginya untuk tertawa. Ia tidak pernah tau ibunya sangat menyeramkan bila marah. Hal ini membuatku kembali mengingat masa kecilku yang selalu mengajak Guanlin bermain dan membuatnya dipenuhi luka. Walaupun begitu, si anak ayam ini tidak lelah bermain denganku.

"Oh ya, sejak kapan kau kembali? Kenapa tidak memberitahuku? Ah benar, apa rumahmu masih di sebelah? Atau kau pindah ke gedung lain?" Tanpa sadar pertanyaanku membanjiri Guanlin begitu saja. Bohong bila aku mengatakan tidak histeris dengan kemunculan teman masa kecilku ini.

"Whoaa.. whoa.. whoa.. tolong tanyakan satu persatu padaku, nona. Kau membuatku kebingungan." Ujar Guanlin. Wajahnya yang kebingungan membuatku tertawa keras. Rasa letih yang tertinggal padaku seketika hilang. Rencanaku yang berniat untuk langsung tidur segera ku urungkan lalu memilih menghabiskan waktuku berbincang dengan Guanlin membahas bagaimana kehidupan sekarang dan masa lalu.

***

Aku menatap datar orang-orang di hadapanku lalu menyuapkan makanan tanpa mengalihkan tatapanku. Yah.. jika sudah seperti ini, sudah pasti aku berada disituasi yang tidak menyenangkan. Tunggu, sejak kapan situasi canggung ini terjadi? Kenapa aku bisa terjebak disini? Aku siapa? Aku dimana? Bukankah sejak tadi pagi semuanya terasa berjalan dengan lancar?

"Kyuhee, kau baik-baik saja?" 

***

To be continued...

CONNECTED [Kang Daniel]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang