9. Caution

97 11 0
                                    

Knock Knock!

Perhatianku teralihkan ke arah pintu. Aku segera memasang beberapa kancing bajuku dengan terburu-buru.

"Masuk." Ujarku setelah berbaring dengan nyaman. Daniel masuk dengan semangkuk bubur dan obat. Keningku berkerut. Sejak kapan ia membeli bubur dan obat-obat ini? Tunggu, kenapa Daniel tidak langsung pulang dan malah merawatku? Ah, mungkin pada saat aku tertidur di tengah perjalanan tadi.

"Sunbae.. kenapa kau tiba-tiba bersikap menjadi perawat? Sangat tidak cocok denganmu." Tanyaku sambil melayangkan tatapan aneh kepadanya. Ia membantuku merubah posisi menjadi duduk lalu menjentik keningku. Kali ini sedikit lebih kuat dari pada saat di ruang kesehatan. Aku reflek menyentuh keningku.

"Makan. Aku tidak tau kau akan lebih berisik saat sakit." Daniel menyerahkan semangkuk bubur itu padaku. Ini aneh. Aku tidak terbiasa dengan sikapnya yang seperti ini. Kenapa ia tiba-tiba bersikap perhatian seperti ini? Untuk ukuran orang yang baru bertemu, pria ini bertindak berlebihan. Atau jangan-jangan.. ia suka-

"Akh!" Jentikan sialan Daniel benar-benar terasa sakit sekarang. Kenapa semakin lama jentikannya semakin kuat? Apa ia pikir keningku ini sarana untuk menerima jentikannya?

"Hentikan pemikiran bodohmu itu dan cepatlah makan sebelum bubur itu dingin." Perintah Daniel dengan ekspresi menjengkelkannya.

"M-memangnya kau tau aku sedang memikirkan apa?" Tanyaku memastikan. Daniel hanya diam sambil menatapku. J-jangan bilang ia benar-benar tau isi pikiranku!?

"Siapapun akan tau jika sudah melihat ekspresi idiotmu itu." Jawab Daniel santai. Pria ini.. sudah berapa kali ia mengataiku bodoh dalam satu hari ini? Apa aku terlihat sebodoh itu di matanya? Aku mendengus lalu menyuapkan bubur yang sudah hampir dingin itu ke mulutku. Ugh, hambar. Lidahku mati rasa karena demam.

"Kenapa tidak habis?" Tanya Daniel melihat mangkuk bubur yang bersisa setelah kembali membawa kompresan.

"Aku sudah kenyang." Jawabku singkat. Akibat terlalu memaksakan aku mulai merasa mual.

"Bagaimana bisa sudah kenyang, kau hanya menghabiskan setengahnya." Protes Daniel lalu meraih mangkuk bubur itu dan mengarahkan sesendok bubur itu ke hadapanku. Aku menutup mulutku sambil menggeleng.

"Buka mulutmu." Perintahnya. Aku tak mendengarkan perkatanyaan dan tetap menutup mulutku. Ia meletakkan mangkuk itu kembali. Tiba-tiba ia menahan kedua tanganku dengan satu tangannya kemudian menyodorkan dengan paksa sesendok bubur itu ke bubur ku. Sadis, pria ini benar-benar sadis!

"Anak pintar." Ujar Daniel sambil tersenyum setelah menyuapkan satu suapan terakhir ke mulutku. Tak disangka pada akhirnya Daniel berhasil membuatku menghabiskan bubur itu dengan metode ekstrem.

"Sunbae, aku sarankan kau untuk tidak merawat seseorang lagi. Metodemu terlalu sadis." Ujarku sakartik. Daniel hanya membalasku dengan senyumannya.

"Aku hanya seperti ini padamu. Bukankah kau merasa special?" Ujarnya lagi dengan senyum menyebalkan itu sambil meletakkan kompresan di keningku dan membenarkan selimutku.

"Sekarang, tidur. Seharusnya obat dari dokter Han sudah bekerja sedari tadi tapi kenapa kau justru semakin berisik?" Lanjut Daniel. Aku hanya bisa mendengus lalu memejamkan mataku. Perlahan rasa kantuk kembali merayapiku hingga akhirnya aku benar-benar tertidur.

***

Suara alarm ponsel membangunkanku. Aku menjangkau ponselku lalu mematikan alarm itu secara asal. Mataku tertuju pada jam yang berada di atas nakas. Sudah pagi ternyata. Aku mengangkat kedua tanganku lalu merenggangkannya. Tubuhku mulai terasa lebih baik dari sebelumnya. Kurasa demamku sudah turun.

CONNECTED [Kang Daniel]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang