"Tidak apa Jeno, terimakasih banyak" setelah berucap demikian Jaemin berbalik dan pergi meninggalkan Jeno yang kembali mematung.
Jaemin berjalan cepat menuju mobil Renjun kemudian segera masuk, tepat saat ia duduk di kursi sebelah kemudi, ia bisa melihat Renjun dengan tatapan khawatirnya. Jaemin hanya tersenyum singkat.
"Aku baik-baik saja Injun" ucap Jaemin meyakinkan namun Renjun tau itu semua sebuah kebohongan. Dan ia tak bisa lagi menahan diri lagi.
Renjun tiba-tiba keluar dari mobil lalu bergerak cepat membuka pintu kursi Jaemin dan meminta nya untuk turun. Jaemin bingung dengan maksud Renjun pun masih bergeming di tempatnya menatap Renjun penuh tanya.
"Bisa kah sebentar saja temani aku" tanya Renjun sambil mengulurkan tangannya bermaksud agar Jaemin mau mengikutinya. Masih dengan kebingungan nya Jaemin pun meraih tangan itu lalu mengikuti Renjun yang berjalan kembali menuju gedung kampus mereka.
Renjun membawa Jaemin menuju atap gedung, menariknya ke sebuah kursi yang sudah tidak dipakai namun masih berfungsi. Renjun duduk disana dan Jaemin pun mengikutinya.
"Untuk apa kemari Njun?" tanya Jaemin penasaran.
"Bukan kah disini sangat indah? Lihatlah pemandangan dibawah dan diatas mu" balas Renjun sambil memandangi ke langit gelap yang menampilkan beberapa bintang dan bulan.
Jaemin mengeratkan jaket nya, lalu menyapukan pandangannya kearah yang di tunjuk Renjun. Dan ia membenarkan ucapan itu. Dari atas sini ia bisa melihat pemandangan kota yang gemerlap dan di atas langit ia bisa melihat beberapa bintang.
"Menenangkan bukan?" tanya Renjun yang kini memperhatikan Jaemin yang tengah memandangi pemandangan.
"Hummm" gumam Jaemin untuk membenarkan ucapan Renjun.
"Kadang aku kemari untuk meluap kan kepenatan ku" ucap Renjun lagi, Jaemin hanya mengangguk paham tanpa menjawab.
"Dan aku ingin kau melakukan hal yang sama disini" lanjut Renjun,
Jaemin hanya diam saja tidak mempunyai niat untuk membalas atau mengiyakan permintaan Renjun.
"Tidak perlu, aku baik.."
"Bohong!" potong Renjun membuat Jaemin kembali diam.
"Disini dingin ayo pulang Njun" ajak Jaemin mencoba mengalihkan pembicaraan.
"Aku sungguh lelah Na Jaemin" lirih Renjun
"Aku merasa tidak berguna di hadapanmu saat ini, aku lelah melihatmu terus berpura-pura. Aku tau kau tidak baik-baik saja. Harusnya kau akui itu" lanjut Renjun menggenggam tangan Jaemin , bisa ia rasakan tubuh Jaemin sedikit menegang
"Jaemin-ah, aku mohon jangan hanya diam"
"Aku lebih baik menjadi pelampiasan kemarahan dan tangisanmu, ku mohon jangan hanya diam. Luapkan jika memang itu menganggumu. Kumohon" Jaemin masih diam, namun ia paham apa maksud ucapan Renjun, hatinya kembali sesak.
"Lalu jika aku menangis padamu, apakah sakit hati ku akan secepatnya hilang Renjun?" lirih Jaemin membalas tatapan Renjun, matanya sudah mulai mengeluarkan bulir airmata.
"Apa kau fikir aku tak ingin meluapkannya? Aku sangat ingin"
"Namun semua itu akan semakin menggores luka ku, kau tau betapa menderitanya aku dulu Renjun, kau sahabatku, kau bilang kau mencintaiku. TAPI KAU BIARKAN AKU MERASAKAN INI LAGI" Jaemin sudah tidak sanggup lagi menahan diri, ia melepaskan genggaman Renjun dan berteriak. seluruh emosi dalam dirinya yang menyesakkan sudah tak bisa lagi ia tahan.
"Maafkan aku Jaemin, maafkan aku" Renjun memeluk Jaemin erat, Jaemin akhirnya menangis dan terisak.
"Kau tau, setiap hari aku berharap agar dia menderita karena ku, setiap malam setengah mati karena menangisiku"
![](https://img.wattpad.com/cover/188268312-288-k407577.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
A Million Pieces
RandomJika sejak awal kau mengatakan Bahwa kau tidak pernah Mencintaiku Jika demikian, apakah hatiku akan tertutup rapat? 2019.7.26