08

4.9K 597 20
                                    

Cerita ini hanya untuk kesenangan pribadi dan tidak mengambil keuntungan dalam bentuk apapun.

Selamat membaca
.
.
.
.
.
.
.

Sudah seminggu Yoongi pulang ke daegu. Seminggu ini yang dilakukannya hanya makan tidur dan bernafas. Atau bermanja dengan kepala di pangkuan sang ibu yang tengah menonton drama. Sudah lama ia tak merasakan belaian lembut ibunya selama tinggal di seoul. Seringnya di seret paksa dulu oleh sang kakak untuk pulang.

Kondisinya sudah membaik setelah minggu lalu sakit sebab kurang tidur dan sering lupa makan. Yoongi butuh istirahat penuh untuk memulihkan kondisinya.

Tidak ada pesan atau telepon dari Park Jimin. Yoongi memblokir semua akses lelaki itu untuk menghubunginya.

Kakaknya menghampiri ketika selesai makan malam. Mereka berbaring dalam satu hammock menatap bintang. Pria berbadan besar itu tak menyiakan kesempatan untuk memeluk adiknya yang kecil dan manja.

Meski selalu terlihat dingin dan mandiri, Yoongi tetaplah anak bungsu yang manja jika berhadapan dengan keluarganya. Sifat keras Yoongi di tirunya dari sang Ayah yang memang tegas namun perhatian secara implisit.

Malam itu, dua kakak beradik saling berbagi cerita. Mereka tertawa dan Yoongi merasakan lega luar biasa dalam dirinya. Ibunya memanggil sebab udara malam semakin menusuk kulit, jadi ia lebih memilih kembali ke kasur empuknya.

Yoongi teringat lagi perkataan kakaknya yang memang sedari dulu sudah dewasa.

Katanya, Yoongi memang kurang peka. Dari awal kakaknya berpikir adiknya hanya sedang berpacaran ala cinta monyet. Tak sangka jika hubungan itu bertahan hampir dua tahun. Dari cerita yang Yoongi sampaikan, Min Yoonjae mengerti kenapa lama kelamaan kekasih adiknya itu bermain-main.

Si gula sulit di nasehati. Tapi ketika itu, Yoongi mendengarkan dengan baik tips-tips percintaan dari sang kakak. Bahwa memang tidak bisa dalam suatu hubungan hanya satu orang saja yang selalu memberi. Keduanya haruslah berimbang. Komunikasi juga penting. Kesalahpahaman karena miskomunikasi membuat komitmen tidak berjalan lancar dan hanya saling menyakiti diri masing-masing.

Itu terserah dari Yoongi sendiri. Bagaimana hatinya terhadap pemuda busan itu.

Yoongi tak menepis jika ia memang rindu Park Jimin. Bocah itu entah apa kabarnya.

Hingga akhirnya Yoongi tertidur memikirkan bocah labil yang masih berstatus sebagai pacarnya.

.
.
.
.
.
.
.
.

Pukul dua siang kala itu, resto milik keluarga Min sangat ramai. Itu sejak Yoongi memaksa sang ibu untuk membiarkannya membantu di resto. Meski ia lebih suka berbaring, Yoongi tetap tak tega melihat ibunya kelimpungan.

Si gula melepas celemek yang melekat di tubuhnya. Lalu masuk kerumahnya yang berada di samping resto sederhana milik ibunya.

Ia mengeluarkan ponsel pintarnya dari saku ketika merasa benda itu bergetar. Ada sebuah panggilan video dari Seokjin. Yoongi mengernyit sebab merasa tak biasa.

"Yoongichi!"

Sapaan cempreng Seokjin hanya dibalas kebingungan dari si gula. Kamera dari ponsel Seokjin bergerak-gerak dan Yoongi tak fokus untuk menatap.

"Hyung, kami sudah beri pelajaran pada bocah ini. Dia yang membuatmu sakit, kan?"

Itu suara Namjoon sebelum kamera mengarah pada sesosok yang memenuhi pikiran Yoongi berhari-hari ini. Wajahnya penuh lebam babak belur.

Yoongi ternganga setelah detik selanjutnya menjerit histeris menyebut Jimin.

Sambungan terputus dengan wajah panik dari ketiga temannya diujung line sana.

Ketika itu juga, sang kakak mendatangi sang adik yang panik dan merengek minta kembali ke seoul.

Penerbangan dari daegu ke seoul tak memakan waktu lama. Yoongi tiba saat langit seoul gelap. Yang pertama di carinya adalah kontak Park Jimin yang blokirnya dibuka lebih dulu.

Sayangnya, nomer ponsel Jimin tak aktif. Si gula berdecak kesal sebelum masuk taksi dan memberitahu tujuannya. Hingga panggilan ke sepuluh dan nomer tidak juga aktif. Yoongi berhenti mengutak-atik handphonenya.

Ia tiba disebuah plat kecil yang ditinggali Jimin. Tangannya baru akan mengetuk ketika pintu terbuka. Itu Taehyung yang tadinya cemberut langsung berubah senyuman lebar.

"Yoongi-hyung...", serunya. Anak itu memeluk kencang. Yoongi tak berontak seperti biasa. Ia justru menepuk-nepuk pelan punggung mantan adik tingkatnya.

"Yak... Tae, apa yang kau lakukan di situ-"

Teriakan itu terhenti dibalik punggung Taehyung. Yoongi menyembul begitu pelukan terlepas dan mereka kaku sesaat sebelum Taehyung memutuskan pamit pulang sungguhan.

Yoongi tak banyak bicara, wajahnya juga biasa saja tak nampak ekpresi apapun. Jimin menatapnya bingung dan Yoongi menatap tanpa berkedip.

Di depannya Jimin menggaruk tengkuk dengan ringisan perih sebab tubuhnya sungguhan babak belur. Namjoon dan hoseok tidak main-main membuat pemuda busan itu memar dengan warna ungu dan bengkak di wajahnya yang tampan.

Yoongi bergerak mendekat. Menyentuhkan jemari lentiknya pada pipi lebam kebiruan dan tersentak begitu mendengar ringisan dari sang pacar. Tanpa sadar airmata jatuh tak tertahan. Ia merasa bersalah entah untuk apa. Sebab yang salah memang Jimin. Tapi, Jimin tak harus babak belur karna berselingkuh sebab ia tidak pernah memberikan apapun pada pemuda ini. Yoongi tak rugi apapun selain hatinya yang sesak terkhianati.

Ia sesak menahan perasaan cinta dan sakit hati.

Yoongi menangis terisak dengan memukul dada bidang Jimin tanpa tenaga.

Ia mencintai lelaki ini. Yoongi hanya tak tau cara menunjukannya dan selalu sibuk dengan dirinya sendiri. Salahnya juga mengabaikan orang yang selalu mencintainya juga yang selalu sabar tanpa mengeluh. Park Jiminnya.

"Maaf, Hyung." Gumam Jimin. Mengelus punggungnya lembut.

Yoongi menggeleng. Semakin erat memeluk juga isakan yang memilukan membuat Jimin mengutuk dirinya dengan hal terburuk sebab merasa begitu jahat.

"Jim... hiks... jangan begitu lagi."

"Maaf hyung. Aku bersumpah tidak akan begitu lagi. Maaf... maafkan aku." Jimin kecupi seluruh wajah sang kekasih yang memerah bengkak karena tangis.

"Hiks... gak bisa berhenti... hiks... gimana ini?" Rengeknya lucu ketika tangis tak juga bisa berhenti. Isakannya disertai cegukan dan demi tuhan pemilik semesta alam itu sangat imut.

Jimin terkekeh gemas. Lupa pada setiap sendinya yang sakit luar biasa. "Hyung.. ssttt ssstt.. sudah, tak apa." Jimin mengelap airmata yang membasahi pipi si gula yang matanya masih terpejam erat. "Ini sudah malam. Menginap di sini saja, ya?" Si gula mengangguk. Imut sekali dengan isakan yang perlahan berhenti.

Malam itu, Jimin menjelaskan jika memang pemuda itu sempat ikut kencan buta yang dipaksa teman-temannya. Gadis yang di ajaknya menonton saat ketahuan Yoongi hanya temannya. Jimin sudah bilang jika punya kekasih dan mereka sepakat jika jalan-jalan kala itu hanya untuk menghilangkan stres.

"Jangan bahas itu lagi. Aku mengantuk."

Jimin mengecupi wajahnya hingga Yoongi mengerang protes. Lelaki itu terkekeh dengan rona di wajah lebamnya. "Aku masih merasa seperti mimpi. Aku tak sangka berbaring bersama seperti ini denganmu rasanya begitu menyenangkan. Luar biasa menyenangkan, Hyung."

Si gula hanya bergumam dengan mata tertutup, sudah dekat dengan alam mimpinya.

Di kecup lagi dahi si gula begitu lama. "Selamat tidur, my sugar."

Tbc
.
.
.
.
.
Kepanjangaaannnn hiks.

Oke chapter depan kita balik ke diet sehat ala minyoon. Bye

Jangan lupa kasih bintang ya semuanya. Muach /cuih

DIET DIET (MinYoon)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang