"Sya?"
"Ansya?"
"Woi, Ansya!"
Ansya tersentak dari lamunannya. Gadis itu berdecak lidah. Tak suka momen lamunannya diganggu.
"Apa sih, Roh?"
Munaroh mengetukkan jemarinya ke meja Ansya. "Giliran sesi satu udah dimulai. Gak mau ujian, gak mau lulus, hah?"
Ansya segera mengambil kartu ujiannya, dan bergegas menuju lab. komputer. Di hari pertama dilaksanakannya UNBK, ia tidak boleh terlambat.
Terhitung sudah dua bulan terlewati, setelah kejadian di restoran kala itu. Ansya sebenarnya sangat penasaran, siapa Bella dan apa arti hubungan di antara keduanya? Walau calon mertuanya―Ibu Zufar― memberitahukan bahwa Bella adalah calon istri pria pujaannya, ia tetap tak akan percaya.
Ansya melalui hari-hari tanpa Zufar dengan cukup tenang, karena fokusnya terpaku pada kesibukan di sekolah. Ia tak menyia-nyiakan waktu empat hari ke depan yang sangat berharga untuk kelulusannya.
"Sya, total nilai udah ditempel di mading. Lo mau liat gak?" Bagas menghampiri Ansya sambil membawa selembaran kertas.
"Ini baru dua hari selesai ujian nasional. Kok, cepet banget Gas? Lagian, buat apa ditempel segala coba, tahun-tahun lalu juga nggak."
Bagas memutar bola matanya kesal. "Kaya gak tau kepala sekolah kita aja. Ayo!"
Ansya terpaksa mengikuti langkah Bagas. Tak bisa dipungkiri, jika dirinya pun penasaran akan peringkat dan total nilai tersebut. Tubuh Ansya mendadak lemas, tak bersemangat. Gadis itu memilih untuk kembali ke kelas, mengambil tasnya, dan memutuskan untuk pulang ke rumah.
Sementara Bagas sudah membuka mulutnya lebar-lebar. Beberapa kali pria itu mengusap matanya, memastikan bahwa ia tidak salah lihat kali ini.
"Ansya, lo di peringkat dua puluh?!"
***
Nekat sudah mendarah daging pada diri Ansya. Setelah memutuskan untuk membersihkan diri di rumah, ia pergi ke kantor Zufar. Tujuannya cuma satu, berharap bisa bertemu dengan pria pujaannya secara langsung.
Sayangnya, apa yang dilihat Ansya kini, membuat hatinya sakit. Zufar malah terlihat asyik bercanda bersama Bella di taman dekat kantor.
"Kamu kenapa bisa pilih itu Bel?"
"Sayanya lagi meleng, Mas."
Samar-samar Ansya mendengar perkataan dua insan tersebut. Ansya tak terima melihat Zufar tersenyum bahkan tertawa bersama gadis lain.
"Oia, Mas soal ucapan Ibu tidak usah dipikirkan. Ibu memang suka berlebihan, 'kan, dari dulu?"
Zufar mengangguk setuju. "Mungkin perkataan Ibu ada benarnya, Bella. Umur saya sudah tidak muda lagi, dan cukup untuk menikah."
Langkah Ansya terhenti. Cukup. Bahkan tanpa bertanya Ansya sudah tahu jawabannya. Umur Zufar sudah cukup untuk menikah, Bella pun begitu. Sedangkan dirinya, hanyalah seorang gadis SMA yang kebetulan menyukai Zufar dan mengejarnya tanpa tahu malu.
Ansya mengurungkan niatnya untuk melanjutkan misi keingintahuannya tentang Bella. Suatu saat pasti tiba waktu untuk mengikhlaskan segalanya, bahkan tentang jodoh. Ansya harus fokus pada pendidikannya, ia akan naik ke jenjang yang lebih tinggi. Gadis itu berharap, kesibukan menimpanya secara langsung. Agar pikirannya bisa teralihkan.
Setelah Ansya pergi, Zufar melanjutkan ucapannya yang masih tertunda. "Hanya saja, belum ada seorang pun yang ada di hati saya. Mungkin ada satu, tapi mustahil untuk membuat Ibu setuju."
Bella memaksakan senyumnya. "Saya dukung apa pun yang Mas lakukan, selama itu benar."
"Terima kasih, Bella."
***
Vote komentar dan sharenya jangan lupa yaa❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Ceezy Love
RomanceBab masih lengkap | Sudah terbit Cerita ini kami ikut sertakan dalam lomba menulis marathon Rex Publishing. Di tulis oleh dua orang. Aya Sovia dan Khia_fa "Berawal dari typo, berujung dadi tresno."