Bab 19

853 72 1
                                    

"Perpisahan akan diadakan sekitar em ... dua bulan lagi. Jadi, pastikan semua utang kalian lunas, ya, anak-anak!" Pak Karno dengan bangga memegang toa dan mengeraskan suaranya.


"Dibayar nyicil, ya, Pak?"

"Masih dua bulan ini, Pak!"

"Cil iwil-iwil bayaran mah!"

Pak Karno kembali menyuarakan suaranya. "Tidak ada protes. Ingat, gak bakal Bapak denger, apalagi masalah utang. Kalian tuh punya dua ribu satu alasan, puyeng pala Bapak."

Sampai Pak Karno menyuruh seluruh siswanya bubar pun tak juga berhenti cibiran, atau protes dari mereka. Ansya dan Munaroh adalah salah satunya.

"Roh, mimpi apa kita sampe punya kapala sakola, kek, gitu."

"Yang pasti bukan mimpi bagus, Sya. Mimpi buruk!"

Ansya mengangguk setuju. Gadis itu kembali menjilat permennya sebelum melanjutkan percakapan. "Roh, wajar gak sih, kalau kita iri sama seseorang?"

"Sebenernya kurang wajar. Iri, 'kan, tanda tak mampu. Tapi, ya, emang banyak sih yang iri. Kenapa emang?"

"Cemburu aing sama si Bella."

"Bella, saha?"

"Kata ibunya Bapak Om, sih, calon istrinya."

"Aih, kebalap kamu Sya!" Munaroh menepuk bahu Ansya dengan prihatin. "Tapi, kenapa gak coba jadi wanita yang dia suka? Lo belum coba, 'kan?"

Ansya berhenti sejenak, lalu menjentikan jarinya. "Ide bagus, Roh! Makasih."

Munaroh hanya mengangguk, dan mereka pun kembali melangkahkan kakinya ke kelas.

Malam harinya, Ansya memutuskan untuk melihat tutorial cara memakai hijab dengan benar. Satu pun tidak ada yang nyangkol di kepalanya, hingga jalan satu-satunya adalah meminta bantuan dari Munaroh.

"Hoam! Apaan, Sya?" Munaroh mengusap matanya. Melihat sosok Ansya di depan rumahnya jam tujuh malam bukanlah hal biasa.

"Ajarin pake ini." Ansya menunjukkan kain persegi pada Munaroh.

Hal itu membuat Munaroh segera memegang kening Ansya, mengecek suhu tubuh gadis tersebut. "Sehat, Sya?"

"Serius, ih! Aing teh, udah bela-bela keun kabur dari Emak. Geura, bantu."

Munaroh terpaksa membuka pintu rumahnya dengan lebar, dan mempersilakan Ansya untuk masuk. Gadis itu mengiring Ansya ke kamarnya, dan memulai memasangkan Ansya model hijab modern.

"Ini ... gak terlalu terbuka, Roh?" Ansya melihat kain persegi yang kini sudah terpasang di kepalanya. Hanya saja kain itu Munaroh bentuk, hingga berujung menutupi sampai lehernya saja.

"Ini namanya model, Sya."

"Tapi, Bella gak begini, Roh." Ansya masih ingat penampilan Bella yang begitu tertutup. Bahkan benda di kepalanya itu mencapai batas pinggul.

"Udah. Pasti Om Zufar suka."

"Bener?"

Munaroh mengangguk. "Iya, percaya, deh."

Ansya hanya tersenyum tipis. Entah kenapa, firasatnya sedikit buruk mengenai saran Munaroh.

***

"Mi, janji harus ditepati 'kan, ya?" tanya Zara pada Uminya. Nada bicaranya tersirat sindiran halus.

Umi Nur tersenyum. "Iya, kan udah janji."

Ceezy Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang