Memang benar berharap lebih sama manusia itu bisa berakhir kecewa. Sekalipun berharap pada orang yang kita sayang.
-Ansya-
***
Zufar mengendarai mobilnya dengan kecepatan diatas rata-rata. Pesan singkat Zara membuat hatinya gelisah. Zufar Ingin segera sampai di rumah dan melihat keadaan Uminya.
Perjalanan kantor ke rumah yang biasanya membutuhkan waktu empat puluh menit, kini di menit ke dua puluh Zufar sudah sampai dirumah.
Turun dari mobil, Zufar melangkah tergesa masuk kedalam rumah, tak lupa mengucap salam. Tujuannya ke lantai dua, kamar Uminya.
"Mas akhirnya sampai, dari tadi Umi nyariin Mas terus," ucap Zara saat netranya melihat Zufar mendekat ke arah Umi.
"Gimana keadaan Umi?" tanya Zufar dengan nada khawatir.
Nur---Umi Zufar dan Zara yang biasanya terlihat segar dan ceria, kini terbaling lemah di ranjang dengan wajah pucat dan selang oksigen di hidungnya. Tersenyum lemah. "Umi mau bicara serius sama kamu, Zu."
Zufar menggengam tangan Uminya, terasa dingin. "Zufar disini dengerin Umi."
"Kamu udah lihat kondisi Umi sekarang, umur nggak ada yang tahu. Umi takut kalau nanti penyakit Umi nggak bisa sembuh." Nur menatap lekat putra sulungnya, "Umi juga takut nggak bisa lihat kamu nikah sama Bella."
Zufar dan Zara terkejut dengan penuturan Uminya. Bahkan Zara langsung menangis keras seraya memeluk lengan kanan Uminya. "Umi ampun matur kados niku," ucap Zara ditengah tangisnya.
"Bener kata Zara Mi, Umi jangan bilang gitu. Umi pasti sembuh kok, kita sama-sama berdoa, semoga Allah segera mengangkat penyakit Umi. Supaya sembuh seperti dulu." Zufar mencoba tersenyum untuk menguatkan Uminya, tangannya mengelus punggung bergetar Zara.
"Umi tahu, Umi juga selalu berdoa. Umi cuma takut."
"Jangan takut Mi, ada Allah. Abi, Zufar, sama Zara di samping Umi."
"Segeralah khitbah Bella, Zu. Umi mau melihat kalian segera menikah," ucap sebelum Nur memejamkan netranya.
Sontak Zufar dan Zara kembali panik melihat netra Uminya terpejam.
"Umi!" panggil Zara histeris. Zufar mengeratkan genggamnya pada tangan Uminya.
"Umi mau tidur, Zufar, Umi harap kamu ngerti dan paham maksud Umi," ucap Nur tanpa membuka netranya.
"Umi....," ucap Zara manja, tanganya kembali memeluk lengan Umi. Kelegaan menghampiri hati Zufar.
"Umi istirahat yang cukup, jangan banyak fikiran, kalau nanti malam belum membaik juga kita ke rumah sakit saja, meski kita bisa langsung hubungi Dokter Rama kalau ada apa-apa. Tetep saja di rumah sakit lebih lengkap fasilitasnya."
Zara mengangguk setuju dengan usulan Masnya.
"Zufar keluar sebentar Mi, mau cari Abi," pamit Zufar. "Ra, kamu jagain Umi, ya."
Zara kembali mengangguk. Zufar melenggang keluar kamar.
***
Ansya menatap sedih jam di pergelangan tanganya. Sudah satu jam lebih dia menunggu orang yang mengisi hatinya datang. Sampai detik ini orang yang ditungu belum menunjukan tanda-tanda kehadirannya.
Mencoba berfikir positif, Ansya kembali memasang senyum manisnya untuk menyambut Zufar. Ansya tidak mau kalau Zufar datang melihat dirinya yang tak bersemangat.
Ansya melebarkan senyumnya, ia mengingat beberapa bulan yang lalu juga sempat mengobrol dengan Zufar di taman ini. Waktu itu Zufar menjelaskan kenapa pria itu menolak gambar yang sudah susah payah Ansya buat, Zufar juga banyak mengajarinya tentang apa saja yang boleh di gambar dan apa saja yang tidak boleh. Terlebih Zufar mensertakan sumber, hadist.
Ansya membayangkan apa saja yang nanti akan Zufar ajarkan. Ansya harap ia banyak belajar lagi hari ini. Walau Ansya yakin pasti Zufar akan kembali mengkritik dengan pedas penampilannya kemarin malam. Masa bodoh, Ansya sudah siap mendengar kritikan dari orang yang dia sayangi itu.
Namun sayang, semua itu hanya harapan seorang Ansya. Jam sudah menunjukan pukul tiga sore dan Zufar pun belum juga datang.
Semua harapan Ansya belum terwujud, tadi sebelum keisini Ansya sudah berharap banyak. Bahkan Ansya juga mengharapkan kata maaf dari pria mapan itu.
"Hah, halu kamu teh dari tadi, Sya. Ngarepin yang belum pasti terjadi," gumam Ansya lirih. Gadis itu menertawkan dirinya sendiri.
Menunggu tiga jam tanpa hasil. Kecewa? Tentu saja. Bahkan Zufar tidak memberi kabar sampai sekarang. Lelah menunggu tanpa kepastian, Ansya memutuskan untuk pulang.
Ansya kini percaya. Berharap lebih pada manusia itu memang bisa berakhir kecewa. Sekalipun berharap pada orang yang kita sayang.
***
Umi ampun matur kados niku = Umi jangan bilang gitu.
Khitbah = Melamar
Jangan lupa vote, komen dan share yaa. Makasih❤
Rex_Publishing
KAMU SEDANG MEMBACA
Ceezy Love
RomanceBab masih lengkap | Sudah terbit Cerita ini kami ikut sertakan dalam lomba menulis marathon Rex Publishing. Di tulis oleh dua orang. Aya Sovia dan Khia_fa "Berawal dari typo, berujung dadi tresno."