Bab 14

813 81 1
                                    

"ANSYA!!!"

Teriakan merdu memenuhi kawasan tempat perkemahan daerah C. Lokasinya tidak begitu cukup strategis dari jarak keluar, pun dengan tanahnya yang miring. Bahkan semalam sempat digentarkan dengan berita 'para panitia gelundung dari atas ke bawah bersama tenda'. Entah siapa yang seharusnya disalahkan.

Di saat yang lain memilih untuk berbaris, bersiap untuk melakukkan jelajah, Ansya dengan lihainya kabur dari pandangan Pak Karno.

Saking cepatnya berlari, Ansya tidak sadar bahwa ia terjebak di tengah kawasan hutan, dengan jalan berkelak kelok dan ditemani pagar pembatas antara jalan dan jurang. Gadis itu berhenti sejenak. Hampir saja tubuhnya jatuh ke dalam jurang, jika tidak menahan langkahnya sedetik saja.

Jalan yang Ansya lewati adalah turunan, dan tepat di ujungnya ada jalan lagi yang mengarah ke kanan. Tak lupa di ujung juga ada jurang yang setia menunggu siapa saja untuk jatuh ke sana.

"Kamu ngapain?"

"Hah!" Ansya spontan menjerit sambil mengelus dadanya. Jantungnya berdetak cukup kencang. Coba kalian bayangkan, masih syok dan tiba-tiba ada sebuah suara di belakang?

"Bapak Om, ngagetin aja!" kesal Ansya sambil terus mengusap dadanya. Tak lupa pula ia bergumam, "Nyawa kumpul, nyawa kumpul!" sebanyak tiga kali.

Zufar menahan tawanya sebisa mungkin. "Lagian, sendirian di sini, mau cari mati?" tanya pria itu sambil menunjuk ke arah jurang.

"Nggaklah!"

"Terus ngapain?"

"Bapak sendiri ngapain?" tanya balik Ansya.

Zufar dengan terpaksa menjawab. "Kebetulan saya sedang ada proyek."

"Di hutan? Haha, lucu!" Ansya membuat suara tawa buatan, dan itu membuat Zufar setengah kesal padanya.

"Oke. Saya ke sini karena kamu."

Ansya menghentikan tawa buatannya.

"Bener?"

"Tapi bohong," lanjut Zufar.

"Dosa, dosa, dosa. Modar siah!" ucap Ansya dengan nada pelan di bagian akhir.

"Kamu doain saya mati?"

"Bapak, bisa bahasa sunda?" tanya Ansya heran.

"Sedikit. Banyak teman saya yang asli orang sunda."

"Sunda, teh, banyak, Pak. Sunda yang mana?"

"Ya, yang itu." Zufar mengusap belakang telinganya, malu. "Balik ke awal. Kamu ngapain di sini, sendirian lagi, mana temen kamu yang kemarin?"

"Satu, lagi kabur. Dua, karena lagi kabur. Tiga, jangan cemburu." Jawaban Ansya yang ngawur itu mendapat pelototan dari kedua mata Zufar.

"Saya gak cemburu!"

"Cie pokus sama yang terakhir, cieee." Ansya memasang tampak jahilnya, tersenyum miring, dengan tatapan mata menggoda.

"Bocah cilik, bocah cilik," gumam Zufar sambil menggelengkan kepala.

"Pak, temenin saya belik apa, kek, yuk! Laper, nih, gak kebagian jatah makan pagi."

"Salah kamu itu."

"Ih, bukan. Salahnya Bagas, jatah Ansya dimakan. Padahal Ansya, 'kan, cuma telat bangun doang."

Mendengar nama Bagas disebut, mood Zufar langsung memburuk. Entah kenapa, bocah tengik bernama Bagas itu membuat kepalanya mendidih, jika bersama dengan monster kecilnya. "Saya gak ada waktu. Saya harus kembali, kamu juga cepetan balik."

Ceezy Love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang