Donghae merasa marah. Pada takdir dan juga dirinya. Bahkan menangis sampai lelahpun tidak bisa menghilanggkan kesedihannya. Mengadu. Donghae sama sekali tidak punya tempat mengadu. Mengatakan semua tentang perasaannya pada Eunhyuk, sama halnya dengan menaburkan garam pada luka, menyakitkan. Setidaknya Donghae harus menahan semuanya sampai pada titik dia harus menyerah.
●☆☆●
Kyuhyun sudah bertekad untuk tidak akan melepaskan Ryeowook kali ini, apapun yang terjadi. Walaupun dia harus berlutut memohon ampun, dia pasti akan melakukannya untuk bisa bersama Ryeowook. Wanita itu lebih berharga dari apapun dihidupnya, ia baru menyadarinya setelah hampir kehilangannya. Musik jazz yang mengalun pelan menjadi satu-satunya suara yang menyapa gendang telinga mereka, dua gelas minuman terletak apik belum tersentuh. Diluar sana, langit mulai menghitam, dan angin berhembus kencang. Setelah sepuluh menit berlalu, keduanya masih terdiam, memikirkan apapun itu yang terlintas dikepala keras keduanya.
Ryeowook lebih menikmati pemandangan gelap diluar, mengabaikan Kyuhyun yang entah sedang melihat apa pada dirinya, memfokuskan diri pada jalanan yang mulai terlihat senggang. Hidup layaknya cuaca, hanya dalam sekejap dapat berubah kapan saja, menjebak banyak orang dalam situasi yang tak diinginkan. Ryeowook hanya menginginkan hidup sederhana, menjadi ibu rumah tangga yang mengurus rumah, suami serta anak. Memberikan senyuman manis setiap sore untuk menyambut suami pulang, menyiapkan makan malam dan lainnya yang biasa dilakukan oleh seorang istri. Ryeowook hanya menginginkan hal tersebut. Tapi, kesederhanaan itu begitu mahal baginya, bahkan terlalu jauh dari kenyataan. Begitu banyak rasa sakit yang dibarengi air mata, kehilangan hal berharga, dan cinta yang menimbulkan kebencian disisi berbeda. Dunia begitu indah hanya untuk dilihat oleh sepasang mata, tapi bagi Ryeowook tidak ada yang lebih buruk dari dunia tempat dia tinggal menjalani hidup yang berantakan.
"Bagaimana kabarmu?," terlalu kekanakan, dan terdengar konyol bagi keduanya. Kyuhyun menyadarinya, hanya saja dia tidak memiliki kata lain untuk dikatakan pada Ryeowook yang terlihat tidak tertarik sama sekali dengannya.
"Aku baik!," Ryeowook menjawab, menatap sekilas pada wajah Kyuhyun sebelum kembali menoleh dengan perasaan berkecamuk. Ryeowook tidak sadar bahwa dia terlalu merindukan wajah tampan itu, tidak menyadari bahwa betapa dirinya sangat terpengaruh dengan pemilik wajah tersebut.
Sekarang apa? Sama hal nya dengan apa yang terjadi padanya dan Donghae selama dirumah sakit. Kyuhyun merasa lebih idiot saat ini karna otak pintar dalam kepalanya sama sekali tidak bisa bekerja. Semua yang dia rasakan kini berpusat pada dadanya, yang menyebabkan sesak, kesal, dan juga gelisah.
"Aku merindukanmu."
Suara itu terdengar jelas, lantang sampai memekakan telinga Ryeowook yang mendengarkan.
"Aku bersalah karna itu kau meninggalkan ku. Aku minta maaf."
Ryeowook hanya diam, menatap jauh tanpa arti dihadapannya. Siapa yang salah dan apa yang harus dimaafkan. Rasa sakit dan air mata, semua itu bukanlah hal yang bisa dipilih untuk tidak mengalaminya. Ryeowook sudah memutuskan untuk menerima apapun itu saat Kyuhyun memintanya untuk menikah. Dan juga, Ryeowook tidak pernah meninggalkannya, dia selalu berada satu langkah dibelakang Kyuhyun untuk melihat punggung pria itu yang masih belum bisa dia gapai, karna jarak yang selalu tercipta dari setiap langkah.
"Aku merasa jahat mendengar ucapanmu," Ryeowook menelan ludahnya, membasahi tenggorokannya yang terasa kering.
"Aku sudah tidak tahu siapa yang jahat diantara kita. Aku yang merasa bertanggung jawab padamu tapi mengabaikan hal itu, atau kau yang perlahan membunuhku karna mengabaikan cintaku."
Hening. Music jazz sudah tidak terdengar lagi. Keheningan memenuhi seluruh ruangan cafè diwaktu hampir tengah malam.
Kenyataannya adalah mereka hanya memerankan apa yang telah ditulis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Full House
FanficBahkan saat dirumah, kita seperti orang asing yang kebetulan bertemu setiap saat.