Bab 26

3.9K 133 10
                                    

Hai gaees! Ngebut nih part selanjutnya. Plis like dan komen ya!

Aku terpaku, dengan isakan lirih yang kutahan.

"Kamu menangisi pria itu, Ra?"

"Ibu tak menyangka kau bisa berbuat sekotor ini, kau menghianati kepercayaan yang ibu berikan." cecarnya tanpa jeda.

"Aku salah, Bu tapi ibu tak harus bersikap sekejam itu pada Steven, dia manusia bu, punya perasaan."

"Kejam katamu? Itu kenyataan Ea, telinga ibu sudah cukup bosan mendengar ucapan tetangga, jika masalah uang ibu bisa menahannya, tapi masalah keyakinan ibu tidak bisa mentolelirnya. Dan ibu akan bersikap tegas padamu. Sekali lagi kau mendekatinya, maka sama halnya kau dengan membunuh ibu." tegasnya, berlalu meninggalkanku yang semakin tak berdaya.

Ya Allah, kenapa harus serumit ini, seandainya ibu tau apa yang sudah dilakukan Steven padaku, sebesar apa pengorbananannya untuk menyelamatkan kesucian anak gadis Kesayangannya?

Kenapa aku harus selalu melukai orang-orang yang mencintaiku?

Maafkan aku, Bu.

Malam itu aku merenung, tak bisa kupejamkan mata ini, rasa kantuk sepertinya enggan mendekatiku.

Berkali-kali kusentuh gawai yang tergeletak di sampingku.

Aku berharap Stev mengirimkan pesan padaku malam ini.

Awal pertemuanku dengannya seolah diputar kembali, aku rindu canda, konyol, senyuman tengil, serta tingkahnya yang kadang menyebalkan.

Nyonya Steven!

Tuhan, aku merindukan panggilan yang dulu kuanggap menjijikan darinya.

Dimana kamu, Stev? Apa kau baik-baik saja?

Aku mohon jangan pergi terlalu jauh dariku. Singapura? Benarkah kau akan kesana? Bagaimana denganku, dengan rindu yang tak bisa kubendung ini?

Seandainya kita tak berjumpa, seandainya kau tak sebaik itu padaku,  tentu aku tak menyimpan rasa ini padamu.

Kenapa pula harus sesakit ini saat berpisah denganmu?

____________

Dua minggu kemudian.

Pagi itu sopir keluarga pak Winangun menjemputku, mama Tania telah mempersiapkan sebuah kejutan untukku.

Rasa bersalah semakin menyiksaku saat melihat kebaikan yang diberikan keluarga Abi.

Wajar jika ibu begitu marah melihat kedekatanku dengan Steven.

"Pergilah, Sayang. Buktikan jika kau adalah Zahra, anak gadis kebanggaan ibu." bisiknya sebelum aku masuk ke mobil.

Kondisi Abi mulai membaik, rencana pernikahan menjadi obat tersendiri baginya.

Wajahnya mulai berangsur berisi, senyum manis tak lepas dari bibirnya.

"Ra, sebelum kita menikah aku mau kamu pake ini." Abi menyodorkan sebuah bingkisan padaku.

AKU ZAHRA Where stories live. Discover now