1. OSIS

231 49 64
                                    

"Proker terakhir kita akan segera dilaksanakan kurang lebihnya tiga minggu dari sekarang. Masa Orientasi Siswa tahun ini tidak seperti tahun lalu, yang mana OSIS dengan tidak manusiawi memperlakukan siswa baru layaknya binatang. Lupakan balas dendam kalian, karena hal itu juga tidak mendidik sama sekali. Saya selaku ketua OSIS periode tahun ini akan menyampaikan pesan dari pembina sekaligus kepala sekolah SMA Gemilang yang kita tempati ini."

Semua orang di ruangan itu tampak memperlihatkan ekspresi kesal. Mereka banyak yang menghela napas bahkan sebelum ketua OSIS menyampaikan pesan dari kepala sekolah untuk jalannya Masa Orientasi Siswa.

"Bukankah ini tidak adil?" bisik seorang wanita yang duduk di kursi paling depan kepada teman sebangkunya yang bergender pria. Yang diajak berbisik hanya melirik sekilas.

Ketua OSIS membuka lembaran baru yang diduga itu berisi mengenai peraturan dari kepala sekolah. "Tahun ini, proker MOS hanya boleh menguji mental dari siswa baru, tidak ada pembullyan, tidak ada kekerasan fisik, dan tidak ada kata-kata kotor dari panitia. Hukuman squat jump tidak diperbolehkan," jelas ketua OSIS yang kini menjeda perkataannya dan beralih melihat semua pengurus OSIS di ruangan tersebut. "Ada tambahan?" lanjutnya dengan tatapan malas.

Seorang perempuan yang duduk di kursi depan tadi mengangkat tanganya lalu berdiri dari duduknya. "Saya keberatan dengan peraturan baru itu. Kenapa? Karena saya waktu jadi siswa baru diperlakukan sebagaimana yang kalian tahu--" perkataannya terpotong.

"Saya tadi bilang apakah ada tambahan. Saya tidak merasa bertanya tentang kalian setuju atau tidak dengan peraturan baru dari kepala sekolah," potong ketua OSIS dengan nada suara tenang namun mengintimidasi.

Wanita itu terlihat masih ngeyel dan tidak suka ketika ketua OSIS menyela perkataanya. "Maaf sebelumnya, saya tidak suka jika perkataan saya dipotong. Jadi tolong dengarkan sebentar," semua orang diam dan beralih memandang wanita itu. "Begini, kenapa peraturan harus diganti? Lagi pula semua yang ada di ruangan ini juga pernah diperlakukan secara fisik oleh pengurus OSIS sebelumnya. Dan apakah itu adil jika siswa baru tahun ini diperlakukan dengan manja?" lanjutnya dengan suara lantang seraya menekan kata 'manja'.

"Apakah maksudmu itu ... kamu ingin balas dendam dengan cara memperlakukan siswa baru seperti kamu diperlakukan oleh OSIS sebelumnya? Peraturan ini sudah mutlak, dan kamu tadi bertanya mengenai alasan kenapa peraturan diganti? Biar saya jawab. Cobalah baca berita, ada salah satu siswa baru SMA di kota yang kita tinggali meninggal karena kekerasan fisik yang terjadi ketika MOS berlangsung."

Semua orang dalam ruangan itu mengangguk, sedang wanita tadi kembali duduk dengan wajah yang memerah karena menahan marah. Rapat dilanjutkan kembali.

"Sekarang pembentukan panitia. Siapa yang berkenan untuk menjadi ketua panitia?" tanya ketua OSIS kepada semua orang yang ada di dalam ruangan. Mereka semua diam dan tidak ada yang mencalonkan diri.

"Baiklah, siapa yang ingin mencalonkan temannya menjadi ketua?"

Seorang pemuda berkaca mata mengangkat tangannya.

"Ya, Rengga. Siapa yang kamu ajukan?" tanya ketua OSIS.

"Saya mengajukan Dito."

Ketua OSIS melirik sekretaris yang tengah sibuk mengetik bahan susunan kepanitian MOS.

"Ada lagi?"

Wanita yang duduk di barisan paling depan tadi kembali mengangkat tangannya.

"Ya, Arumi?"

"Saya mengajukan Rangga."

"Ada dua calon yang sudah tertulis di layar monitor. Masih ada yang ingin mengajukan atau kita sudahi dan berlanjut ke acara voting suara terbanyak?"

"Langsung ambil suara saja,” ucap semua yang ada di ruangan itu.

Hari sudah sangat sore ketika rapat baru saja usai, semua pengurus OSIS berbondong-bondong keluar ruangan dengan wajah terlihat lega. Sekolah juga sudah sepi, hanya tinggal seorang tukang kebun yang setia menunggu rapat usai, karena ia juga bertanggung jawab mengunci pintu kelas yang digunakan untuk rapat. Sebenarnya OSIS punya ruangan sendiri, namun ruangan itu masih dalam tahap renovasi.

Seorang wanita terlihat berdiri di koridor seolah menunggu kehadiran seseorang. "Dito!" serunya kepada seorang pemuda yang kini ia kejar, yang dipanggil berhenti dan melihat wanita di sampingnya yang kini tengah ngos-ngosan karena berlari.

"Ada apa?" tanya Dito sambil melanjutkan langkahnya.

"Selamat ya, lo jadi ketua, lagi. Hehe," ujar gadis itu dengan menjeda kata 'lagi'. "Lo kan udah pengalaman jadi ketua, dan kayaknya emang tampang lo dukung banget jadi ketua. Makanya anak-anak milih lo jadi ketua."

Dito menghela napasnya, ia tidak menjawab ocehan wanita yang sampai saat ini masih berusaha menyamai langkahnya.

"Eh, Dit. Lo pulang naik apa?"

"Motor," balas Dito cuek.

"Anu ... gue--" wanita itu belum selesai berkata namun matanya melihat sopir pribadinya yang berdiri di depan pintu mobil.

"Non Elin, saya sudah nungguin Non dari tadi."

Elin menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Anu, Dit. Gue duluan ya, lo hati-hati," ucap Elin lalu berlari menghampiri mobil jemputannya.

"Ih, Pak! Kok sampek sini sih mobilnya," keluh Elin yang masih bisa didengar oleh Dito.

Pemuda itu tidak peduli dengan suara yang barusan didengarnya. Ia melihat arlojinya yang kini menunjukkan pukul lima sore. Dito memasang helmnya dan menyalakan motornya yang berukuran cukup besar, ia melajukan motor dengan kecepatan di atas rata-rata. Hari ini Dito berniat untuk mampir sebentar ke cafe yang dulu pernah didatanginya bersama Rengga, si anak kaca mata. Dito berjalan menuju meja yang berada di sudut ruangan. Matanya melihat kanan kiri, seperti sedang mencari sesuatu. Tiba-tiba seorang pelayan datang dan menyodorkan kertas berisi menu. Dito menerimanya dan mulai memilih apa yang ingin dia beli.


"Di sini ada makanan juga ya ternyata," niat Dito hanya bergumam, namun pelayan itu malah menanggapinya.

"Iya, kak. Itu menu tambahan di cafe ini. Mau pesan yang mana?"

"Saya pesan cappucino sama nasi goreng ayam, ya. Medium aja," pelayan itu mengangguk paham, lalu mencatatnya di sebuah kertas kecil.

"Tunggu sebentar ya, Kak," pelayan itu berlalu pergi.

Dito kembali memandang isi cafe, pandangannya beralih menatap tanaman di dalam pot yang sengaja digantung di atas balkon. Mungkin maksudnya untuk memberi kesan segar di sini. Pemuda itu mengeluarkan laptopnya, ia membuka hasil rapat tadi sore. Dia mencoba mencari sebuah ide yang bagus untuk jalannya MOS, ketika mendapatkan sebuah ide, dia akan mengetiknya pada benda kotak itu.

Selang beberapa menit pesanannya datang, yang mengantar pesanannya adalah pelayan wanita ceroboh kemarin. Dito melihat wanita yang sepertinya agak kaku ketika membawa nampan berisi secangkir kopi dan sepiring nasi goreng. Dia menduga jika pelayan itu akan memecahkan isi nampan saat itu juga. Dengan inisiatifnya Dito berdiri dan mengambil alih nampannya.


Pelayan itu terkejut seraya menatap Dito. "Maaf, dan terima kasih," ujarnya sambil membungkuk.

Dito menaikkan alisnya, ia membaca tulisan nama pada seragam wanita itu, di sana bertuliskan namanya adalah Shinta Nada Adninda. Begitulah.

"Selamat menikmati," ujar Nada sebelum pergi.

Dito kembali duduk dan menikmati pesanannya sambil menatap layar laptopnya yang tengah menyala.

***

Masa Badai yang Indah [ COMPLETE ] ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang