2. Hari Pertama

164 42 53
                                    

Ia tersenyum kecut melihat mereka semua berbaris layaknya kawanan babi yang diam karena mencari aman.

***

JALANAN di kota Jakarta terlihat lebih macet dari biasanya, padahal hari sudah petang. Nada berpikir jika ia akan pulang dengan naik bus, tapi niatnya terurungkan. Ia berdiri di depan cafe yang sudah tutup beberapa menit yang lalu.

Ddrrt...

Ddrrtt...

Bunyi ponsel yang sepertinya mendapatkan sebuah pesan. Nada merogoh kantongnya dan ia melihat pesan yang masuk, ternyata pesan itu dari pihak sekolah SMA Gemilang, lebih tepatnya dari panitia MOS tahun ini.

To : Nada

Selamat petang untuk para peserta didik baru!

MOS hari pertama, kalian diwajibkan membuat sebuah kartu identitas dengan kertas berwarna hitam dan tinta emas. Kertas dibentuk trapesium dengan ukuran atas, samping kanan, dan kiri 19 cm lalu bawah 25 cm. Tali id card berwarna kuning.
Hari pertama cukup itu saja, selamat bekerja!

From : Panitia MOS.

Nada menghela napas ketika membaca pesan itu. MOS akan dilaksanakan besok tapi dimalam selarut ini mereka baru memberitahukan persyaratannya, dan Nada juga merasa lelah setelah seharian bekerja. Namun mau tidak mau ia akan melakukannya sesuai intruksi.

"Semangat!" ujar Nada pada dirinya sendiri dan mulai berlari mencari sebuah toko yang menyediakan peralatan seperti yang tertera pada pesan singkat tadi.

Ia memasuki sebuah toko alat tulis dan mencari kertas berwana hitam juga tinta emas, dan seutas tali berwarna kuning. Tangannya sibuk memilih tinta yang terjajar rapi di sana. Saat sudah ketemu ia menariknya namun bersamaan dengan orang lain yang sepertinya juga mencari tinta dengan warna yang sama.

"Eh?" ucap mereka secara bersamaan.

Nada mengembalikan tinta yang jatuh tadi ke tempat semula, ia beranjak pergi karena tahu jika tintanya tinggal satu, dan yang beli ada dua termasuk dirinya.

"SMA Gemilang?" tanya sebuah suara yang langsung membuat Nada berbalik ke arahnya.

Nada menunjuk dirinya sendiri, dan orang itu langsung mengangguk.

"Iya, siswa baru."

"Sama. Kenalin nama gue Romi," pemuda yang bernama Romi itu mengulurkan tangannya untuk bersalaman, Nada menerima uluran tangannya dengan agak gugup.

"Nada," balasnya.

"Tintanya tinggal satu, gimana kalau kita buatnya bareng saja? Rumah lo jauh dari sini?"

"Enggak. Tapi apa enggak apa-apa kalau tintanya dijoin?" tanya Nada yang kini merutuki dirinya karena pertanyaan bodohnya.

Romi tertawa kecil mendengar pertanyaan Nada barusan, "Tintanya juga gak bakal nangis kok kalau dibagi, haha."

"Maksud gue, apa nanti cukup," kalimat ini yang tadi ingin diucapkan oleh Nada, namun malah salah dengan pertanyaan bodoh barusan.

"Cukup, kok. Ya udah sini biar gue bayar sekalian," Romi melihat kertas dan temali yang dibawa oleh Nada.

"Eh, enggak usah biar gue sendiri aja."

"Nanti lama, biar sekalian," Romi mengambil alih semua yang dibawa Nada, Nada sendiri hanya bisa pasrah.

Nada menunggu Romi di luar, karena di kasir tadi juga sedang antre. Ia duduk di depan toko sambil melihat langit malam tanpa bintang.

"Maaf, buat lo nunggu," ujar Romi yang baru saja keluar dari toko. Ia menenteng kantong berwarna putih yang berisi peralatan untuk MOS besok.

Masa Badai yang Indah [ COMPLETE ] ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang