21. Detak

59 13 10
                                    

BEBERAPA lembar foto terpajang indah di dinding, nilai seninya sangat mengena. Nada terlihat puas dengan karyanya. Ia memandang sederet fotonya bersama Dito, aneh memang ketika tidak saling berkata namun saling merasa. Nada menekan dadanya, seperti ada rasa nyeri di sana, sakit karena ia merasa cinta sendiri. Ia terduduk di bawah foto yang bahkan baru saja dipasangnya.

Dengan cepat ia menggeleng. “Semua orang berhak mencintai dan juga dicintai,” ujar Nada pada dirinya sendiri.

Nada tidak peduli dengan perasaan yang kini memenuhi hatinya, dia juga manusia yang berhak mencintai. Asalkan dia tidak menyakiti orang lain, itu bukan suatu masalah. Karena dia juga berhak untuk bahagia. Perihal perasaan Dito kepadanya, suatu saat dia akan segera tahu, apakah dia cinta sendiri atau malah Dito juga memiliki rasa yang sama dengannya.

Hari ini Nada sengaja tidak masuk sekolah, ia merasa lelah dan pusing karena baru saja pulang dari acara OSIS. Berlibur di pantai ternyata juga menguras banyak tenaga. Kenapa? Karena di sana sangat panas, dan panas itu benar-benar menyiksa.

Drrrtt..

Nada mengambil ponselnya, ia menerima telepon tersebut.

“Halo?” ujar Nada.

“Lo nggak masuk sekolah?”

“Iya, kak. Maaf ya nggak ngabarin,” kata Nada spontan. Nada sadar bahwa ia baru saja melakukan hal bodoh, untuk apa dia minta maaf? Gadis itu mengetuk kepalanya tiga kali.

“Kenapa minta maaf?” balas Dito sesuai dugaan Nada.

Nada merutuki dirinya sendiri, sangat memalukan. Bahkan jika dia ingin keluar negeripun ia juga tidak memiliki kewajiban untuk memberitahu Dito, karena tidak ada yang spesial di antara mereka.

“Halo?” ujar Dito yang membuat Nada kaget.

“Eh, iya, kak?”

“Lo sakit?”

“Enggak kok. C-Cuma capek aja, kak.” Tergagap. Nada benar-benar merasa canggung entah karena apa.

“Sekarang masih capek?”

Nada mencoba menggerakkan badannya. Apakah terasa berat dan sakit seperti kemarin, dan ternyata tidak sama sekali. Jadi istirahatnya sudah cukup. Begitu pikirnya.

“Enggak,” jawab Nada setelah melakukan hal bodoh dengan meregangkan tubuhnya.

“Lo mau makan apa?” tanya Dito dari seberang sana. Dito masih berada di sekolah tentunya, karena ini masih jam satu lebih limabelas menit, sedang sekolah usai sekitar jam dua siang.

“Nggak ada, kak.”

“Ya udah, gue tutup teleponnya.”

“Iya.”

“Daah ...,” tutup Dito membuat Nada salah tingkah. Apalagi Dito juga belum memutus sambungannya, yang artinya dia menunggu Nada untuk menjawabnya.

“Iya, kak. Bye,” balas Nada canggung.

Akhirnya Dito memutus sambungan teleponnya. Pemuda itu tersenyum entah karena apa, tentu saja dia juga senang. Perasaan yang tumbuh di hatinya memberi banyak warna, rasanya seperti roller coaster. Dito kembali melanjutkan jalannya, sebab tadi ia menelepon Nada di luar ruangan.

Pemuda itu menuju ke ruang OSIS yang ternyata di sana sudah ada beberapa pengurus yang tengah sibuk dengan tugasnya. Dito menghampiri Mita yang sibuk menghitung uang infak yang terkumpul hari ini.

“Lo Mita, 'kan?” tanya Dito.

“Iya, kak. Masak nggak kenal, sih?” tanya Mita tidak percaya. Ia jadi agak kesal dengan sosok Dito.

Masa Badai yang Indah [ COMPLETE ] ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang