BAB 17

6.2K 293 6
                                    

Suara hening menyelimuti ruang tamu kamar Hotel yang ditempati oleh pengantin baru tersebut. Pandangan Daniel terus mengarah kepada dua sosok lelaki asing yang baru saja bertamu, pria itu meminta dirinya dan Kayana untuk membicarakan sesuatu.

Sementara Kayana hanya membatu, tatapan matanya kosong setelah menatap pria yang memiliki memar di sudut bibirnya. Bahkan jika saja tadi Daniel tidak sigap menangkap tubuhnya, dapat dipastikan Kayana sudah terjerembab di lantai. Semua hal itu membuat kepala Daniel berdenyut; karena hingga saat ini Kayana masih bungkam seribu bahasa, ia yakin pasti ada yang salah dengan tamu tersebut, namun pikirannya masih belum dapat mencerna apa yang terjadi sebenarnya.

"Kayana, maaf karena Mas datang tanpa memberitahumu terlebih dulu," pria yang dipanggil Mas oleh Kayana mulai buka suara. Sementara pria yang satu lagi hanya duduk dengan mimik muka yang sulit dibaca, saat mendengar suara pria tersebut, perlahan Kayana menggeser arah kepala—ia menatap pria itu dengan pandangan yang berubah menjadi sedikit binar.

"Ada apa sehingga Mas tiba-tiba kembali muncul di hadapanku?" Kayana memaksakan diri untuk bertanya, meski dengan suara yang terbata.

"Sebelumnya aku ingin meminta maaf terlebih dulu," pria itu menatap Kayana dengan tatapan teduh, ada gurat kerinduan yang tergambar jelas di wajah tampannya. "Aku ke sini ingin membicarakan perihal pria yang ada di sampingku ini," dia menunjuk pria itu, "Kau pasti sudah sedikit mengetahui siapa dia," semua mata kini terarah pada sosok pria yang masih diam dan tidak bergerak di tempatnya.

"Lalu apa urusannya denganku?" Tanya Kayana dengan suara sayup.

"Hey! Aku tidak mengerti ada apa ini? Jelaskan dulu ada apa sebenarnya?!" Akhirnya suara Daniel pecah juga, setelah sekian lama bungkam pertahanannya tumbang, rasa ingin tahu terlalu mendominasi dinding hatinya.

Pria yang seperti juru bicara menarik nafas panjang sebelum ia mulai menceritakan maksud kedatangannya. Saat mengetahui bahwa lelaki yang terus berdiam diri itu adalah pria yang menjual Kayana—Weslie—hampir saja Daniel menghajarnya hingga babak belur.

Mungkin jika Kayana tidak menenangkan, saat ini wajah pria itu sudah berubah lebam dan harus berakhir di rumah sakit. "Jangan bertindak kriminal, Daniel. Aku tidak ingin melihat kamu melakukan itu," pinta Kayana dengan wajah memelas. Dengan berat hati Daniel menurunkan tinjunya yang sudah menggantung di udara. Tapi demi Tuhan ia merasa ingin membunuh lelaki itu sekarang juga! Andai ia tidak ingat ada hukum yang berlaku, mungkin saat ini tubuh lelaki itu sudah berada dalam keadaan tercabik.

"Aku mengerti perasaanmu Daniel, tapi maksud kedatangan kami kesini selain ingin meminta maaf kami juga ingin merundingkan semua ini agar diselesaikan secara kekeluargaan."

"Jangan pernah bermimpi untuk mengharapkan itu semua!" murka Daniel dengan wajah yang masih memerah.

"Tenanglah, kita duduk dulu," Kayana berusaha membujuk agar pria itu meredakan emosinya. Ia merasa tidak nyaman dengan situasi tersebut, hingga akhirnya Kayana memutuskan untuk meminta kedua tamu itu agar pergi dan membicarakan hal ini jika waktunya sudah tepat.

"Mas Junho, nanti aku akan mengabarimu," Kayana berusaha memberikan pengertian pada Junho agar tidak terlalu khawatir. Bagaimanapun pria itu pasti cemas akan nasib Weslie, karena terlibat dalam tindakan kriminal serius.

"Aku percayakan semuanya padamu," ada nada penuh harap dalam suara pria itu, "Weslie, melakukan hal itu—menjualmu—tidak dalam keadaan sadar sepenuhnya, aku akan menjelaskan detailnya nanti jika kau bersedia untuk menghubungiku," Junho menyerahkan kartu nama miliknya.

"Aku tahu Mas tidak akan mau membantu jika dia benar-benar bersalah, dan sadar saat melakukan hal itu," Kayana melirik suaminya yang sedang menatap tajam Weslie dengan cemas, "Nanti aku akan menghubungi setelah semuanya lebih tenang," Kayana setidaknya paham bagaimana sifat Junho yang selalu adil dan tidak pernah pandang bulu jika menyangkut orang yang bersalah. Hal itu sudah Kayana lihat saat mereka menjadi senior dan junior saat sekolah dulu, kepergian Junho untuk kuliah di luar negeri pasti telah berbuah manis pada pilihan karir yang digeluti pria itu.

Marriage Failed The First NightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang