BAB 7

6.8K 266 5
                                    

Suasana pagi di kamar hotel yang ditempati Daniel dan Kayana didominasi oleh dentingan suara sendok yang beradu dengan piring porselen, kedua sejoli itu tengah menikmati sarapan mereka. Hening, tanpa ada yang berniat membuka mulut atau sekedar untuk bertegur sapa. Keduanya sibuk dengan makanan yang tersaji—meski pikirannya entah dimana. Mereka duduk berhadapan tanpa saling menatap, bersikap acuh seolah tidak perduli, namun dalam nyatanya pikiran mereka saling berkaitan satu sama lain.

Daniel berdehem kecil disela mengunyah makanannya. Meraba-raba kata yang pantas untuk diucapkan, mengingat Kayana yang masih kesal atas perlakuannya semalam, karena membuka baju gadis itu untuk mengobati alerginya.

"Hari ini kamu ingin jalan-jalan kemana?" Daniel mendongak menatap Kayana, berharap pertanyaan yang dilontarkannya mendapat jawaban. Namun harapannya sirna, kala Kayana malah menunjukkan tatapan membunuh. Mengabaikan pertanyaan pria itu, seolah ia tidak pernah mendengar apapun.

"Apa kau masih marah?" kembali pria itu melontarkan pertanyaan. Dengan nada yang dia buat sehalus mungkin, dan kali ini hanya dijawab dengan dengusan kesal oleh istrinya.

"Sebaiknya habiskan saja makananmu!" Kayana memotong Sandwich-nya dengan kasar; sebagai pertanda jika dirinya masih kesal atas kejadian semalam.

Daniel hanya menatap wanita itu dengan tatapan kesal. "Kau seperti anak kecil. Kita ini sudah menikah, jadi wajar jika aku melihat tubuhmu," pria itu tidak kalah kasar menggesekkan pisau untuj memotong Sandwich miliknya.

"Apa?" Kayana berhenti mengunyah, lalu menatap Daniel sebentar. "Meskipun begitu kau harus tetap mendapatkan ijin dariku terlebih dahulu!" kali ini Kayana menghentakkan ujung pisau makannya. Membuat dentuman keras kala pisau itu beradu dengan piring dan menjadi salah satu suara di sela pertengkaran kecil mereka. Daniel menghentikan aktifitas makannya juga, ia balik menatap Kayana sinis dengan mulut penuh makanan.

"Aku sudah berhak atas dirimu sepenuhnya." Ujarnya setelah berhasil menelan semua makanan yang tersisa di mulutnya, "Jadi, apapun yang akan aku lakukan padamu, kau harus pasrah dan menerimanya dengan lapang dada! Karena kau adalah istriku." Mendengar hal tersebut dari mulut Daniel membuat Kayana merasa terbakar emosi. Pupil matanya memerah menahan amarah yang tak bisa ia ungkapkan, dan tanpa sadar air matanya menetes jatuh begitu saja. Namun Kayana buru-buru menyeka cairan tersebut sebelum Daniel menyadarinya.

"Aku sudah selesai, sebaiknya kau jangan menggangguku dulu!" Kayana sudah berdiri dan sambil melayangkan kaki, hingga sedetik kemudian telapak kaki gadis itu sudah menendang betis Daniel dengan keras dari kolong meja makan. Setelah melakukan aksi tersebut ia berlalu tanpa menoleh, membiarkan Daniel yang sedang mengerang kesakitan.

"Hey! Sudah kubilang jangan kasar padaku!" Daniel berteriak, "Sepertinya aku harus memberimu pelajaran, Kayana!" pria itu berdiri mengejar istrinya yang sudah melewati pintu kamar. Tapi sayangkan Niat Daniel tidak tercapai karena pintu kamar yang dibanting kasar oleh Kayana sudah mendarat dengan tepat di wajahnya.

"Sial! Kayana, kau membuat hidungku berdarah," pekikan pria itu menggema, kedua tangannya bertumpu pada wajahnya yang terasa nyeri.

"Sudah aku bilang jangan ganggu aku!" Kayana menjawab perkataan Daniel sinis. Berteriak dari balik pintu kamar yang ia jadikan sandaran tubuh.

"Tapi aku ini Suamimu! Bersikaplah lebih sopan sedikit!" Daniel tidak mau mengalah begitu saja. Ia tetap bersikeras agar Kayana bersikap baik padanya, dan tetap berusaha menyadarkan Kayana bahwa dirinya sudah menjadi seorang istri.

"Pergi! Aku ingin sendirian!" pekikan Kayana membaur bersamaan dengan suara ponsel Daniel, ia mulai hafal nada dering panggilan masuk suaminya itu. Samar-samar terdengar Daniel berbicara, hingga akhirnya teriakan pria itu membuyarkan pikiran kosong Kayana.

"Aku akan pergi ada urusan. Sepertinya akan lama, jika kau ingin berkeliling, kau harus minta bantuan pihak hotel untuk mengantarmu!" Kayana hanya terdiam. Hingga akhirnya suara pintu yang tertutup terdengar.

"Ah, sebaiknya aku mandi. Aku bisa bebas melakukan apa saja saat dia tidak ada," Kayana berjalan menuju kamar mandi sambil melepaskan pakaiannya di sembarang tempat. Ia hanya membawa handuk kecil untuk penutup kepala, serta dalaman dengan motif kartun yang biasa dikenakan. Ia menikmati berendam dalam bathub sambil membersihkan setiap inci tubuhnya yang sudah pulih dari alergi semalam.

💝💝💝💝

Setelah menemui sahabatnya, Daniel segera beranjak. Ia berpamitan agar waktunya tidak habis di sana, pria itu bermaksud untuk mengajak Kayana kembali menjelajahi Negeri dengan cuaca yang cukup terik itu. Daniel menerobos masuk menuju kamar hotel yang disewanya. Mengedarkan pandangan hingga ke balkon, namun langkahnya terhenti tepat di pintu kamar tidur karena ia meyakini bahwa istrinya berada dalam ruangan tersebut.

Daniel memutar knop pintu dengan perlahan. Menimbulkan decitan halus yang nyaris tak terdengar saat ia menarik pintu hingga terbuka, langkahnya terhenti kala dentuman kasar pintu kamar mandi yang dibuka terdengar. Lalu menampakan sosok wanita yang berjalan keluar hanya berbalut pakaian dalam. Ekspresi terkejut bercampur geli menghiasi raut wajah pria itu, Daniel merasa lucu dengan tingkah istrinya yang berjalan ke sana kemari seperti ratu pantai dalam balutan pakaian dalam, Kayana sibuk mengeringkan rambutnya yang basah. Saat ia sedikit mencodongkan tubuh, hal tersebut membuat payudaranya yang penuh dan putih seolah tampak menggantung.

Ah, sayang sekali, aku melihatnya dari arah samping.

Pikiran gila mulai berhamburan dalam benak Daniel, ia bersandar nyaman pada dinding beton kokoh yang ada di sampingnya. Memperhatikan dengan seksama setiap gerakan yang Kayana lakukan, suhu tubuh pria itu mulai meninggi. Ada perdebatan sengit yang terjadi dalam dirinya, darahnya seolah berdesir hebat menyaksikan pemandangan tubuh—nyaris telanjang Kayana—yang baru sekali ini dilihatnya.

Berbeda jika saat berada di kolam renang, melihat gadis berpakain bikini tidak pernah ada yang membuatnya seperti ini. Berkali-kali Daniel menelan Saliva-nya, tenggorokkannya seolah dilanda kemarau panjang. Gerakan Kayana yang mengibaskan rambut basahnya membuat Daniel berpegangan kuat, tubuhnya merasakan desiran aneh yang tidak menentu.

Kayana masih santai melakukan kebiasaanya saat masih tinggal di rumahnya sendiri. Ia bahkan masih belum menyadari bahwa ada sepasang mata yang tengah sibuk memperhatikannya. "Aku pakai baju yang mana ya?" Kayana sibuk memilah baju yang akan ia kenakan. Setelah menentukan pilihan ia memilih dua baju untuk dicoba, lalu berjalan menuju kaca lemari yang berlawanan dengan arah pintu masuk. Saat dirinya hendak mencoba kain berbahan satin itu, pandangannya menangkap sosok yang dikenal. Sosok yang besandar pada dinding dengan tangan yang terlipat di atas dada, sementara bibirnya menunjukkan seulas senyum yang sulit untuk diartikan.

"Aaaaaa! Apa yang sedang kau lakukan di sini? Sejak kapan kau berada di situ?!" Kayana menjerit, sementara matanya sibuk mencari sesuatu yang dapat digunakan untuk melindungi diri.

"Aduh, bagaimana ini?" Kayana menarik selimut untuk menutupi lekuk tubuhnya. Tapi sebelum hal tersebut terjadi kesialan sudah menimpanya terlebih dulu. Ia sudah terjerembab menginjak baju kotor yang belum sempat dirapikan. Bahkan peristiwa itu terjadi sesaat sebelum selimut itu menutup tubuhnya dengan sempurna.

Sungguh memalukan!

Marriage Failed The First NightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang