BAB 29

2.7K 139 1
                                    

Matahari perlahan bersembunyi menuju peraduan, senja telah menyingsing dan tengah bersiap mengantar sang malam menaungi bumi. Uang tebusan itu telah berhasil dikumpulkan, dan dimasukkan ke dalam sebuah travel bag berukuran sedang. Dengan segala perasaan was-was Weslie berdiri di dekat Sofa, matanya tidak lepas dari pemandangan langit yang mulai berubah gelap.

Ia merasakan suatu ketakutan yang sulit untuk diungkap, ia hanya ingin menikmati dunia sebelum tidak dapat lagi melihatnya. Tidak ada yang tahu kejadian seperti apa yang akan ia hadapi, tidak ada jaminan bahwa keselamatannya tidak akan terancam, pemilik club pasti menyimpan dendam untuk dirinya.

Di sisi lain Junho sibuk menghubungi seseorang, tidak ada yang tahu pria itu menghubungi siapa. Daniel terus meraup wajah, pakaian yang melekat di tubuhnya sudah tidak berbentuk, rambutnya acak-acakkan seperti tidak mandi selama berhari-hari. Daniel hanya ingin semuanya berjalan dengan baik, tidak perduli dengan uang masa depannya yang harus hilang dalam sekejap mata. Ia hanya ingin melihat Istrinya dalam keadaan sehat,

"Ka, apa kau baik-baik saja? Aku rasa sudah waktunya kita berangkat," Junho bertanya pada Weslie yang terlihat sedikit pucat, meski pria itu berkata baik-baik saja. Hati kecilnya tetap memiliki rasa takut dan rasa ngeri saat membayangkan hal apa yang akan terjadi di luar sana.

Mereka membutuhkan dirinya sebagai tumbal, secara tidak langsung dialah yang telah menyebabkan cafe itu ditutup dan pemiliknya dipenjara. Orang-orang yang merasa dirugikan pasti akan menaruh dendam kesumat. Weslie hanya mampu menghela nafas dan menghembuskannya secara perlahan, kemudian beranjak seraya mengangguk mantap dan berjalan menuju pintu.

"Weslie, maafkan aku. Aku ingin kau dan Istriku selamat," Daniel terpaku pada satu titik di belakang Weslie, hatinya merasakan ketakutan yang luar biasa, ia menggigit bibir saat kilatan bayangan buruk melintas di atas kepalanya.

Pria itu—Weslie—berbalik dan berusaha untuk tetap menunjukan wajah tenang, "Kau tidak parlu meminta maaf padaku. Ini semua memang aku yang memulainya dan aku juga yang harus mengakhirinya," Weslie menarik bibirnya menjadi seulas senyum. "Ayo kita harus segera berangkat sebelum terlambat dan membuat Kayana terluka."

Junho yang sedari tadi hanya diam akhirnya melangkahkan kaki paling depan, ia sudah menghubungi orangtuanya di Jakarta dan menjelaskan misi penyelamatan yang akan dilakukan oleh Kakaknya. Hati kecil Junho berteriak dengan segala pemikiran logis yang terus berpendar di atas kepala, ia masih tidak yakin jika harus melapor Polisi, tapi di sisi lain keselamatan Weslie jelas tengah berada dalam bahaya yang akan menyambutnya.

Junho mungkin terlihat tenang, andai dadanya dapat dibelah, maka di sana akan terlihat jelas bahwa Junho yang paling menderita dengan segala pemikirannya. Ia harus mencari cara agar Weslie dapat dilepaskan, meski belum tahu kesepakatan seperti apa yang akan mereka hadapi, pikiran Junho bergidik jika harus menyaksikan Kakaknya terluka.

Mereka bergerak turun menuju parkiran, mobil yang mereka pakai adalah milik Marina Bay. Sementara pihak Hotel disibukkan dengan adanya indikasi pegawai lain yang ikut terlibat dalam penculikan tersebut. Tidak ada yang dapat menjamin, karena jika hal itu benar adanya maka mereka semua dalam pengawasan musuh dalam selimut.

Manajemen hotel bersikeras melakukan interogasi hari itu juga, tidak ingin kembali kecolongan jika ada pegawai mereka yang masih terlibat. Sementara ke tiga pria tadi—Daniel, Weslie, dan Junho—berada dalam satu kerangka besi mewah yang melaju menuju Harbourfront (Nama pelabuhan) Singapore. Di sanalah tempat para penculik tersebut mengajak bertemu.

Daniel duduk dengan gelisah, ada keringat yang perlahan keluar dari tubuhnya. Demi Tuhan ia merasa seperti tengah berada dalam misi penyerahan nyawa seseorang. Junho yang duduk di belakang kemudi terlihat tenang, pengacara muda itu seperti biasa akan selalu menunjukkan wajah tanpa ekspresi meski tengah berada dalam kesulitan.

Daniel melirik ke bangku belakang melalui kaca spion yang menggantung di atas kepala, mengintip Weslie yang hanya diam, mata pria itu menelisik setiap jalan yang mereka lewati. Rasa sedih yang meliputi hati Daniel, meski Weslie ikut bertanggung jawab atas ini semua. Tapi saat berhadapan dengan situasi seperti ini secara langsung, Daniel tetap merasa bersalah.

"Aku harap mereka tidak melukaimu," gumaman Daniel membuat Weslie memalingkan wajah untuk menatapnya.

"Jangan khawatirkan aku, kau hanya perlu menyelamatkan Kayana dan membebaskan ia dari semua kekacauan yang telah kubuat," Daniel menarik nafas dalam, karena tidak tahu harus berkata apa. Sisi hatinya yang lain ingin membiarkan Weslie masuk dalam masalah, tapi di sisi lainnya ia tidak akan pernah menjadi manusia yang begitu tega. Daniel hanya menginginkan semua orang yang dikenalnya selamat tanpa mendapat cacat di tubuh mereka.

"Aku tidak tahu, aku hanya ingin Kayana kembali tanpa harus melihatmu terluka atau sesuatu yang buruk lainnya," Daniel mengutarakan isi hatinya dengan lemah, da hanya ingin semua harapannya menjadi kenyataan, Uang tebusan yang mereka minta telah dibawa, dan tuntutan yang Daniel ajukan telah dicabut tadi sore.

Semua tergantung penjahat itu akan menepati janji atau tidak. Yang pasti Daniel terus memanjatkan do'a dan berharap semuanya akan baik-baik saja, tidak ada satupun dari mereka yang memiliki perasaan tenang, dalam sudut ruang hati masing-masing menyimpan rasa takut akan kejadian yang tidak dapat mereka prediksi.

Junho melakukan aksi diam demi menetralisir perasaan hatinya yang tengah gundah, ia sama risaunya dengan Daniel yang dari tadi terus berpeluh keringat. Junho memikirkan banyak hal seandainya nanti ia harus bernegosiasi jika keadaan mulai memburuk. Tanpa terasa, mobil yang mereka tumpangi telah berbelok memasukki kawasan pelabuhan. Suasana yang mulai hening terasa mencekam bagi mereka, orang-orang seolah bersembunyi di balik tirai.

Mereka telah sampai di dermaga, para pelaku menahan mobil dan meminta mereka mendekati kapal Ferry yang dipasang lampu berkerlip di sekelilingnya. Junho memarkir mobil sekitar lima belas meter dari Ferry tersebut, Weslie membawa tas berisi uang yang harus ia serahkan. Ketika mereka mulai bergerak maju; telpon genggam Weslie menampilkan panggilan masuk.

"Bawa uang itu bersamamu! Orang suruhanku akan menjemputmu dan kedua pria itu harus menunggu di luar kapal," suara wanita yang dikenal Weslie mengintrupsinya, ketika sudah berjarak sepuluh meter mendekati kapal, dua lelaki berbadan besar menghampiri mereka. Menahan tubuh Daniel dan Junho yang berusaha untuk mengikuti langkah Weslie yang tengah dibawa menjauh.

"Diam di sini jika ingin teman kalian selamat!" ancam salah seorang dari mereka.

Daniel dan Junho dengan sangat tidak rela menurunkan bahu mereka, terduduk dalam pengawasan dua lelaki berbadan besar. Senjata api tersampir di pinggang dua orang tersebut. Samar mereka melihat Weslie masuk ke dalam kapal, Daniel berusaha menjulurkan kepala, berharap dapat melihat Kayana dan memastikan bahwa Istrinya baik-baik saja.

***

Marriage Failed The First NightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang