BAB 8

5.6K 238 2
                                    

Dalam keheningan, tanpa saling menatap, ada emosi aneh yang berpacu dalam jarak dan waktu di antara mereka. Perasaan kesal, marah, benci, sesak, dan semua hal gila yang kapan saja bisa meledak layaknya bom waktu. Membuat Daniel tidak dapat berkonsentrasi dengan hal apapun yang akan ia lakukan. Tubuh yang berdampingan, tarikan napas yang sama, serta permainan suara menderu mobil seperti hiburan tersendiri, memberi pertanda ini nyata bukan mimpi yang akhirnya memburam. Kayana menatap lurus jalan yang terbentang kokoh di hadapannya. Tidak memperdulikan lirikan-lirikan Daniel.

Sedangkan pria itu sendiri, sedang mencari kata yang pantas untuk diucapkannya. Ia tidak mengerti harus berbuat apa sekarang, meskipun harga dirinya seolah terinjak-injak, tapi ia tetap berusaha bersikap sabar meski hatinya terluka. Kejadian saat ia membantu Kayana merapikan diri setelah terjatuh. Daniel mengakui bahwa ia hampir lepas kendali saat melihat tubuh istrinya hanya berbalut pakaian dalam. Dirinya yang saat itu sedang kalap tiba-tiba merengkuh Kayana dalam pelukannya, meminta haknya untuk berhubungan badan. Namun Kayana berontak dan berusaha melepaskan diri, mendorong tubuh Daniel untuk menjauh. Membuat pria itu harus menahan hasrat, membuat perubahan pada mimik wajah Daniel. Mungkin terkesan egois jika ia meminta melakukan hal itu di saat istrinya belum merasa siap.

Tanpa rasa bersalah Kayana menunjukkan tatapan membunuh. Membuat pikiran Daniel semakin kacau, ditambah pria itu teringat gadis yang hadir saat dia bertemu dengan para sahabatnya. Seorang gadis yang pernah mengisi relung hati Daniel selama beberapa tahun, membuat pikirannya kacau, jantungnya masih berdegub di atas normal setiap kali mengingat wajah mantan kekasihnya itu.

"Bisakah kau bersikap sedikit baik padaku?" lontaran halus penuh makna terucap. Seolah menghentikan saluran pernapasan Kayana. Wanita itu terhenyak dari angan semu yang dijalani. Tersadar dari lamunan rasa bersalah, atas perbuatan yang dia lakukan terhadap suaminya. Menolak keinginan pria itu dengan serta merta. Tanpa mau sedikit saja bersikap baik padanya, sesungguhnya hati Kayana sedih jika mengingat perlakuannya. Namun, rasa takut menghilangkan akal sehatnya untuk berpikir logis.

Membuatnya tidak sanggup bersikap manis pada Daniel. Perasaan itu mempengaruhi tingkah lakunya yang lebih sering membuat Daniel kesal karena perlakuannya yang semena-mena. Tarikan napas kasar menjadi hal pertama yang Kayana lakukan sebelum menjawab pertanyaan lelakinya.

"Seingatku, aku tidak pernah memukul atau berkata hal yang dapat melukai perasaanmu." Kayana yang merasa tidak nyaman dengan tuduhan pahit yang di lontarkan Daniel padanya, berusaha membela diri.

"Aku tahu ini tidak mudah! Kuharap kau bisa perlahan menerima kenyataan ini, dan bersikap layaknya seoramg istri!" pria dengan senyuman menawan itu berubah, menjadi lebih tegas saat meminta Kayana untuk patuh akan kodratnya.

"Kenapa sikapmu seperti ini? seingatku, pagi tadi kau masih baik-baik saja. Tingkahmu berubah drastis setelah kau bertemu dengan teman-temanmu," raut wajah Kayana menandakan ketidak nyamanan hatinya.

Pria itu membanting kemudi, decitan halus roda mengaum bersamaan dengan mobil yang telah menepi di pinggir jalan. Dengan napas tersengal, sekuat tenaga Daniel menahan gejolak perasaan yang membuatnya bersikap aneh, berusaha menetralisir perasaan bimbang yang kian memuncak.

"Ada apa denganmu? Kau terlihat seperti orang yang sedang dalam kesulitan, aku sungguh tidak mengerti. Pagi tadi kau masih belum seperti ini, tapi saat kau kembali setelah menemui teman-temanmu, tingkahmu menjadi sensitif dan emosional!" Kayana sedikit meninggikan suaranya, manik matanya menatap Daniel yang menyandarkan tubuhnya pada kemudi.

Membuat wajah pria itu tertutup, menampakan kepala belakang dengan rambutnya yang hitam pekat. Hening, pria itu tidak menjawab satupun pertanyaan istrinya. Membuat Kayana ikut terdiam dan kini keduanya membatu seperti orang dungu. Lima menit berselang, pria itu mensejajarkan tubuhnya dengan kursi kemudi, dia mulai bersuara setelah sedikit meredam pikiran aneh yang menganggunya.

"Tolong bersikaplah baik padaku, aku tidak meminta banyak, setidaknya bersikap baiklah meskipun hanya sedikit," Daniel berkata tanpa menatap wajah Kayana. Dia masih memejamkan mata, menunggu jawaban apa yang akan dia dapatkan.

"Kita lihat saja nanti, jika itu maumu aku akan mencobanya. Aku sedang tidak ingin berdebat denganmu," jawaban Kayana membuat Daniel sedikit bahagia, seutai senyum menggembang di wajahnya.

"Maaf jika aku terlalu meminta banyak padamu," pernyataan maaf yang ia lontarkan dibuat sehalus mungkin. Berharap Kayana dapat mengerti akan keinginannya. Hanya gumaman pelan jawaban dari Kayana, setelah itu dia kembali menatap kosong keluar jendela.

"Baiklah ayo kita berangkat, semoga di sana bisa sedikit memberi ketenangan."

Pria itu kembali melajukan mobil yang disediakan oleh pihak Hotel untuknya, menuju kawasan China Town. Menyanggupi permintaan Kayana yang meminta diantarkan membeli cenderamata untuk keluarga tercinta mereka. Sekaligus berjalan-jalan di kawasan pusat perbelanjaan yang terkenal dengan harga yang sangat murah tersebut. Padahal permintaan itu terjadi sebelum kejadian yang menimbulkan riak pertengkaran di antara mereka. Daniel tidak setega itu, meskipun marah dia tetap berusaha memenuhi keinginan istrinya.

🌺🌺🌺

Bonus hari ini mau dobel up ya 😁

Marriage Failed The First NightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang