BAB 13B

5.9K 194 21
                                    

Daniel memasukki kamar Hotel dan menyalakan saklar lampu yang terletak di samping pintu masuk. Seketika ruangan yang tadinya gelap gulita menjadi terang benderang. Pria tampan itu mengedarkan pandangan ke setiap penjuru ruangan, berharap mendapati sosok Kayana, meski harus melihat wanita itu menunjukkan tatapan membunuh. Ataupun menamparnya, setidaknya itu lebih baik.

Semua ruangan telah ditelusuri, namun gadis itu tidak ada dimana pun. Pikiran Daniel menerawang jauh, kemana Kayana pergi di tengah malam begini. Dengan resah, dia terus berjalan mondar mandir. Sesekali iris matanya menatap gerak jarum jam yang terdengar nyaring. Seolah mengingatkan bahwa malam sudah semakin larut. "Ini sudah tengah malam. Kenapa dia belum juga kembali?"

Resah itu kian mendera, membuat Daniel mengambil inisiatif untuk mencari keberadaan Kayana. Ia langsung menggapai jaket yang tergeletak di Sofa. Dengan langkah seribu ia berjalan meninggalkan kamar, Daniel tidak bisa bersabar saat tangannya terus menekan tombol lift. Berharap ruangan persegi yang melaju itu segera tiba. "Aarrgh! Kenapa lama sekali?" ujarnya kesal, kemudian memukul dinding dengan kasar.

Rasa sakit sedikit membuat kelima jarinya berdenyut. Namun itu tidak sebanding dengan rasa khawatir yang sedari tadi bergelayut dalam perasaannya. Seolah mempermainkan angan dan emosi, mengaduknya dan membuat Daniel kalut.

Saat salah satu pintu Lift terbuka, tanpa ancang-ancang Daniel menerobos masuk hingga sedikit tersaruk. Andai saja ia tidak berpegangan pada dinding, mungkin kini tubuhnya telah tertelungkup di lantai dan mencium ubin marmer mengkilat. Perjalanan turun di dalam Lift terasa seperti setahun lamanya, Daniel menghentak-hentakkan kakinya. Berusaha menetralisir gundah, meski cara itu tidak mengurangi rasa khawatir yang kian bertambah.

Beruntung di dalam ruangan persegi empat itu hanya ada dirinya dan seorang pelayan Hotel. "Apa anda baik-baik saja tuan?" Sapa Pelayan itu ramah. Mungkin pria itu menangkap gelagat Daniel yang seperti orang tidak sehat, meski suhu di dalam Lift tidak panas, tapi pelipis Daniel dipenuhi keringat.

"Aku baik-baik saja," Daniel menjawab dengan canggung.

"Tidak biasanya Anda keluar terpisah dengan Istri anda," lelaki yang mengenakan seragam hotel itu tersenyum polos. Dia tidak bermaksud mencampuri urusan orang lain. Hanya saja pelayan itu tidak tahan ingin tahu karena biasanya pasangan muda itu selalu bersama.

"Apa kau tadi melihat Istriku?" tanya Daniel dengan antusias. Ada rasa penasaran manakala pelayan itu berkata bahwa ia dan Kayana keluar secara terpisah.

"Apa istri anda belum kembali, Tuan?" Bukannya menjawab, pelayan itu malah kembali mengajukan pertanyaan.

"Tolong jawab aku! Apakah tadi kau melihat Istriku?" Kali ini nada suara Daniel terdengar sedikit memohon.

"Tadi saya melihat istri anda menuju Lobby, dan sepertinya dia menangis," Pelayan itu memberitahukan apa yang dia lihat sekitar dua jam lalu.

Bertepatan dengan itu pintu Lift terbuka Di lantai tujuan. "Terima kasih atas informasinya," Daniel menepuk bahu Pelayan yang diperkirakan seumuran dengannya itu.

Daniel bergegas menaiki mobil yang digunakannya tadi siang. Menerobos jalanan Singapore yang mulai lenggang. Menyusuri jalan-jalan yang kemungkinan Kayana lewati, lampu jalanan yang berkerlip menemani perjalanannya. Seolah tidak ingat waktu, pria itu terus melajukan kendaraan roda empat itu di jalanan yang tidak terlalu jauh dengan Hotel.

Tanpa terasa udara pagi mulai menyapa bumi. Matahari mulai tersenyum hangat, tapi Daniel masih sibuk berkeliling, berharap menemukan Kayana berjongkok di halte, atau sedang terisak di trotoar. Tidak peduli dirinya menemukan Kayana sedang apa. Yang terpenting ia bisa segera menemukan istrinya  dalam keadaan selamat.

Marriage Failed The First NightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang