BAB 21

3.5K 211 5
                                    

Kayana mendaratkan tubuh dengan malas pada sofa beludru berwarna merah pucat, gadis itu memijat kepalanya yang terasa berdenyut. Siluet insiden suaminya dan Weslie yang secara tidak sengaja berciuman membuat suasana hatinya menjadi benar-benar berantakan.

Ia tidak habis pikir jika kejadian itu cukup untuk membuat perasaannya seperti diaduk. Ada marah, sedih, dan kesal semuanya menjadi satu. Seperti ada sesuatu yang bergolak dalam dirinya, dan ia benci kejadian itu. Meski pada kenyataan hal dirasakannya sangatlah menggelikan, mencemburui suaminya melakukan kontak fisik dengan seorang pria sangat tidak pantas, terlebih ia tahu pasti jika hal itu bukanlah hal yang disengaja atau direncanakan oleh Daniel.

Ditambah kejadian lain semakin memperparah perasaannya. Kayana bertanya kenapa pria itu tidak menunjukkan cincin tanda pengikatnya sebagai suami. Bahkan ia membiarkan Weslie untuk mengaku sebagai pasangan sesama jenisnya, Kayana merasa ingin rasanya ia mencabik mereka tanpa ampun.

Tapi pada kenyataan ia hanya dapat marah pada Daniel, kemarahannya untuk Weslie menguap begitu saja. Seperti udara yang dibebaskan dari suatu tempat, langsung menyebar hingga tidak terlihat. Kayana memutar matanya dengan malas, saat ia mendengar derap langkah kaki yang mendekat. Dalam hitungan kesepuluh Daniel muncul dari balik pintu, raut wajahnya tampak kaku, tanpa senyum atau rasa suka yang terlihat.

"Kayana, ada apa? Apa kau sakit?" Suara lembut pria itu memecah atmosfer ketegangan di antara mereka. Daniel perlahan duduk di samping istrinya, dan menimbulkan gerakan halus saat sofa itu terisi di sisi lain.

"Aku tidak apa-apa," jawab Kayana malas, ia menutup kelopak matanya, berusaha menghindari kepingan kejadian di pantai yang terus melintas. Ia mengutuk diri sendiri tentang perasaannya yang seperti ini, Kayana sadar betul hal ini sangat kekanakan dan menggelikan. Namun tiba-tiba ada sapuan ketenangan yang melandanya saat ia merasa tubuhnya telah berpindah pada pelukan Daniel, pria itu mendekapnya dengan hangat, membagi energi postif yang membuatnya merasa tenang.

"Apa ada yang menganggu pikiranmu? Ceritakan padaku, jangan mencoba untuk menyembunyikan hal apapun bila itu menganggumu," Daniel berkata lembut, tangannya mengusap punggung Kayana dengan penuh rasa sayang.

"Tidak," jawab Kayana singkat, Daniel tidak menjawab atau memaksa agar Kayana bercerita. Ia hanya berusaha untuk mengerti dan menunggu agar wanita itu yang bercerita sendiri padanya.

"Tapi..." suara Kayana menggantung, membuat kerutan halus pada dahi Daniel.

"Ada apa?" Daniel bertanya dengan nada tenang, ia tidak ingin suaranya berubah menjadi intimidasi meski sejujurnya ia sangat ingin tahu.

"Aku tidak suka saat kau mencium bibir Weslie, aku tidak suka saat kau tidak menunjukkan cincin pernikahan kita saat ada wanita lain yang menggodamu!" Akhirnya, ia membuang semua ego dan harga dirinya, dan di sinilah ia saat ini—menangis tersedu akibat dari amarah yang ia pendam sejak kejadian ciuman tadi.

Insiden wanita penggoda yang mencoba merayu Daniel itu membuatnya semakin murka, emosi dan sebagainya berkecamuk namun terus ia tahan agar tidak tumpah. Tapi pada akhirnya pertahanan itu runtuh saat ia merasa takut kehilangan suami yang kini mulai dicintainya.

"Maafkan aku, demi Tuhan itu tidak sengaja, dan soal cincin aku benar-benar lupa. Tolong jangan menangis aku tidak sanggup jika melihatmu bersedih," Daniel mengusap air mata Kayana dengan sayang, gadis itu hanya menunduk saat Daniel telah melepaskannya dari pelukan.

Daniel menatap Kayana dengan perasaan sedih sekaligus senang. Namun rasa bahagia lebih mendominasi, gadis di hadapannya mengakui bahwa ia cemburu dan tidak rela saat dirinya disentuh orang lain. Hati kecil Daniel ingin sekali melompat hingga menembus dinding Hotel sampai terhempas ke lantai dasar. Perasaan suka cita itu membuncah, membuat bibirnya mengukir senyum geli saat melihat Kayana yang masih tersedu.

Marriage Failed The First NightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang