BAB 34

2.9K 149 9
                                    

Jam dinding terus berdetak, jarum pendeknya telah menunjuk angka delapan. Kayana dan Junho kembali keluar teras untuk sekedar memandangi langit malam yang berbintang. Awan seolah mengijinkan mereka untuk menatap langit sepuasnya, meski tidak ada bulan purnama, namun bulan sabit terlihat cantik menghias wajah langit.

"Kayana, apakah kau tidak merindukan Suamimu?" Junho bertanya tanpa mengalihkan pandangannya dari bintang-bintang yang berkerlip. Untuk sesaat hati Kayana merasa diremas, ia sengaja menghindari topik ini sejak tadi, tapi kini Junho benar-benar mengorek lukanya hingga ke dasar.

"Bagaimana keadaannya? Apakah ia baik-baik saja?" Kayana tidak menjawab pertanyaan Junho. Melainkan ia mengeluarkan pertanyaan perihal keadaan Daniel, ia hanya berharap jika pria itu akan baik-baik saja.

Hembusan nafas berat Junho memaksa kepala Kayana untuk menoleh, ia mendapati pria itu tersenyum lemah seraya menjawab. "Suamimu terlihat sangat berantakan, bahkan untuk beberapa hari sebelumnya ia benar-benar terlihat seperti pria tampan yang sudah bertahun-tahun tinggal di dalam hutan."

Gurauan Junho setidaknya membuat lengkungan di bibir Kayana, ia sudah mendapat bayangan wajah Daniel seperti apa. Mungkin wajahnya ditumbuhi bulu-bulu halus yang tidak dicukur, sementara pakaiannya tidak terawat. Kayana berharap Daniel tetap mandi dan makan dengan baik, tidak ingin jika sampai kesehatan pria itu tumbang.

"Aku harap ia tetap makan dan mandi," suara Kayana terdengar lebih tenang dari sebelumnya, ia menarik napfas dan menghembuskannya secara perlahan, berusaha mengusir rasa sakit yang menusuk. Merindukan orang yang kau sayangi ternyata rasanya menyakitkan, Kayana bahkan harus berjuang agar pertahanannya tidak runtuh di depan Junho.

"Aku rasa suamimu telah kehilangan berat badannya, ia terlihat lebih kurus. Aku sudah berusaha membujuknya untuk makan tepat waktu, tapi ia hanya peduli pada Detektif yang disewanya," keterangan Junho membuat alis Kayana bertaut.

"Maksud Mas apa? Apakah Detektif yang disewa olehnya adalah seorang wanita?" Kayana mulai merasa dihinggapi kecemasan yang membuncah, ia tidak tahu harus berkata apa jika tebakannya benar.

Sementara itu ia mendengar Junho terkekeh, "Tidak, tidak! Bukan seperti itu maksudku, Kayana, suamimu lebih mementingkan Detektif itu karena ia terus menunggu kabar tentang keberadaanmu. Namun hingga saat ini belum ada yang berhasil, tapi aku rasa cepat atau lambat Daniel akan segera datang dan membawamu pulang."

Junho melihat dengan jelas raut wajah Kayana telah berubah lebih tenang, ketegangan yang sempat dilihatnya menguap dan hilang begitu saja. "Iya, aku juga berpikir seperti itu. Hanya saja jika ia menjemputku apakah Ayah dan Ibuku akan menyetujuinya?"

Wajah sendu Kayana membuat tangan Junho terulur, ia meraih tangan wanita itu dan meremasnya. "Aku yakin kalian bisa bertahan meski dalam keadaan sekarat sekalipun," Junho memberi semangat dan keyakinan karena ia percaya Daniel dan Kayana memiliki cinta yang luar biasa satu sama lain.

"Terima kasih, Mas. Aku hanya takut jika orangtuaku tidak dapat melupakan kejaian ini. Meski Daniel tidak bersalah, tapi ia tetap menjadi tujuan dari kemarahan orangtuaku. Mereka berpikir keselamatanku menjadi tanggung jawabnya selama kami pergi berbulan madu," Kayana merasakan sakit tepat di ulu hati, ia tidak bisa lebih lama lagi untuk menahan cairan bening yang mendesak dalam kelopak matanya.

"Kayana, aku mohon jangan menangis. Jika Daniel mengetahui kau menangis saat bersamaku, aku yakin ia akan menghajarku hingga babak belur."

Kayana mengerecutkan bibir mendengar lelucon Junho yang tidak lucu sama sekali baginya, tapi ia merasa bahagia karena pria itu selalu ada untuknya dalam keadaan apapun. Kecuali saat Junho memutuskan untuk kuliah ke luar negeri tanpa meninggalkan pesan perpisahan atau ucapan selamat tinggal, tapi hal itu sudah Kayana lupakan saat mereka kembali dari Sentosa Island.

"Jangan terlalu membebani pikiranmu, jika sudah saatnya aku yakin kalian akan kembali bersama. Jalani semuanya dengan ikhlas, maka seberat apapun ujian yang kau hadapi akan selalu terasa ringan," Junho menunjukkan tatapan penuh keyakinan, ia berharap Kayana dapat menjalani hidupnya tanpa beban.

"Mas... Terima kasih sudah menemaniku di sini, aku akan selalu mengingat pesan yang Mas katakan barusan," Kayana mengusap air matanya menggunakan punggung tangan, tanpa terasa mereka telah duduk di sana hampir dua jam.

"Hampir jam sepuluh, sebaiknya kau tidur. Udaranya semakin dingin, aku tidak ingin kau sakit," Junho meminta Kayana untuk kembali ke kamar, tanpa menunggu diperintah untuk kedua kalinya. Wanita itu beranjak menuju kamar setelah mengucapkan selamat malam.

***

Happy weekend everyone 🥰

Marriage Failed The First NightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang