14

14 2 1
                                    




Dari kejadian itu banyak warga yang berdesas-desus bahwasanya memang para pendemo itu dikirim oleh pemerintah ke neraka karena sudah melanggar peraturan yang ada. Banyak juga yang mengambil langkah ini sebagai langkah yang bijak karena sudah pada takdirnya penduduk bumi diharuskan menjaga kedamaian dengan meminimalisir getaran yang muncul. Banyak spekulasi-spekulasi yang simpang siur di negeri penuh teror ini.

"Akh! Bab* br*ngs*k! Jooheon, apakah darah beku di belakang rambutku sudah hilang?"

"Sudah kubilang, pakailah topimu m*ny*t! Kau selalu saja tidak mendengarkanku."

"Siapa juga yang mau mendengarmu, an*ing!"

Sementara dua kakak-beradik itu bertengkar, tak menghentikan mereka untuk melaksanakan tugas negara yang katanya di perintah langsung oleh presiden.

"Kakak-beradik itu selalu berisik."

"Yah.. setidaknya sangat terlihat bahwa mereka mencintai satu sama lain."

"Mencintai?" Dengan sudut bibir yang meninggi sebelah dan alis mata yang naik-turun.

Seketika kadet bernama Taehyung itu mendapatkan pukulan dibelakang kepalanya.

"Hoi hoi hoi! Bukan mencintai seperti itu! Bod*h!"

Kadet bernama Taehyung hanya bisa menampilkan sederet gigi yang rapih di sisa kemarahan temannya.

"Tapi hyung, apa benar mereka hanya hidup berdua di desa Laya? Yang dekat hutan ituloh!" sembari menegakkan kedua jari tengah dan telunjuk kedua tangannya, lalu digerakkan membungkuk-menegak. Terutama pada bagian 'ituloh'.

"Ya.. kudengar mereka hanya hidup berdua. Kedua orangtuanya entah kemana. Mungkin sedang ikut mengobrol dengan kita."

"Yak! Jimin-hyung! Jangan menakut-nakutiku."

"Haha! Bagaimana kau bisa jadi kapten hah? Seperti ini saja kau takut."

Pembersihan jalan penuh darah ini dipenuhi dengan berbagai tekanan dan membuat beberapa mental kadet terjatuh saat sebagian percaya bahwa ini hanyalah cat berwarna merah yang diberi berbagai zat kimia agar terlihat dan tercium seperti darah. Mungkin ini hanyalah latihan rohani untuk para kadet. Setidaknya itulah yang dipikirkan segelintir kadet yang pemberani.

"Hei bod*h! Kau takut hah?"

"Sopanlah sedikit dengan kakakmu, si*l*n kau!"

"Lihat ini!"

Jackson yang merasa terpanggil, menghampiri Jooheon dengan tatapan penuh arti. Menautkan alis bersamaan dengan Jooheon yang mengangkat tangan kirinya untuk memperlihatkan sebuah kunci.

"Kunci apa ini?"

"Kau pikir aku tahu?"

"Idi*t... Kemarikan! Biar aku yang memberikannya pada Instruktur."

"Baiklah."

Jooheon memberikan kunci itu pada Jackson. Ia memasukkannya kedalam plastik zip untuk menjaga estetika dan etika yang berlaku. Lalu Jackson kembali mengerjakan pekerjaan membersihkannya.

Setelah seluruh jalan sudah tak ada lagi bercak darah -walau setidaknya tidak terlihat begitu jelas- para kadet dikumpulkan di lapangan utama untuk mengumpulkan barang-barang warga yang tersisa.

Terlihat berbagai barang remeh seperti boneka, sepatu, sabuk, sisa-sisa potongan pakaian panjang, papan nama, handphone kira-kira barang seperti itulah yang umum di berikan pada instruktur Changkyun.

"Gil*! Boneka pun ada. Apa mereka membawa anak kecil juga? Sungguh kejam."

"Kau tak ingat, Jack? Dulu juga kau pernah memaksa Paman Lim untuk ikut berburu di hutan. Anak itu bod*h seperti dirimu."

"Sepertinya aku kehilangan dirimu yang memujiku empat jam yang lalu. Bod*h dan penasaran itu berbeda kau tahu. Bagaimana bisa kita hidup jika bukan aku yang berburu?"

"Bagaimana bisa kita hidup jika bukan aku yang mengolahnya?"

"Kau tahu? Kau itu cocok menjadi pengrajin besi dibanding pengrajin bahan masakan. Hahaha!"

"Haha! Si*l*n kau!"

Kembar tak identik. Itulah mereka.

Dilahirkan dari rahim seorang wanita sederhana dengan selisih waktu 1 menit. Dan itulah awal dan terakhir mereka melihat sosok ibunya.








TbC

From Zero || Jooheon "Monsta x"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang