Berada di antara tiga lelaki mapan dan wajah rupawan tak pernah terbayangkan oleh gadis desa seperti dia. Hidup yang sederhana dan hanya bisa mengunjungi sedikit tempat di luar desa, belum lagi wajah pas-pasan dan bentuk tubuh yang menurut orang jauh dari kata ideal menjadi hal yang mustahil baginya untuk mengenal lelaki yang mungkin hanya dilihat dalam sinetron selama ini. Tapi, semua itu tak akan mustahil jika Allah berkehendak.
Kisah hidup yang memang tak selalu mulus semenjak kepergian sang Bapak belasan tahun silam, membuatnya lebih kuat dalam menghadapi setiap masalah. Diusianya yang hampir menginjak kepala tiga belum juga menikah membuatnya sering mendapat cibiran dari orang. Tapi ia berusaha tetap tenang demi sang Ibu, dan ia percaya bahwa semua ada waktunya, dan jika Allah telah mengizinkan maka hari itu pun akan tiba.
Pagi itu, menjadi awal kisah Ranum dengan seorang pemuda asing yang datang ke desanya. Pertemuan yang diawali kesalahpahaman, lalu menghadirkan ketertarikan di hati dua insan manusia berbeda jenis itu.
Sebuah mobil melaju begitu pelan, terlihat seorang pemuda mengemudikan mobil tersebut sedang melihat kanan dan kiri seperti mencari sebuah alamat hingga ia melihat sosok wanita muda berjalan berlawanan arah dengan mobil yang ditumpangi.
"Assalamu'alaikum, mbak." Seorang pemuda menyapa Ranum yang tengah berjalan santai.
"Wa'alaikumussalam."
"Maaf, saya mau tanya. Apa mbak tahu tempat anak-anak KKN yang ada di sini?"
"Oh, itu. Masnya cari teman-temannya, ya? Mereka tinggal di rumah Pak Tomo sebelah sekolah itu. Mas lurus saja, rumahnya tepat di samping sekolah itu, di halaman rumahnya ada pohon mangga. Mobil mas bisa langsung masuk ke halamannya kok." Ranum menjelaskan sambil menunjuk arah rumah yang di tuju.
"Oh, iya. Terimakasih, mbak." Jawab pemuda itu dengan senyum ramahnya.
"Iya, sama-sama."
"Mari, mbak. Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumussalam."
Ranum segera kembali ke rumah setelah mobil pemuda tersebut berlalu meninggalkannya, tanpa ia sadari pengemudi mobil itu terus memperhatikan langkahnya dari kaca spion.
"Kok lama kamu, nduk?" Tanya Bu Ratih.
"Maaf, Bu. Tadi ada yang tanya tempat anak-anak KKN, sepertinya dia tertinggal dari rombongan dan menyusul teman-temannya ke sini sendiri." Ranum menjelaskan pada Ibunya.
"Oh, gitu. Tak pikir belum beres laporanmu karo Bu Sri."
"Mboten, Bu. Insya Allah sudah beres semuanya, nanti sama Bu Sri biar disetor ke kecamatan laporannya."
"Yo wes kalau gitu, Ibu siap-siap berangkat. Kamu mau ke sekolah apa istirahat di rumah?"
"Istirahat di rumah saja mungkin, Bu. Ranum capek habis lembur beberapa hari, tadi juga sudah izin sama Bu Sri."
"Ya sudah."
"Nanti kalau Ibu berangkat tolong tutup pintunya ya, Bu." Pinta Ranum seraya berjalan menuju kamar.
Ranum dan Ibunya memang menjadi seorang pengajar TK swasta di desanya, dan di tempat yang sama, tak jauh dari rumahnya. Seharian Ranum habiskan dengan bersantai di kamar hingga ia tertidur. Hingga saat Ibunya pulang pun dia tak tahu.
"Num, bangun. Sudah dzuhur ini, sholat dulu, makan terus kalau mau tidur lagi ndak apa-apa." Bu Ratih berusaha membangunkan Ranum yang masih terlelap.
Ranum menggeliat dan mencoba membuka matanya meski terasa berat."Jam berapa ini, Bu?"
"Sudah setengah satu siang, cepet sholat sana."
"Sebentar, Bu. Mata Ranum rasanya susah melek ini."