Bagian 17

101 9 1
                                    

Kedatangan Aldi hari itu membuat desas desus yang sempat menghilang kembali berembus. Tentang usia Ranum yang sudah matang tapi belum juga menikah kembali menjadi perbincangan para tetangga beberapa waktu belakangan.

Ditambah lagi Zaviyar yang beberapa waktu lalu hadir di acara penutupan mahasiswa KKN yang sudah selesai dengan kegiatan di desa Ranum membuat adanya dua kubu yang mendukung Ranum untuk memilih pasangannya.

Meski Zaviyar dan Ranum sudah berusaha profesional saat bertemu. Tapi, beberapa pasang mata sepertinya menangkap adanya kedekatan diantara mereka. Hingga angin pun berembus membawa kabar tentang hubungan keduanya. Dan kabar itu semakin kencang setelah Zaviyar mampir ke rumah Ranum untuk bertemu Bu Ratih.

Ada yang mendukung Ranum dekat dengan Zaviyar, dosen muda dari kota Pahlawan yang menjadi pembimbing mahasiswa KKN. Tapi, ada pula yang mengatakan bahwa Ranum kembali dekat dengan Aldi yang dulu memang sempat dikabarkan akan menikahi Ranum karena hubungan pertemanan yang begitu akrab.

Di sekolah pun, beberapa wali murid dan juga rekan kerjanya tak luput menggodanya. Ranum hanya menanggapinya dengan senyuman. Bu Cici yang juga mendengar desas desus itu, mengajak Ranum berbicara saat ada waktu senggang.

“Bu, aku kok denger ada dua sih?”
Memang saat berdua atau di luar jam kerja, Bu Cici dan Ranum akan berbicara santai seperti saat ini.

Ranum mengernyitkan dahi.

"Pak Zaviyar dan Aldi," celetuk Bu Cici.

“Bu Cici percaya itu?” tanya Ranum.

“Kalau lihat Bu Ranum dan Pak Zaviyar, kayaknya gak mungkin. Tapi kalau ingat Aldi ... teman Bu Ranum yang dulu itu kan?”

“Iya, emang Aldi mana lagi?”

“Bisa jadi.”

“Bisa jadi? Apanya yang bisa jadi?”

“Bisa jadi emang calonnya ada dua.”

Ranum hanya menepuk keningnya mendengar jawaban rekan kerjanya itu, lalu mengelus-elus dadanya.

“Sabar, Num. Punya teman kayak gini sabar aja," ucap Ranum pada diri sendiri.

Bu Cici yang melihat itu terkikik geli.

“Ya maaf, Bu. Makanya aku tanya.”

“Entahlah, Bu. Aku gak tahu tentang perasaan Aldi. Aku gak ngerti juga bagaimana bisa orang-orang ngomongin hal itu sedangkan aku sendiri gak ngerasa ada apa-apa sama Aldi."

“Lalu, bagaimana kalau Aldi benar-benar suka sama Bu Ranum?”

Ranum diam, tak tahu harus menjawab apa atas pertanyaan Bu Cici. Hingga mereka kembali dengan aktivitas masing-masing, Ranum tak menanggapi pertanyaan Bu Cici.

Waktu pulang sekolah tiba. Ranum dan Bu Ratih berjalan berdampingan menuju rumah. Sesekali menyapa orang-orang yang sedang bersantai di depan rumah mereka. Mereka memasuki gang rumah dan berpapasan dengan beberapa orang yang baru pulang dari ladang. Hingga di dekat rumahnya, Ibu dan anak itu menyapa salah satu tetangganya yang duduk santai dengan beberapa keluarganya.

“Jadi kapan nih, Bu mantunya?” ucap salah satu tetangganya.

“Do’akan saja Bu, semoga di segerakan," jawab Bu Ratih tenang.

“Terus jadi sama yang mana nih? Pak dosen atau teman sekolahnya dulu?” sahut lainnya.

“Semoga Ranum diberi yang terbaik, siapapun nanti.”

Bu Ratih dan Ranum segera pamit pada tetangganya untuk pulang dengan alasan belum sholat dzuhur. Mereka menaiki jalan menuju rumah. Meski masih terdengar bisikan-bisikan tetangganya. Tapi, mereka memilih tak peduli dan terus berjalan.

...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang