Sayup sayu kumandang adzan subuh membangunkan Zaviyar dari tidur lelapnya. Jantungnya berdegup cukup kencang untuk ukuran orang yang baru bangun dari tidur. Ia memegang dadanya, mengingat kembali mimpi yang baru saja ia alami.
"Mas Zaviyar sayangkan sama aku?"
Kalimat terakhir Ranum dalam mimpinya kembali terngiang di ingatannya. Dua tangannya mengusap kasar wajahnya."Astaghfirullohal 'adziim. Mikir apa kamu, Zav?" Ucap Zaviyar.
Zaviyar segera turun dari ranjang menuju kamar mandi. Mengambil wudhu dan menuntaskan kewajibannya di pagi hari bersama keluarga. Cukup lama Zaviyar memanjatkan do'a setelah sholatnya usai. Wajahnya nampak lesu, Pak Qosim dan Bu Dini memandang putranya itu penuh tanya.
Akhirnya, setelah puas mengirimkan do'a pada Sang Pemilik Hati. Zaviyar beranjak dari musholla rumahnya. Saat melewati dapur, Bu Dini memanggilnya.
"Zav."
"Iya, Bun."
"Kamu gak ke kampus? Kok tumben tenang."
"Ke kampus, Bun. Hari ini kan jadwal Zav sore."
"Oh iya. Kamu gak apa-apa, Nak?"
Zaviyar mengernyitkan dahi. "Enggak, Bun. Emang kenapa?"
"Jangan dipendam sendiri kalau ada apa-apa. Bunda sama Ayah pernah seusia kamu. Jadi, gak usah malu cerita sama kami. Biarpun kami sudah tua, tapi Insya Allah sudah berpengalaman juga. Iya gak, Bun?" Ucap Pak Qosim sambil melirik Bu Dini.
"Kemarin-kemarin kamu kelihatan berbinar, tapi sekarang kusut banget. Ada masalah sama gadis desa itu?"
Bu Dini membuat Zaviyar terbelalak. "Kok Bunda tahu kalau Zaviyar lagi ... sama gadis dari desa?"
"Lagi apa, hmm?" Bu Dini menyelesaikan masakan terakhirnya dan membawanya ke meja makan disertai Pak Qosim yang membantu.
Zaviyar menghela nafas panjang, duduk di meja makan mengusap wajahnya."Zaviyar masih bingung harus cerita dari mana, Yah. Semuanya belum jelas."
"Apanya yang belum jelas?"
"Ya, Zaviyar sama dia."
"Boleh Bunda tahu siapa nama gadis itu?"
"Ranum."
"Nama yang bagus." Ucap Pak Qosim.
"Terus gak jelasnya gimana?" Bu Dini bertanya kembali.
"Zaviyar memang belum mengatakan yang sebenarnya tentang perasaan Zaviyar karena belum benar-benar yakin dengan hati Zav, Bun. Dan juga, Zaviyar gak mau pacaran-pacaran gak jelas kayak anak muda. Gak baik dan udah bukan waktunya lagi menurutku."
"Nah, itu tahu. Udah tua juga masa masih mau pacaran?" Bu Dini dan Pak Qosim terkekeh.
"Anaknya lagi serius juga."
"Iya, maaf. Becanda dikit biar gak pusing."
"Emang berapa usia gadis itu?" Wajah Pak Qosim terlihat serius.
"27 atau 28 mungkin, Yah."
"Udah sama-sama dewasa, usia udah matang, lalu nunggu apa lagi?"
"Tadi kan aku udah bilang, Yah. Zaviyar belum yakin dengan hati Zaviyar."
"Gak yakin karena...?" Pancing Pak Qosim.
"Entahlah, kenal belum 1 bulan dan kita ketemu juga baru 1 kali."
"Terus yang buat muka kamu kusut sejak pulang dari kampus tuh siapa?"
"Iya, dia."
"Dia siapa?"