Bagian 10

104 11 2
                                    

Biru langit tampak cerah, terik mentari kota Surabaya seolah tahu hati Zaviyar yang sedang memanas. Lelaki itu sadar betul jika ia sebenarnya tak berhak marah, tapi dirinya pun tak bisa berbohong jika ada rasa cemburu mengetahui gadis yang beberapa minggu terakhir ini telah bertahta di hatinya sedang bersama laki-laki lain.

Siang itu, setelah keluar kelas dan melaksanakan sholat serta makan siangnya. Zaviyar yang memiliki jam kosong, menyempatkan diri untuk menghubungi Ranum. ia ingin mendengar kabar dari gadis desa itu, dan hal itu akan membuatnya lebih bersemangat. Namun, apa yang ia bayangkan tak sesuai kenyataan. Bukan bahagia saat bertukar kabar dengan Ranum, tapi justru hati yang memanas terbakar api cemburu.

Zaviyar yang tak mampu lagi menahan gejolak hati mengetahui Ranum sedang makan siang dengan lelaki lain langsung memutus sambungan teleponnya tanpa menunggu jawaban dari Ranum.

***

Di tempat duduknya, Ranum merasa heran dengan sikap Zaviyar barusan yang tidak seperti biasa. Ia menatap layar ponselnya dengan dahi yang berkerut. Arvin yang melihat ekspresi Ranum menghentikan makannya.

“Ada masalah?”

“Enggak kok.”

“Siapa barusan? Kakak kamu?”

“Bukan.” Ranum tersenyum simpul.

“Pacar ya?” Arvin masih mencoba menebak. Namun, Ranum hanya menjawab dengan senyuman.

“Lanjutin dulu makannya, sayang itu.”

“Iya.”

Setelah makanan di piring keduanya bersih, obrolan pun berlanjut.

"Seberapa sering ke Malang?" Tanya Arvin.

"Ehm, gak sering-sering banget tapi ya lumayanlah."

"Cuma buat cari-cari buku?"

"Gak juga."

“Setelah ini mau ke mana?” Tanya Arvin.

Ranum mengangkat bahunya. “Biasanya habisin waktu di alun-alun atau istirahat di masjid sebelum pulang.”

“Kalau sekarang?”

“Mungkin sama, gak ada rencana khusus. Ke Malang mah ke mana aja berasa nyaman.”

“Oh ya?”

“Hmm.” Ranum mengangguk sambil menyeruput minumannya.

“Gak mau jalan-jalan lagi? Ke mana gitu?”

“Gak ah, udah capek.” Ranum mencari alasan. Pikirannya tak lagi tenang mengingat kalimat terakhir Zaviyar sebelum memutus telepon dan nada suara yang terdengar berbeda.

“Mau pulang jam berapa?”

“Habis ashar mungkin. Toh sekarang juga udah jam setengah 2 lewat, gak lama lagi ashar.”

“Ya udah, habisin waktu di sini aja sambil ngobrol. Dari pada kamu balik ke alun-alun lagi dan di sana sendirian.”

Ranum berpikir, “Ehm, mending aku ke masjid ajalah sekalian nunggu ashar terus sholat dulu sebelum pulang.”

“Baiklah.”

Mereka pun segera beranjak, Arvin meminta Ranum keluar terlebih dahulu meski sebelumnya sempat berdebat mengenai pembayaran pesanan. Akhirnya, Ranum menuruti permintaan Arvin dengan syarat suatu saat jika ada kesempatan lain, maka dialah yang akan membayarnya.

“Kamu langsung pulang atau masih mau ke tempat lain?” Tanya Ranum.

“Aku antar kamu dulu.”

...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang