Senja menggantikan surya di ufuk barat. Kumandang adzan terdengar di setiap penjuru desa. Ranum bergegas ke kamar mandi mengambil wudhu', bersiap melaksanakan sholat. Bu Ratih menyusul Ranum ke tempat sholat setelah wudhu'. Sholat berjama'ah dilakukan di rumah seperti biasa, hanya berdua. Selesai sholat dan mengaji, seperti yang sering dilakukan, Ranum masuk ke kamar dan membuka laptopnya untuk mengerjakan tugasnya. Sedangkan Bu Ratih selesai sholat langsung berangkat ke jama'ah kumpulan yasinan Ibu-ibu.
Ranum mulai membuka file yang harus dikerjakan, beberapa kali Ranum melihat ponselnya. Tak dipungkiri, dia berharap Zaviyar menghubunginya. Tak ingin larut dalam lamunan, gadis itu kembali menekuri tugasnya. Merasa sedikit lelah. Bukan hanya karena tugasnya, tapi juga karena yang diharapkan tak kunjung muncul. Akhirnya, Ranum membuka media sosialnya yang sudah lama tak dibuka untuk sedikit membunuh kejenuhan. Baru membuka aplikasi facebook, angka 2 muncul di pojok kanan aplikasi Facebooknya menandakan ada inbox yang masuk. Ranum membukanya, terlihat foto dua orang laki-laki dengan nama Arvin dan Hafie.
[ Hai. Boleh kenal? ] Ranum membuka Inbox dari akun bernama Arvin.
[ Hey ] Balas Ranum.
Kemudian beralih membuka Inbox dari akun Hafie.
[ Assalamu'alaikum ]
[ Wa'alaikumussalam ]
Dua inbox dari orang berbeda yang dijawab dengan balasan yang sama singkatnya.
Setelah membalas inbox, Ranum segera keluar dari aplikasi itu dan kembali fokus pada tugasnya. Baru beberapa menit, muncul notifikasi di layar ponselnya. Dengan cepat Ranum mengambilnya, namun sayang raut wajah Ranum berubah kecewa karena bukan pesan dari orang yang diharapkan.
[ Kenalkan, aku Arvin. Kalau boleh tahu nama kamu siapa? ] Inbox dari lelaki di facebook tadi dengan akun Arvin.
[ Namaku sesuai di profil ]
[ Ranum? ]
[ Iya ]
Secepatnya Ranum keluar dari aplikasi sebelum laki-laki itu membalas inboxnya kembali. Ranum berusaha kembali fokus pada pekerjaannya. Tapi, ya sama halnya dengan Zaviyar di seberang sana yang terbayang akan sosok Ranum. Ranum pun merasakan hal yang sama, entah rasa itu benar atau salah tapi Ranum tak bisa mengelaknya. Ada dorongan kuat dari dalam yang membuatnya ingin lebih mengenal sosok Zaviyar, tapi di sisi lain dia merasa takut untuk berharap lebih pada lelaki yang menurutnya nyaris sempurna itu. Ranum berusaha menghalau rasa itu agar tidak tumbuh subur di hatinya, takut kecewa yang begitu besar selalu muncul tiap kali hatinya berbunga saat mendapat perhatian dari Zaviyar walau sebatas chat. Ranum berpikir untuk menghindar tapi hatinya menolak. Jemarinya selalu saja lebih cepat bergerak untuk membalas chat Zaviyar dibanding logikanya untuk sekedar berpikir.
Ranum masih menatap layar laptop di depannya saat adzan Isya' terdengar. Dia beranjak dari duduknya untuk sholat terlebih dulu sebelum melanjutkan tugasnya. Selesai sholat, Ranum kembali menekuri file-file di laptop yang harus segera diselesaikan. Dia tak ingin lagi memikirkan lebih dalam tentang Zaviyar, biar waktu saja yang menjawab karena Allah tahu yang terbaik. Di tengah keseriusannya merevisi beberapa laporan, kembali ponsel Ranum bergetar dan terlihat notifikasi chat whatsapp, tapi Ranum masih fokus pada layar laptopnya. Karena dia tak ingin lagi berharap lalu kecewa. Selang beberapa menit, barulah Ranum mengambil ponsel dan membuka chatnya.
[ Assalamu'alaikum ] Pesan dari Zaviyar.
[ Wa'alaikumussalam ]
[ Lagi ngapain, Ra? ]
[ Revisi laporan tadi, Mas ]
[ Oh. Gimana, ada yang sulit gak? ]
[ Gak kok. Cuma ada format yang dirubah sedikit, untuk isi menurutku masih sama ]
