Bu Ratih yang tak tega melihat putrinya terus sedih, meminta Ranum untuk istirahat dari pekerjaannya dan meminta izin pada kepala sekolah selama beberapa hari ke depan. Sesuai saran Bu Ratih tersebut. Ranum akhirnya meminta izin pada pihak sekolah untuk libur beberapa hari dan menenangkan diri.
Kota dingin Malang kembali menjadi tujuan Ranum untuk menenangkan hati serta pikirannya. Ia berencana menginap untuk dua sampai tiga hari di Malang. Gadis manis itu juga ingin memberi waktu pada Zaviyar dan berharap tak lama lagi lelaki itu mau berbicara dengan dirinya.
Ranum masih seperti dulu, meski diabaikan tapi ia tetap memberi kabar pada Zaviyar. Walau kadang hatinya sakit saat tak ada balasan. Namun, ia pun ingin lelaki berwajah teduh itu tahu bahwa hatinya tak berubah. Seperti saat ini, Ranum mengirim pesan pada lelaki di kota pahlawan bahwa ia akan pergi beberapa hari ke kota Malang.
Hari yang direncanakan pun tiba. Kali ini Ranum memilih pergi tanpa motornya, ia berencana menggunakan angkutan umum untuk membawanya sampai ke kota dingin.
Ranum pamit pada Bu Ratih pagi itu sebelum beliau berangkat ke sekolah. Meski Ranum berangkat sedikit siang, tapi karena ia tak ingin mengganggu dan bertemu dengan rekan kerjanya atau bahkan wali murid di sekolah. Maka ia putuskan pamit terlebih dahulu dan Bu Ratih pun memahami itu.
“Kamu hati-hati, ya,” ucap Bu Ratih lembut.
“Iya, Bu pasti.”
Jarum jam sudah menunjuk pukul 07.30. Ranum telah siap dan saudara yang diminta tolong untuk mengantar ke halte pun telah siap. Ranum menuju halte bus dan berangkat menuju kota yang juga berjuluk kota Apel itu.
Tiba di Malang, Ranum langsung membuka aplikasi ojek online untuk mempercepat perjalanannya menuju tempat tujuan. Kampung Biru Arema menjadi tujuan pertama gadis manis itu.
Suasana tenang dan sejuk membuat Ranum nyaman berada di Kampung Biru Arema. Warga di kampong wisata itu juga ramah, sehingga Ranum cukup betah berada di sana. Setelah cukup puas berkeliling di Kampung Biru Arema, gadis bermata tajam itu memutuskan ke Kampung Tridi yang berseberangan dengan Kampung Biru Arema.
Ranum menjelajah tiap sudut Kampung Tridi kemudian meneyeberangi jembatan kaca menuju Kampung Warna-Warni Jodipan. Saat akan keluar, ponsel di sakunya bergetar. Ia segera merogohnya dan melihat pesan yang diterima.
“Udah di Malang?”
Pesan dari Arvin, yang memang sebelumnya sudah bertukar kabar dengan Ranum.
"Iya, ini di Kampung Warna.”
“Ke tempatku?”
“Insya Allah setelah ini.”
Ponsel kembali ia masukkan ke dalam saku. Ranum melanjutkan perjalanannya dan keluar dari Kampung Warna Jodipan, menyusuri Jembatan Brantas yang memisahkan Kampung Biru Arema dan dua kampung wisata lainnya. Gadis manis itu berjalan ke arah Taman Trunojoyo di depan Stasiun Kota Malang. Kemudian ia lanjutkan menuju Alun-Alun Tugu.
Gadis bermata tajam itu melirik jam di tangannya. Tak terasa waktu semakin siang. Setelah menikmati suasana di sepanjang jalan menuju Alun-Alun Tugu. Ranum yang sudah beberapa menit duduk di bangku pinggir jalan kembali membuka aplikasi ojek online untuk membawanya ke Masjid Jami’ Malang.
Selesai menunaikan kewajibannya, Ranum berencana ke tempat Arvin. Ia buka ponsel dan mengabari Arvin lalu segera ia pesan ojek online seperti sebelumnya untuk mengantar ke tempat yang dituju.
Ranum memasuki cafe yang tak begitu ramai saat hari efektif seperti saat ini. Tempat duduk yang dulu ia tempati saat pertama datang, kembali menjadi pilihannya untuk duduk di café.