Bagian 8

104 11 0
                                    

Malam semakin larut, waktu menunjukkan pukul 10 lewat 45 menit. Mata Zaviyar masih enggan terpejam, pikirannya berkelana pada gadis di desa yang kini tak ia ketahui kabarnya. Ia khawatir, takut terjadi sesuatu pada gadis itu. Ia pun rindu, apalagi setelah percakapan malam sebelumnya. Membuat Zaviyar makin terngiang akan suara Ranum dan terbayang wajahnya yang manis membiusnya. Zaviyar beranjak dari tempat tidur, duduk di meja kerjanya, membuka sebuah buku, dan penanya bergerak menggoreskan tinta hitam dengan kata-kata indah pada selembar kertas putih.

Kau magnet yang menarikku masuk lalu menjebaknya
Kau membiusku dengan sorot matamu
Kau Candu
Kau pun racun sekaligus penawar bagiku.

Zaviyar menghela nafas panjang, menutup kembali bukunya.

“Aku gak bisa tenang tanpa kabar dari kamu. Kamu ke mana, Ra? Apa kamu baik-baik saja?” Zaviyar menatap layar ponsel yang memperlihatkan chatnya dengan Ranum.

Ada sedikit rasa menyesal karena kemarin ia tidak berkata jujur tentang ucapannya.

“Kenapa aku gak ngomong jujur saja kemarin?” Sesal Zaviyar.

“Ya Allah, jangan biarkan sesuatu yang buruk terjadi pada Ranum.” Pikiran Zaviyar mulai tak karuan. “Tolong jaga dia dan juga hatinya untukku.”

Zaviyar kembali ke tempat tidur dengan perasaan yang masih tak tenang, lalu bangun lagi menuju kamar mandi mengambil wudhu’ berharap bisa mengusir pikiran negatifnya. Ia rebahkan tubuhnya di kasur, berusaha menepis semua pikiran buruk yang berlalu lalang di benaknya. Do’a pun ia panjatkan sebelum ia berusaha memejamkan mata. Entah pukul berapa, akhirnya Zaviyar bisa terlelap.

Saat adzan subuh terdengar, mata Zaviyar masih terasa berat untuk dibuka. Ia berusaha sekuat tenaga untuk mengalahkan rasa kantuk dan segera melaksanakan kewajiban serta aktivitasnya seperti biasa.

Saat Zaviyar akan berangkat ke kampus, Pak Qosim dan Bu Dini saling melempar pandang melihat wajah putranya yang sedikit lesu, karena kurang tidur.

“Kamu kenapa, Zav?” Tanya Pak Qosim.

“Gak apa-apa, Yah. Cuma kurang tidur aja, semalam Zaviyar gak bisa tidur.”
“Kamu sakit?” Bu Dini mendekat dan menyentuh kening Zaviyar.

“Enggak, Bun. Cuma ngantuk aja.”
“Emang kamu ngerjain apa sampek gak tidur-tidur?” Pak Qosim kembali bertanya.

“Cuma cek beberapa tugas mahasiswa di kampus dan laporan dari mahasiswa yang KKN.”

“Terus keinget seseorang di tempat mahasiswa KKN deh, Yah. Makanya gak bisa tidur” Celetuk Bu Dini.

“Bunda apa sih?”

“Boleh saja kamu gak cerita, tapi ingat! Insting Bunda lebih cepat dari pesawat jet sekalipun.”

Zaviyar geleng-geleng kepala mendengar bundanya. Sedangkan Pak Qosim hanya tersenyum melihat istri dan putranya.

“Zaviyar berangkat dulu, Yah, Bun.” Pamit zaviyar kemudian mencium kedua tangan ayah dan bundanya penuh hormat. “ Assalamu’alaikum.”

“Wa’alaikumussalam. Hati-hati.” Sahut keduanya.

***

Di parkiran kampus, Radit yang lebih dulu datang menunggu sahabatnya itu keluar dari mobil. Saat Zaviyar baru keluar dari mobilnya, kening Radit langsung berkerut melihat wajah sahabatnya itu.

“Kenapa, bro?” Tanya Radit.

“Gak kenapa-kenapa.”

“Kok kusut tuh muka?”

“Kurang tidur semalam.”

“Mikirin gadis desa itu lagi? Kenapa lagi, bro?”

“Hmm … "

...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang