Bagian 4

171 12 2
                                    

[ Mas, aku udah selesai dan ini mau pulang ]

Mendengar ponselnya bergetar lagi, Zaviyar langsung mengangkat wajahnya dan tanpa di komando bibirnya sudah melengkung sempurna membentuk bulan sabit melihat pesan yang tertera pada benda pipih ditangannya.

[ Okey, kamu hati-hati. Ingat, jangan ngebut ]

[ Iya ]

[ Langsung pulang atau balik ke sekolah?]

[ Ke sekolah lagi, mas ]

[ Sampai sekolah jangan lupa kabari ]

[ Ya Allah, kan ini deket. Cuma 10 menitan nyampek, kenapa juga harus ngabari? ]

“Allah, Ranum. Kamu itu polos atau gimana sih? Greget aku sama kamu.” Ucap Zaviyar menatap ponselnya.

[ Iya emang deket. Tapi apa susah kasih kabar ke aku kalau kamu udah nyampek rumah dengan selamat? ]

[ Ya gak susah, sih ]

[ Terus? ]

[ Iya deh, nanti aku kabari. Sekarang aku pulang dulu ]

[ Okey, Hati-hati ]

Ranum hanya membalas dengan acungan jempol.

Sepuluh menit waktu yang dibutuhkan Ranum untuk sampai di sekolah dari tempat foto copy. Tiba di sekolah, kantor sepi karena keempat guru lainnya masih mengajar di kelas. Ranum langsung mengeluarkan SPJ yang baru saja di foto copy, dia menyusun tiap lembar kertas yang penuh dengan tinta hitam itu sesuai urutan. Setelah semua beres, Ranum duduk di sofa kecil kantor dan tiba-tiba dia teringat sesuatu.

“Astaghfirullohal ‘adziim.” Ranum menepuk keningnya lalu segera mengambil ponsel yang berada di dalam tasnya.

[ Assalamu’alaikum, mas. Ini aku udah nyampek sekolah ]

[ Wa’alaikumussalam. Kok lama? Kamu gak apa-apa, kan? ] Zaviyar yang sedari tadi menunggu pesan Ranum sedikit kesal sekaligus khawatir.

[ Gak apa-apa kok, mas. Maaf, Ranum tadi lupa, soalnya nyampek sekolah langsung nyusun SPJ tadi sebelum disetor ]

[ Oh gitu? ]

[ Iya, soalnya keburu juga. Habis ini aku mau keluar lagi setor ke kecamatan ] Ranum berusaha menjelaskan. Dia seolah mengerti signal kekesalan dari pesan singkat Zaviyar yang baru saja diterima.

[ Apa? Keluar lagi? ] Zaviyar yang membaca pesan Ranum seperti tak rela jika gadis yang dia kagumi itu harus bolak balik keluar seorang diri.

[ Iya, mas. Setor ini, kalau aku gak keluar emang bisa laporannya berangkat sendiri? ]

[ Ya, gak gitu. Gak bisa gitu ya gentian guru lain yang keluar? ]

[ Ini udah tugas aku, mas. Mas Zaviyar kenapa sih? ]

[ Kamu gak capek apa keluar terus? ]

[ Enggak. Ini tugasku, kalau nanti ada yang salah biar jelas dan bisa langsung aku perbaiki. Kalau cuma ngumpulin data siswa, bisa yang lain yang antar ] Terang Ranum dalam pesannya.

Ada rasa bahagia di hati Ranum dengan perhatian yang Zaviyar berikan padanya, meski ia sendiri masih bingung untuk mengartikan semuanya.

‘Apa dia mengkhawatirkanku?’ Bisik Ranum dalam hati.

Jangan ngayal kamu, Num! gadis desa kayak kamu gak mungkin bisa buat lelaki seperti dai jatuh hati padamu? Wajahmu pas-pasan, badan kamu juga gak ideal. Mungkin dia hanya kagum sesaat, entar kalau udah lama palingan juga lupa. Toh di Surabaya juga banyak perempuan yang jauh lebih dari kamu, gak usah ketinggian mimpinya.’ Ranum menghela nafas panjang berusaha mengahalau perasaannya.

...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang