Bagian 15

122 12 1
                                    

Sebuah motor matic berwarna hitam dan mobil berwarna silver berbelok masuk gang yang sama. Ranum membawa motornya naik ke halaman rumahnya, sedangkan Zaviyar terus melaju menuju rumah Pak Tomo.

Ranum dan Zaviyar yang sama-sama belum menunaikan kewajibannya di sore itu, bergegas untuk bersujud pada Sang Khalik di tempat masing-masing. Bersyukur atas nikmat kebahagiaan yang kini tengah mereka rasakan. Do'a dipanjatkan, kali ini bukan hanya untuk kedua orangtua. Tapi, ada satu nama lain yang mereka sebut dalam do'a agar kelak mereka bisa dipersatukan.

Ranum masuk kamarnya, mengambil ponselnya. Terlihat ada beberapa chat WhatsApp yang masuk.

"Assalamu'alaikum. Gimana kabarnya?"

"Terakhir chatku gak dibales, udah gak mau temenan apa gimana ya?" Dua pesan dari Arvin dengan satu emotikon senyum berada di samping kalimat kedua.

"Wa'alaikumussalam. Alhamdulillah baik. Kamu sendiri baik juga? Maaf, waktu itu ketiduran dan ... lupa mau bales. Hehe." Balas Ranum.

"Waduh, aku dilupakan. Baru seneng kenal cewek manis, eh udah dilupain."

"Hahaha. Maaf, maaf. Tapi cogan mah gak bakal susah kalau dilupain satu cewek, apalagi cewek desa."

Ranum sadar, ada satu lagi chat dari nomor tak dikenal yang tadi masuk. Ia menutup chatnya dengan Arvin dan membuka chat lainnya.

"Assalamu'alaikum. Simpan ya. Nomor baruku, Aldi."

"Wa'alaikumussalam. Siap, Pak."

Petang pun tiba, panggilan dari pemilik hidup telah dilaksanakan. Sama-sama tidak ada kegiatan. Keduanya menyempatkan untuk membaca ayat-ayat Al-Qur'an. Bu Ratih mengaji di musholla sambil menunggu adzan Isya, dan Ranum di kamarnya. Setelah menutup kitab suci Al-Qur'an dan meletakkan kembali pada tempatnya. Getar ponsel Ranum terdengar.

"Maaf, tadi sambil kerja. Pas rame gak bisa bales lagi." Pesan dari Arvin.

"Gak apa-apa."

"Sekarang ngapain, Num?"

"Nyantai di kamar."

"Oh."

"Aku tinggal bersihin badan dulu ya. Baru pulang soalnya."

Tak lagi dibalas oleh Ranum. Ia meletakkan ponselnya di kasur. Namun, tak berselang lama ponselnya lagi-lagi bergetar.

"Num, boleh main-main ke rumah kamu lagi gak?" Kali ini Aldi yang mengirim pesan di WhatsApp.

"Boleh boleh, kapan?"

"Entar aku kabari lagi. Kangen masakan Ibu kamu. Hehehe."

"Tetep aja ya kamu, masakan Ibu aja yang dikangenin."

"Masakan Ibu kamu emang gak ada duanya, sayang gak nurun sama anaknya."

"Yeee ... ngatain."

"Ya udah, salam sama Ibu. Bilang kalau aku mau ke sana dan makan di sana."

Hanya gambar jempol yang Ranum kirim sebagai balasan pesan terakhir dari Aldi.

Tak lama setelah chatnya dengan Aldi berakhir, terlihat layar ponsel Ranum kembali menyala dengan getar yang lebih lama. Tak perlu menunggu lama, baru beberapa detik bergetar langsung ditekannya tombol hijau pada layar ponselnya dengan hati berbunga.

"Assalamu'alaikum." Ucap Ranum.

"Wa'alaikumussalam. Lagi ngapain, Ra?"

"Di kamar aja, Mas."

"Ada tugas lagi?"

"Gak, santai aja di kamar."

"Eh, Mas. Kok telepon sih?" Tanya Ranum.

...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang