Om

98 17 0
                                    

Budayakan tekan bintang sebelum membaca.

Putri berhenti melamun ketika pintu kamarnya diketuk pelan. "Ya?."

"Makan Put."

Itu bukan suara Satria, bukan juga ibunya. Putri menghela nafas pelan, mengetahui siapa yang mengetuk pintunya. Ia segera bangun, melangkah pelan membuka pintu.

Pria itu berdiri dengan senyuman yang aneh menurut Putri. "Om kapan sampai?."

"Tadi sore, kamu gak keluar kamar. Ayah udah tunggu juga."

Tidak ada yang salah dari ucapan pria itu. Memang benar, kalau pria yang Putri panggil Om itu adalah ayahnya, lebih tepatnya ayah tiri. Hubungan mereka cukup baik, Putri pun menerima Om itu sebagai ayahnya. Semua ia lakukan demi melihat ibunya bahagia.

"Iya om duluan, nanti aku nyusul."

"Mau ngapain emang kamu?, masih ada kerjaan?." tanya Omnya sambil melirik keadaan kamar Putri.

Risih, Putri melangkah keluar dan menutup pintu kamarnya. "Iya, mau liat Kak Satria dulu. Sekalian ajak makan."

Raut tak suka mampir di wajah pria itu, "yasudah. Jangan lama-lama." ujarnya lalu pergi.

Putri menggigit bibirnya, ia lemas. Kenapa ia bisa lupa kalau hari ini pria itu pulang?. Ibunya sedang pergi kerumah temannya yang sedang mengadakan acara, pasti akan lama. Harapan satu-satunya hanya ada di Satria, ia tidak ingin makan malam hanya berdua dengan pria itu.

Putri bukannya tidak suka memiliki ayah tiri, tidak, ia malah senang karena ibunya tidak kesepian lagi. Ibunya yang dulu berkerja hingga larut kini bisa menghabiskan waktunya dirumah bersama Putri dan Satria karena Bimo yang mengambil alih tugasnya sebagai kepala keluarga.

Putri sangat mendukung saat ibunya meminta izin untuk menikah lagi. Bahkan ia juga yang membujuk Satria agar memberi izin ibunya menikah lagi, karna yang terpenting bagi Putri adalah kebahagiaan ibunya.

Awal-awal semua terasa bahagia, Putri memiliki keluarga yang lengkap. Ia dengan bangganya mengenalkan ayah barunya itu pada teman-teman sekolahnya saat SMP. Tapi lama kelamaan ada yang berubah dari sifat ayah tirinya itu, entah apa Putri juga tidak tau. Yang ia rasakan hanya, tatapan pria itu padanya berbeda tidak seperti dulu, caranya berbicara dan bersikap pada Putri berbeda ketika ia berhadapan dengan Satria.

"Kamu ngapain melamun disitu de?. "

"Ah, hah?."

Satria menatap adiknya bingung, Putri jarang sekali melamun seperti itu. Pasti ada sesuatu yang mengganggu pikirannya, "kenapa Put?. "

Putri seperti orang ling lung, ia mengerjap-ngerjapkan matanya pelan, "Om udah nunggu dimeja makan."

Perlahan Satria sadar, Putri selalu seperti ini saat pria itu ada dirumah. Adiknya itu selalu terlihat takut dan bingung, ada apa dengan adiknya itu?.

"Mau naik kuda Ksatria?."

Perlahan senyum terbit diwajah Putri, ia tertawa kecil. "Tentu saja, bagaimana mungkin Putri menolak tawaran yang sangat menarik ini?."

Gadis itu melompat, memeluk erat leher kakaknya, tertawa. Bagi mereka bahagia memang sesederhana itu. Putri memainkan rambut hitam kakaknya, menarik-nariknya pelan lalu bertanya apakah sakit?, namun ia tidak menghentikan aksinya itu.

"Kenapa lama sekali?."

"Maaf om, tadi ngobrol dulu." Jawab Satria kalem.

Satria menarik kursi dan mendudukan Putri disana. Adiknya itu hanya diam, tak mau menatap ayah tiri mereka, tatapannya hanya tertuju pada Satria. "Biar Putri yang ambilin, pake semua kan?."

Tuan Putri dan K(satria) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang