Siang hari ketika mereka sudah lelah tertawa, para pemuda dan pemudi itu berkumpul diruang keluarga. Menonton acara serial televisi dengan tokoh utama anak kembar dari kampung durian runtuh.
Putri duduk disebelah Attaya, mengambil jarak dari Alden dan Ali yang duduk diatas karpet berbulu tebal. Amaris duduk selonjor dengan paha yang dijadikan bantal oleh Ali, sementara sebelah bahunya dijadikan sandaran Alden.
Attaya mengusap rambut Satria, laki-laki itu langsung tertidur setelah kepalanya menyentuh bantal sofa. Wajar saja kalau Satria langsung tertidur, semalam ia hanya tidur sejam.
"Putri."
Satu panggilan itu membuat mereka semua menoleh ke sumber suara, kecuali Satria yang tertidur pulas. "Iya, Ma?."
"Kakak suruh tidur di kamar aja, kasian dia dari semalem tidurnya gak bener."
Putri mengangguk, ia membangunkan Satria dan menyuruhnya untuk pindah ke kamar. Satria menuruti tanpa protes, dengan langkah sempoyongannya ia pindah ke kamarnya.
"Ikut ah, ngantuk juga nonton upin-ipin dari Ali SD sampe sekarang enggak gede-gede." Kata Ali lalu menyusul Satria.
"Putri ke kamar Mama sebentar yuk."
Seperti Satria yang langsung menurut, Putri juga langsung bangun dari duduknya pergi ke kamar ibunya tanpa banyak tanya. Didalam kamar ibunya ada Delin yang menunggu, "ada tante juga?."
Delin tersenyum dan mengangguk, "iya, sayang. Sini duduk samping tante."
Putri memeluk Delin, "tante Delin apa kabar?."
"Baik sayang. Putri sendiri gimana?."
Putri memasang senyum manisnya, "baik juga."
Dewi - ibunya Putri- duduk disebelah Putri, mata sembabnya menatap anak perempuan satu-satunya. "Semalem kamu enggak diapa-apain kan Put?. Ada yang luka?."
Putri menggeleng, sudah telat untuk bertanya itu sekarang. Tapi Putri mengerti, ibunya butuh waktu. Saat ini, ibunya terlihat lebih tenang meski kantung matanya bengkak karena banyak menangis.
"Putri gapapa Ma, dia enggak ngapa-ngapain Putri kok."
Tangan Dewi menarik Putri kedalam pelukannya. "Maafin Mama ya Put, pasti selama ini kamu kesulitan."
Dalam pelukan hangat ibunya Putri menangis, hatinya menyetujui perkataan ibunya. Ia memang sangat kesulitan menghadapi Bimo. Rasa takutnya setiap kali melihat Bimo harus ia sembunyikan agar tidak ada yang tau.
"Putri... Putri takut... Putri gak berani bilang... Putri gak mau Mama kecewa."
"Maafin Mama ya sayang, Mama gak tau apa-apa selama ini. Maaf udah buat kamu kesulitan, maaf karena Mama sudah salah memilih sosok pengganti Ayah."
Putri mengangguk, meski ia tidak pernah menyalahkan ibunya selama ini. "Mama gak salah, memang udah jalannya kaya gini. Jangan nyalahin diri sendiri, Putri gak pernah kepikiran untuk nyalahin Mama, karna emang Mama gak salah."
"Makasih ya sayang, makasih karena kamu tetep bertahan disamping Mama meski selama ini kamu kesulitan. Pasti berat nyimpen semua sendirian. Terima kasih sudah jadi anak Mama yang kuat, Mama bersyukur memiliki dua anak hebat seperti kamu dan Satria."
Mendengar ucapan ibunya membuat Putri merasa lega. Rasanya beban berat yang menimpa hatinya terangkat begitu saja. Ketakutan-ketakutan yang dialaminya perlahan terkikis.
"Makasih juga, udah jadi Mama yang hebat. Putri sama Kak Satria sangat bersyukur memiliki sosok ibu seperti Mama. Terima kasih untuk segalanya Ma."
KAMU SEDANG MEMBACA
Tuan Putri dan K(satria)
Dla nastolatkówCerita ini bukan tentang kisah fantasi kehidupan Tuan Putri di kerajaan, bukan juga kisah tentang Tuan Putri dan pangeran dari negri sebrang, atau kisah tentang perebutan tahkta kerajaan. Cerita ini sangatlah sederhana, tidak melibatkan banyak konf...